Salah satu manfaat membaca al-Qur’an adalah merasakan ketenangan hati dan pikiran. Membaca al-Qur’an memupus kegelisahan, kecemasan, dan kebingungan, berganti dengan keyakinan. Karena sesungguhnya Allah Swt. menurunkan kedamaian pada hati orang-orang yang beriman.
هُوَ ٱلَّذِىٓ أَنزَلَ ٱلسَّكِينَةَ فِى قُلُوبِ ٱلْمُؤْمِنِينَ لِيَزْدَادُوٓا۟ إِيمَـٰنًۭا مَّعَ إِيمَـٰنِهِمْ ۗ
“Dialah yang telah menurunkan ketenangan ke dalam hati orang-orang mukmin supaya keimanan mereka bertambah di samping keimanan mereka (yang telah ada)” (Qs. al-Fath: 4).
Al-Qur’an mendamaikan hati dan pikiran. Menyentuh jiwa kaum beriman dengan cahaya petunjuk Allah Swt. Karena itu membaca al-Qur’an berarti mengingat Allah Swt., sementara mengingat Allah Swt. menenangkan hati dan pikiran. Hal ini diungkapkan oleh Ustaz Ahmad Nizamuddin Qisti, Lc., bahwa di dalam al-Qur’an dijelaskan salah satu syarat untuk mendatangkan ketenangan adalah dengan berzikir. Allah Swt. berfirman:
الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَتَطْمَىِٕنُّ قُلُوْبُهُمْ بِذِكْرِ اللّٰهِ ۗ اَلَا بِذِكْرِ اللّٰهِ تَطْمَىِٕنُّ الْقُلُوْبُ ۗ
(Yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, bahwa hanya dengan mengingat Allah hati akan selalu tenteram (Ar-Ra‘d [13]:28)
Menurut Ustaz Nizam (sapaan akrabnya), dalam al-Qur’an juga disebutkan bahwa yang disebut zikir yang paling menenangkan hati dan pikiran adalah al-Qur’an itu sendiri. Di antara banyak nama al-Qur’an, salah satu nama lainnya disebut az-dzikr.
اِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَاِنَّا لَهٗ لَحٰفِظُوْنَ
Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan Al-Qur’an dan pasti Kami (pula) yang memeliharanya (Al-Ḥijr [15]:9)
“Maka al-Qur’an menjadi alasan kenapa mendapatkan ketenangan hati dan pikiran, karena bentuk zikir yang paling sempurna adalah al-Qur’an itu sendiri,” ujarnya.
Ustaz Nizam mengungkapkan, keutamaan membaca al-Qur’an banyak sekali. Balasan dari membacanya pun, Allah Swt. berikan di dunia dan akhirat. Sesuai dengan hadis yang diriwayatkan dalam sahih Muslim, bahwa selain memberikan ketenangan, ternyata membaca al-Qur’an akan membuat ahli al-Qur’an diliputi rahmat, kasih sayang Allah Swt. dan mereka akan dikerumuni oleh para malaikat. Allah Swt. akan menyebut dan mengagungkan nama mereka di sisi-Nya dan para malaikat, dan hamba-hamba-Nya yang saleh. Keutamaan ini sejalan dengan firman Allah Swt.
وَاِذَا قُرِئَ الْقُرْاٰنُ فَاسْتَمِعُوْا لَهٗ وَاَنْصِتُوْا لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُوْنَ
Jika dibacakan Al-Qur’an, dengarkanlah (dengan saksama) dan diamlah agar kamu dirahmati. (Al-A‘rāf [7]:204)
“Jadi, bukan hanya pembaca al-Qur’an, yang mendengarkan pun akan diberikan rahmat dan kasih sayang Allah Swt,” ujarnya.
Ustaz Nizam menjelaskan, untuk membangun kebiasaan santri dalam membaca al-Qur’an—sehingga mereka memiliki hubungan khusus, memiliki intimasi terhadap al-Qur’an—tentu ada usaha-usaha yang dilakukan. Pertama, program kegiatan sehari-hari di masjid, setiap selesai salat lima waktu selalu mengajak santri-santri membaca al-Qur’an secara berjamaah. Hal ini dipelopori langsung oleh Pengasuh Pondok Pesantren, almarhum K.H. Ahmad Syahiduddin.
“Ketika beliau membuat program ini, kebetulan saya masih menjadi santri di pondok pesantren ini. Beliau senantiasa melazimkan untuk membaca al-Qur’an secara berjamaah setiap selesai salat lima waktu dengan mengulang setengah halaman ataupun mengulang beberapa ayat diulang tiga kali. Hal ini membuat santri mudah menghafal al-Qur’an. Lebih daripada itu supaya santri memiliki kecintaan kepada al-Qur’an,” jelasnya.
