Pada Dirimu, Ada Dua Sifat yang Disukai Allah dan Rasul-Nya

Peristiwa Fathu Mekah diiringi oleh sejumlah kejadian penting setelahnya, antara lain yang terkenal disebut “Tahun Delegasi”. Pada saat itu banyak suku-suku di Jazirah Arab yang menyatakan berbaiat dan masuk Islam. Mereka mengakui dan beriman kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka berdatangan secara berkelompok dari berbagai suku yang diwakili oleh tokoh terkemuka dari kalangan masing-masing.

Selama menerima kunjungan-kunjungan intensif itu Rasulullah menjadikannya sebagai momen penting untuk mengajarkan Islam, mengajarkan al-Qur’an dan sunnah beliau. Lebih dari sekadar kepatuhan terhadap otoritas, Rasulullah menyampaikan nilai-nilai yang harus mereka amalkan dalam kehidupan sehari-hari dan kemudian menganjurkan agar disampaikan kepada seluruh anggota suku mereka masing-masing.

“Mereka belajar kepada beliau dan menimba ilmu dari beliau. Berbondong-bondonglah mereka masuk kepada agama Allah,” tulis Dr. Ahmad Umar Hasyim, Guru Besar Ilmu Hadis Universitas al-Azhar, dalam buku Kisah-kisah Sunnah (2021).

Rasulullah tidak menampakkan diri sebagai sosok pemimpin terkuat saat itu yang nyaris secara aklamasi diakui oleh seluruh peduduk Jazirah Arab—selain beberapa suku Yahudi yang menolak untuk patuh. Beliau tetap sederhana, ramah, dan egaliter. Karena itu tidak benar kritik sebagian orientalis yang mengatakan bahwa “Muhammad telah berubah dari seorang pendakwah menjadi pemimpin politik.” Bagaimanapun, Rasulullah tidak memiliki ambisi kekuasaan. Beliau adalah seorang pendidik yang menyayangi umatnya, memberi nasihat, pujian, dan perhatian.

Ada satu kisah menarik di mana Rasulullah pernah memberikan pujian kepada salah seorang anggota kabilah yang ikut serta sebagai delegasi. Dia adalah Asyaj Abdul Qais yang beliau persilakan untuk duduk disampingnya. Kemudian Rasulullah bersabda kepada Asyaj Abdul Qais, “Sesungguhnya pada dirimu ada dua sifat yang disukai oleh Allah dan Rasul-Nya, yakni sifat santun dan tidak terburu-buru.”

Rasululllah memang senang memuji kebaikan seseorang, sehingga kebaikan itu semakin tumbuh subur. Dalam hal ini Asyaj Abdul Qais dipuji Rasulullah karena kebaikan akhlaknya, yaitu sifat santun dan tidak tergesa-gesa.

Dr. Ahmad Umar Hasyim menjelaskan, sifat santun ialah ucapan yang disampaikan oleh seseorang berdasarkan petunjuk akal sehatnya dan pandangannya yang bagus atas dampaknya. Sementara sifat tidak terburu-buru atau tenang ialah seseorang sabar menunggu untuk mengamati kemaslahatan-kemaslahatannya sehingga tidak bertindak gegabah.

Sifat santun mencerminkan akal sehat yang buahnya adalah kesopanan, keramahan, dan kasih sayang. Sifat tidak tergesa-gesa mencerminkan kesabaran, penuh pertimbangan, dan kebijaksanaan. Kiranya Asyaj Abdul Qais ini telah memberikan contoh teladan yang bagus dan karenanya mendapatkan pujian. Patut dicontoh.