Sabar dalam Kehidupan Sehari-hari

Sabar merupakan sifat dan amal hati yang memiliki keutamaan besar. Sabar menyangkut sikap mental dan keteguhan hati dalam mewujudkan kebaikan secara sungguh-sungguh, terus-menerus, hingga terlaksana dengan baik dan tercapai sebagaimana yang diharapkan.

Sabar bukan berarti kuat menunggu. Sabar itu terus-menerus melakukan sesuatu hingga tujuan yang diharapkan tercapai. Bukan jumud, diam, tidak bergerak, dan tidak berusaha. Sabar identik dengan kerja keras dan berusaha secara maksimal. Bukan menunggu dan pasrah, tapi sungguh-sungguh dan tangguh (resilience).

Sabar itu penuh semangat dan kerja keras, selayaknya orang yang ingin mewujudkan cita-citanya yang tinggi. Kata Ibn al-Qayyim, dalam Fawaid al-Fawaid, cita-cita yang tinggi hanya bisa dicapai dengan semangat yang tinggi dan niat yang benar. Maka siapa saja yang tidak memiliki keduanya, sulit untuk menggapai cita-citanya.

Ibn al-Qayyim menjelaskan:

“Apabila semangat seseorang untuk meraih cita-citanya begitu tinggi, maka semangatnya hanya akan terkait dengan cita-citanya yang tinggi itu, dan tidak terkait dengan hal lainnya. Apabila niatnya sudah benar, maka niatnya akan menggerakkannya untuk menempuh jalan yang dapat menyampaikannya kepada cita-citanya. Dengan demikian, niat akan melapangkan jalan yang akan dilaluinya, sedangkan semangat akan memfokuskannya pada cita-cita yang ingin dicapainya. Jika jalan ini sudah terhubung kepada tujuan atau cita-cita yang ingin diraih, maka dipastikan tujuan atau cita-cita tersebut akan tercapai.”

Kesabaran pun seperti itu. Mewujudkan cita-cita dengan penuh semangat secara terus-menerus dengan mengerahkan segala daya upaya hingga cita-cita atau tujuan tercapai. Kemudian, apapun yang telah dicapai, diterima dengan ikhlas dan qanaah (puas dengan kentuan Allah Swt.). Jangan sampai tidak bersyukur, karena merasa sudah berusaha keras dan tidak mencapai hasil yang diinginkan. Kalau bersyukur nanti nikmat itu akan bertambah-tambah. Bila kufur, maka azab Allah Swt. yang datang. Firman Allah Swt.:

وَاِذْ تَاَذَّنَ رَبُّكُمْ لَىِٕنْ شَكَرْتُمْ لَاَزِيْدَنَّكُمْ وَلَىِٕنْ كَفَرْتُمْ اِنَّ عَذَابِيْ لَشَدِيْدٌ

(Ingatlah) ketika Tuhanmu memaklumkan, “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), sesungguhnya azab-Ku benar-benar sangat keras.” (Ibrāhīm [14]:7)

Bagaimanapun hasil yang dicapai maka kita wajib untuk bersyukur. Di situlah nilainya (value) yang menjadikan perbuatan atau usaha kita menjadi berpahala. Bukan semata-mata hasil yang kita capai, tapi juga nilai-nilainya (value): sabar, ikhlas, dan syukur kepada Allah Swt. Inilah nilai-nilai utama.

Kita diperintahkan untuk terus-menerus melakukan kebaikan dengan niat karena Allah Swt. Dalam al-Qur’an Allah Swt. berfirman:

قُلْ يٰعِبَادِ الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اتَّقُوْا رَبَّكُمْ ۗلِلَّذِيْنَ اَحْسَنُوْا فِيْ هٰذِهِ الدُّنْيَا حَسَنَةٌ  ۗوَاَرْضُ اللّٰهِ وَاسِعَةٌ  ۗاِنَّمَا يُوَفَّى الصّٰبِرُوْنَ اَجْرَهُمْ بِغَيْرِ حِسَابٍ