“Tugas kita untuk memotivasi santri untuk mencintai al-Qur’an dengan mengenalkan apa itu isi al-Qur’an dan apa yang mereka baca, sehingga mereka mengetahui apa yang mereka hafalkan,” imbuhnya.
Memahami Makna al-Qur’an
Membaca dan memahami al-Qur’an merupakan proses yang mendalam dan bermakna bagi setiap Muslim. Al-Qur’an bukan hanya kitab suci yang dibaca untuk mendapatkan pahala, tetapi juga sebagai panduan hidup yang mencakup berbagai aspek kehidupan. Dengan memahami makna dan tafsir dari ayat-ayat al-Qur’an, seorang Muslim dapat memperoleh hikmah dan petunjuk yang relevan untuk menghadapi tantangan sehari-hari. Proses ini melibatkan pembelajaran bahasa Arab, mempelajari tafsir dari ulama terpercaya, dan merenungkan makna ayat-ayat tersebut dalam konteks kehidupan pribadi dan sosial. Dengan demikian, al-Qur’an menjadi sumber inspirasi dan motivasi yang tiada habisnya, memperkuat iman dan ketakwaan kepada Allah Swt.
“Terlebih dahulu kita samakan persepsi apa itu membaca. Ada banyak tafsir tentang membaca itu sendiri. Bahkan ayat pertama yang turun adalah peintah membaca. Kalau kita teliti lebih dalam lagi, dari perintah itu, ketika Allah Swt. menurunkan lima ayat pertama surat al-Alaq, justru tidak ada objek yang dibaca,” kata Ustaz Nizam.
“Ternyata dari tafsir-tafsir yang saya baca, kemudian saya juga dengar langsung penjelasan dari almarhum K.H. Ahmad Syahiduddin, ketika itu saya menjadi santri, tentang apa yang dibaca, kenapa Allah Swt tidak letakkan objek membaca di ayat tersebut, bahwa membaca itu bukan hanya sekadar kegiatan mengeja huruf dalam berbagai bahasa. Karena itu membaca al-Qur’an bukan sekadar membaca, mengeja huruf hijaiyah, meskipun Allah Swt berikan pahala, tapi lebih daripada itu membaca untuk memahami,” jelasnya.
Menurut Ustaz Nizam, kegiatan membaca akan efektif bila kita mengetahui apa yang kita baca. Maka, PR besar kita adalah bagaimana supaya membaca al-Qur’an memberikan manfaat atau pengaruh positif dalam kehidupan kita. Kita harus berusaha memahami apa yang kita baca dari ayat al-Qur’an.
Memupus Kecemasan
Membaca al-Qur’an memiliki kekuatan luar biasa untuk menjauhkan rasa takut, cemas, dan khawatir dari hati seorang Muslim. Ayat-ayat suci yang diturunkan sebagai petunjuk dan penenang jiwa, mengandung ketenangan yang dapat meredakan kegelisahan dan memberikan ketenteraman batin. Dalam setiap huruf dan kata yang dibaca, terdapat keberkahan yang dapat menenangkan pikiran dan menyejukkan hati. Keyakinan bahwa Allah selalu bersama hamba-Nya dan segala sesuatu berada dalam kendali-Nya membuat seorang Muslim merasa aman dan terlindungi. Dengan rutin membaca al-Qur’an, seseorang dapat merasakan kedamaian yang mendalam dan kekuatan spiritual yang kuat untuk menghadapi segala tantangan hidup dengan tenang dan percaya diri.
“Saya melihat dalam al-Qur’an, dibeberapa ayat, di ujungnya itu fa lâ khaufun ‘alaihim wa lâ hum yahzanûn. Sesuai dengan pembahasan kita, dengan membaca al-Qur’an memberikan ketenangan hati dan pikiran,” ungkapnya.
Menurut Ustaz Nizam, ketenangan hati dan pikiran itu maknanya adalah kita tidak takut dengan apa yang akan terjadi di masa yang akan datang, tidak juga bersedih hati dengan yang sudah terjadi.
“Nah, ini Allah sebut berulang kali dalam ayat yang berbeda dan dengan cara yang berbeda untuk sampai kepada lâ khaufun ‘alaihim wa lâ hum yahzanûn. Untuk bagaimana kita tidak bersedih hati dan tidak takut pada apa yang akan terjadi, Allah memberikan banyak cara di berbagai ayat yang berbeda,” jelasnya.
Paling tidak, kata Ustaz Nizam, ada dua belas ayat dalam al-Qur’an yang menjelaskan bagaimana cara untuk sampai kepada lâ khaufun ‘alaihim wa lâ hum yahzanûn, untuk mencapai ketenangan hati dan pikiran. Di antara dengan mengikuti apa yang diajarkan Allah dan Rasul-Nya, dan menjauhi apa yang dilarang oleh Allah dan Rasul-Nya.
