Al-Biruni: Sang Guru Segala Disiplin Ilmu

Riwayat Kehidupan al-Biruni

Muhammad Gharib Jaudah dalam karyanya 147 Ilmuwan Terkemuka Dalam Sejarah Islam, menjelaskan bahwa al-Biruni bernama lengkap Abu Ar-Raihan Muhammad bin Ahmad Al-Khawarizmi Al-Biruni. Berkenaan dengan tahun kelahirannya terdapat perbedaan pendapat, namun sebagian besar peneliti mengungkapkan bahwa al-Biruni lahir di tahun 362 H/973 M. Dia dilahirkan di salah satu pinggiran kota Kats yang merupakan pusat kota Khawarizm di Asia Tengah. Dia dikenal secara umum dengan al-Biruni, karena Birun dalam bahasa Persi berarti pinggiran kota. Bahasa ibunya adalah bahasa Persia dan kebudayaannya juga kebudayaan Persia, sekalipun dari segi ras mereka berasal dari Turki. Di masanya masyarakat umum memanggilnya dengan sebutan “Ustadz” (guru besar) sebagai bukti dan penghormatan atas tingkat keilmuannya yang sangat luas dan mendalam. Sedangkan di Barat dikenal dengan sebutan “Master Aliboron”.

Di usia belianya Al-Biruni belajar kepada Abu An-Nashr bin Arraq. Sejak belia sudah terlihat bakat dan potensi yang dimiliki terhadap bidang matematika, astronomi, geografi, sejarah, dan berbagai disiplin ilmu lainnya. Ketika dia berusia dua puluh tahun, al-Biruni pergi ke negeri Urjan dan bekerja pada Pangeran Syamsul Ma’ali Qabus bin Wasykamir. Di sinilah awal karier yang baik baginya untuk bertemu dengan para ilmuwan besar. Di antaranya dia bertemu dengan Ibnu Sina dan memiliki kedekatan dengannya. Dari hubungan persahabatannya terekam adanya  korespondensi ilmiah yang sangat bernilai antara keduanya (juga bagi generasi setelahnya). Sejak berkerja di istana Urjan itulah karya-karya mulai bermunculan. Dia telah bekerja selama sepuluh tahun di istana itu, kemudian kembali ke Khawarizm sekitar tahun 400 H (1010 M) dan bekerja kepada Kharizmiyah (Abu al-Abbas AI-Ma’mun) dan diangkat menjadi penasihat khusus.

Selama berada di istana Abu al-Abbas, kehidupan Al-Biruni dipenuhi dengan kegiatan riset. Dikarenakan situasi politik yang bergejolak dan tidak stabil, dia hampir diakhiri hidupnya oleh penguasa baru saat itu. Namun akibat adanya bantuan dari rekannya yang dekat dengan penguasa yang baru, akhirnya al-Biruni  dibiarkan hidup dan disuruh bekerja di istananya di Ghaznah. Abu Ar-Raihan Al-Biruni kemudian turut melakukan penaklukan yang dilakukan oleh sultan di Utara India dan menetap di India. Saat di india dia belajar bahasa masyarakat setempat, melakukan riset dan mendalami budayanya.

Saat bertugas dan menetap disana dia banyak menulis tentang sejarah bangsa India dan menjadi referensi generasi setelahnya. Dia tinggal di India dalam waktu yang sangat lama, hampir empat puluh tahun. Dia kemudian kembali ke Ghaznah dan menfokuskan diri dalam riset dan menulis. Setelah wafatnya Sultan Mahmud, Al-Biruni tetap menjaga hubungan baik dengan pihak istana. Pada masa pemerintahan anaknya, Sultan Mas’ud. Al-Biruni terus melakukan penelitian dan menulis hingga akhir hayatnya. Para sejarawan bersepakat bahwa al-Biruni wafat di tahun 440 H/1048 H.