Katakanlah (Nabi Muhammad), “Wahai hamba-hamba-Ku yang beriman, bertakwalah kepada Tuhanmu.” Orang-orang yang berbuat baik di dunia ini akan memperoleh kebaikan. Bumi Allah itu luas. Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang disempurnakan pahalanya tanpa perhitungan. (Az-Zumar [39]:10)

Dalam Tafsir Ibn Katsir dijelaskan, Allah Swt. memerintahkan pada hamba-hamba-Nya yang beriman untuk terus-menerus menaati dan bertakwa kepada-Nya. Dan mereka yang sabar akan mendapatkan pahala tanpa perhitungan, sebagaimana perkataan al-Auza’i, “Mereka diberi tanpa ditimbang dan tanpa ditakar.” Sementara Ibn Juraij mengatakan, “Pahala amal mereka tidak akan dihitung, bahkan mereka diberikan tambahannya.”

Sabar dalam melakukan kebaikan secara terus-menerus dalam rangka takwa kepada Allah Swt. Sabar bukan pasif, pasrah, dan menunggu tanpa berbuat sesuatu. Sabar itu aktif, terus bergerak dan berikhtiar secara terus-menerus hingga mencapai hasil atau tujuan yang diharapkan. Sabar bukan diam tanpa daya tapi mengerahkan segala daya upaya hingga mencapai tujuan yang hendak dicapai.

Sabar tidak berdiri sendiri, tapi bersamaan dengan salat. Sabar yang digandengkan dengan salat, menjadi wasilah bagi datangnya pertolongan Allah Swt. Keduanya tidak terpisahkan. Hal ini sebagaimana firman-Nya:

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اسْتَعِيْنُوْا بِالصَّبْرِ وَالصَّلٰوةِ ۗ اِنَّ اللّٰهَ مَعَ الصّٰبِرِيْنَ

Wahai orang-orang yang beriman, mohonlah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan salat. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar. (Al-Baqarah [2]:153)

Ibn Katsir menjelaskan, sebaik-baik sarana yang dapat membantu dalam menghadapi berbagai musibah adalah kesabaran dan salat. Sebagaimana dicontohkan oleh Rasulullah Saw., ketika menghadapi masalah, beliau mengerjakan salat.

Dalam ayat lain, sabar digandengkan dengan bertasbih dan bertahmid memuji Allah Swt. Hal ini menunjukkan bahwa kesabaran selalu terkait kedekatan dan hubungan dengan Allah Swt. Sebagaimana firman-Nya:

فَاصْبِرْ عَلٰى مَا يَقُوْلُوْنَ وَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ قَبْلَ طُلُوْعِ الشَّمْسِ وَقَبْلَ الْغُرُوْب

ِوَمِنَ الَّيْلِ فَسَبِّحْهُ وَاَدْبَارَ السُّجُوْدِ

Maka, bersabarlah engkau (Nabi Muhammad) terhadap apa yang mereka katakan dan bertasbihlah seraya bertahmid (memuji) Tuhanmu sebelum terbit dan terbenamnya matahari. Bertasbihlah pula kepada-Nya pada sebagian malam hari dan setiap selesai salat. (Qāf [50]:39-40).5

Menurut Ibn al-Qayyim dalam Fawaid al-Fawaid, ayat ini menunjukkan apa yang menjadi penunjang kesabaran, yaitu memperbanyak tasbih dan tahmid.

Selanjutnya, sabar itu bermacam-macam sesuai dengan objeknya. Ibn Katsir menjelaskan ada tiga jenis kesabaran. Pertama, sabar dalam meninggalkan berbagai hal yang diharamkan dan perbuatan dosa. Kedua, sabar dalam berbuat ketaatan dan dan mendekatkan diri kepada Allah Swt. Ketiga, sabar dalam menerima dan menghadapi berbagai musibah dan cobaan.