“Jadi, membaca al-Qur’an memberikan pengaruh positif dalam kehidupan kita sehari-hari, bahkan membawa perubahan yang baik dalam kehidupan kita. Tentu bukan hanya dengan membaca secara harfiyah, tapi juga maknawiyah, dengan memahami artinya. Apalagi dengan memahami tafsirnya, dengan mengaji bersama guru kita, membaca kitab tafsir, dan lainnya,” jelasnya.
Membaca Secara Tartil
Lalu bagaimana cara membaca al-Qur’an yang memberikan pengaruh dalam kehidupan kita? Ustaz Nizam menjelaskan hal itu dilakukan dengan cara membaca secara tartil. Sesuai firman Allah dalam surat al-Muzammil ayat 4:
وَرَتِّلِ الْقُرْاٰنَ تَرْتِيْلًاۗ
Bacalah Al-Qur’an itu dengan perlahan-lahan. (Al-Muzzammil [73]:4)
“Tartil itu adalah membaca al-Qur’an sesuai dengan kaidah tajwidnya, memberikan hak-hak huruf dan sifat-sifat huruf sesuai dengan kadarnya masing-masing,” ujarnya.
Masih di surat yang sama di ayat ke-20, jelas Ustaz Nizam, Allah kembali mengulang perintah tersebut. “Maka bacalah apa yang mudah (bagimu) darinya (Al-Qur’an) (Al-Muzzammil [73]:20). Jadi bacalah yang paling mudah. Kalau kita bisa al-Ikhlas, kita baca dengan tartil dan renungkan. Dilanjutkan dengan bangun malam.
Mengamalkan dalam Kehidupan
Mengamalkan al-Qur’an tidak terlepas dari hubungan sosial yang baik karena inti dari ajaran al-Qur’an adalah membangun harmoni dan kesejahteraan dalam masyarakat. Al-Qur’an mengajarkan nilai-nilai seperti kejujuran, keadilan, dan kasih sayang yang menjadi dasar untuk menciptakan hubungan yang saling menghormati dan menghargai antarsesama. Misalnya, dalam surah Al-Hujurat ayat 13, Allah menyerukan umat manusia untuk saling mengenal dan menghormati perbedaan, yang merupakan fondasi penting bagi hubungan sosial yang harmonis. Dengan demikian, implementasi ajaran al-Qur’an secara menyeluruh akan mendorong terciptanya lingkungan sosial yang damai dan sejahtera.
Menurut Ustaz Nizam, mengamalkan al-Qur’an berarti menyandingkan bacaan al-Qur’an dengan pelaksanaan ibadah lainnya seperti salat malam dan menunaikan zakat. Ini artinya pembacaan al-Qur’an tidak akan memberikan efek positif kalau sekadar membaca dan memahami, tapi lebih daripada itu mengimplementasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Baik dalam hubungannya dengan Allah maupun dengan sesama manusia, melalui ibadah yang bersifat sosial seperti zakat, sedekah, dan lain sebagainya, termasuk menjaga hubungan baik dengan tetangga, saudara, teman, dan seterusnya.
“Jadi, al-Qur’an adalah pedoman hidup kita agar selamat di kehidupan dunia dan akhirat,” ujarnya.
Al-Qur’an diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam hubungannya kepada Allah maupun dengan sesama manusia. Hal ini disebutkan dalam firman Allah Swt.:
وَاِذْ اَخَذْنَا مِيْثَاقَ بَنِيْٓ اِسْرَاۤءِيْلَ لَا تَعْبُدُوْنَ اِلَّا اللّٰهَ وَبِالْوَالِدَيْنِ اِحْسَانًا وَّذِى الْقُرْبٰى وَالْيَتٰمٰى وَالْمَسٰكِيْنِ وَقُوْلُوْا لِلنَّاسِ حُسْنًا وَّاَقِيْمُوا الصَّلٰوةَ وَاٰتُوا الزَّكٰوةَۗ
(Ingatlah) ketika Kami mengambil perjanjian dari Bani Israil, “Janganlah kamu menyembah selain Allah, dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua, kerabat, anak-anak yatim, dan orang-orang miskin. Selain itu, bertutur katalah yang baik kepada manusia, laksanakanlah salat, dan tunaikanlah zakat.” (Al-Baqarah [2]:83)
“Dalam ayat inj kita dilarang menyembah kepada selain Allah. Itu akidah, hal fundamental, mendasar sekali. Lantas setelah itu, menjaga hubungan baik dengan orang tua, dengan orang miskin, anak yatim dengan memberikan perhatian yang lebih. Kemudian berkata yang baik kepada orang lain, kepada sesama manusia, siapa pun. Setelah itu mendirikan salat dan menunaikan zakat,” jelasnya.
“Jadi, Allah sangat menganjurkan kita agar menjaga hubungan baik dengan sesama manusia bersamaan dengan ibadah ritual kita,” pungkasnya.