Sabar dalam menjauhi dan meninggalkan apa yang dilarang oleh Allah Swt. sudah merupakan keharusan dan tak perlu dipertanyakan lagi. Dalam hal ini erat kaitannya dengan takwa. Hal ini sebagaimana firman Allah Swt.:

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ حَقَّ تُقٰىتِهٖ وَلَا تَمُوْتُنَّ اِلَّا وَاَنْتُمْ مُّسْلِمُوْنَ

Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dengan sebenar-benar takwa kepada-Nya dan janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan muslim. (Āli ‘Imrān [3]:102)

Takwa itu menjalankan segala perintah Allah Swt. dan menjauhi segala larangan-Nya. Tidak perlu mencari-cari alasannya kenapa diharamkan. Lakukan dengan penuh kepatuhan. Maka makna sabar di sini adalah menahan diri agar tidak berbuat maksiat dan tidak melanggar apa yang diharamkan Allah Swt.

Dalam melaksanakan perintah Allah Swt. harus sabar dan ikhlas, karena jika tidak kita akan merasa berat. Menjalankan berbagai perintah Allah Swt., jika tidak dilandasi oleh nilai-nilai sabar dan ikhlas maka akan terasa berat. Semua kewajiban akan terasa seperti beban yang menyulitkan. Namun bila kita melakukannya dengan sabar dan ikhlas tidak akan merasa lelah. Kita tidak mengharapkan sesuatu, selain ridha Allah Swt. Kalau kita berharap pujian, imbalan, kita akan merasa cape dan terbebani. Sekali lagi, sabar, ikhlas, dan syukur merupakan nilai-nilai utama.

Adapun sabar dalam menghadapi ujian kembali kepada iman. Sejauh mana kekuatan iman kita, sejauh itu pula kita sabar menghadapi ujian. Karena itu kekuatan iman harus dipupuk karena menjadi sumber kekuatan dan optimisme.

Misalnya, kesabaran seorang guru dalam mendidik murid-muridnya. Guru mendidik dengan sebaik mungkin, dengan penuh kesabaran. Perkara anak itu sendiri bagaimana, akhirnya kembali kepada hidayah Allah Swt. Guru bukan pemberi hidayah, guru hanya wasilah. Serahkan kepada Allah Swt. Tugas guru mendidik anak secara maksimal. Kalau niat mendidik anak untuk menjadi pintar itu salah. Itu kembali kepada hidayah dari Allah Swt. Kita sebagai guru hanya melakukan yang terbaik untuk anak atau santri kita. Kita juga mendoakan anak atau santri kita agar mendapat hidayah dari Allah Swt. agar mereka menjadi anak-anak yang saleh.

Sebagai manusia, sabar memang ada batasnya, tapi maksudnya adalah menunda, bukan menyerah dan pasrah. Kita beralih atau melakukan alternatif lain. Bisa juga target capaian diturunkan. Bukan berarti menyerah, menunggu, dan pasrah tidak berbuat apa-apa. Tetap berusaha dengan sebaik mungkin. Ini berarti sabar tetap dipelihara. Itulah sebabnya kenapa Allah Swt mencintai orang-orang yang sabar, karena tidak pernah berputus asa dari rahmat Allah Swt. Allah Swt. berfirman:

 ۗ وَاللّٰهُ يُحِبُّ الصّٰبِرِيْن

 Allah mencintai orang-orang yang sabar. (Āli ‘Imrān [3]:146)

Semoga kita termasuk ke dalam golongan orang-orang yang sabar dan terus menjaga hubungan dengan Allah Swt. (hablumminallah) agar hubungan kita dengan sesama manusia, dengan pekerjaan, dan aktivitas sehari-hari berjalan dengan baik. Karena jika baik hubungan kita dengan Allah Swt., baik pula hubungan dengan sesama manusia, baik pula pekerjaan yang kita lakukan. Boleh jadi hubungan kita dengan sesama manusia menjadi buruk dan pekerjaan juga tidak maksimal, karena kita kurang memerhatikan hubungan dengan Allah Swt.

Jaga hati kita untuk senantiasa ingat kepada Allah Swt. dan selalu berusaha mendekatkan diri kepada-Nya. Insyaallah, hubungan dengan sesama manusia akan baik, dan pekerjaan kita juga akan baik hasilnya.