Mudir al-Ma’had Pondok Pesantren Daar el-Qolam 3 Kampus Dza ‘Izza, K.H. Zahid Purna Wibawa, S.T., mengingatkan bahwa perintah membaca, iqra, tidak hanya berlaku untuk melihat ke luar, tetapi juga untuk melihat ke dalam. Tidak hanya melihat fenomena eksternal, tapi juga internal (diri manusia sendiri). “Iqra, perintah membaca itu ke dalam. Introspeksi, ke dalam. Muhasabah, konsepnya ke dalam, bukan ke luar,” ucap Kiai Zahid dalam kegiatan evaluasi bulanan bersama para santri di Aula At-Tasabuq, Senin (18/11/2024).
Iqra Sebagai Muhasabah
Beliau menjelaskan bahwa ketika kita mendapatkan ilmu yang lebih baik dan benar, sesuai dengan al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah saw., kebiasaan lama yang kurang baik harus diubah. Beliau pun menekankan pentingnya introspeksi dan evaluasi diri, bukannya mencibir orang lain. Bahkan, kita akan merasa malu jika memahami ajaran agama, lalu menilai perbuatan kita sendiri, karena kita menyadari banyak kekurangan dalam diri kita. “Malu kepada Allah Swt., bukan kepada orang lain,” kata Kiai Zahid.
Beliau juga menegaskan bahwa akhlak dan sikap tanggung jawab jauh lebih penting daripada akademik, karena orang akan menilai akhlak, bukan sekadar pencapaian akademis. “Setiap keberhasilan pasti ada kegagalan terlebih dahulu. Tidak ada orang yang langsung sukses,” tambahnya.
Beiau memotivasi para santri untuk terus mengevaluasi diri, mempelajari kesuksesan orang lain, dan tidak bermaksiat karena kemaksiatan akan menghilangkan keberkahan ilmu. Sombong, mencemooh, dan mencibir orang lain adalah maksiat yang harus dihindari.
Kiai Zahid juga mendorong para santri untuk mendawamkan Asma al-Husna, karena memiliki banyak keutamaan, mulai dari membersihkan hati hingga menjauhkan dari api neraka. Dengan mendawamkan Asma al-Husna, beliau berharap para santri dapat menjaga jiwa positif dan semangat dalam kebaikan.
Kemuliaan Para Pencari Ilmu
Kiai Zahid memotivasi para santri untuk menuntut ilmu dengan niat karena Allah Swt., karena Allah akan memudahkan jalan menuju surga bagi mereka yang menuntut ilmu. Beliau mengutip hadis:
وَمَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَلْتَمِسُ فِيهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللَّهُ لَهُ بِهِ طَرِيقًا إِلَى الْجَنَّةِ
“Siapa yang menempuh jalan untuk mencari ilmu, maka Allah akan memudahkan baginya jalan menuju surga.” (HR. Muslim)
Beliau juga menjelaskan bahwa malaikat membentangkan sayapnya bagi para penuntut ilmu sebagai tanda rida atas amal mereka. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam hadis:
طَالِبُ الْعِلْمِ تَبْسُطُ لَهُ الْمَلَائِكَةُ أَجْنِحَتَهَا رِضًا بِمَا يَطْلُبُ
“Sesungguhnya malaikat meletakkan sayapnya sebagai tanda rida pada penuntut ilmu.” (HR. Abu Daud dan Ibnu Majah)
“Begitu luar biasanya kemuliaan pencari ilmu,” kata Kiai Zahid, sembari mengingatkan agar niat mencari ilmu bukanlah untuk kedudukan atau kekayaan, melainkan untuk meraih rida Allah Swt. dan surga-Nya.
Kemuliaan orang berilmu dijelaskan dalam hadis yang menyatakan bahwa dunia ini terlaknat, kecuali orang yang berdzikir, yang taat kepada Allah, dan para penuntut ilmu atau ulama:
إِنَّ الدُّنْيَا مَلْعُونَةٌ مَلْعُونٌ مَا فِيهَا إِلَّا ذِكْرُ اللَّهِ وَمَا وَالَاهُ وَعَالِمٌ أَوْ مُتَعَلِّمٌ
“Dunia itu terlaknat dan segala yang terkandung di dalamnya pun terlaknat, kecuali orang yang berdzikir kepada Allah, yang melakukan ketaatan kepada-Nya, seorang ‘alim atau penuntut ilmu.” (HR. Tirmidzi dan Ibn Majah)
Kiai Zahid menambahkan bahwa siapa yang meninggal dalam keadaan menuntut ilmu, maka ia termasuk dalam jihad fi sabilillah. “Begitu tinggi nilai seorang penuntut ilmu,” ujarnya.
Keutamaan berikutnya adalah bahwa para penuntut ilmu didoakan oleh penghuni langit dan bumi. Kiai Zahid menyebutkan hadis:
مَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَطْلُبُ فِيهِ عِلْمًا سَلَكَ اللَّهُ بِهِ طَرِيقًا مِنْ طُرُقِ الْجَنَّةِ
“Barangsiapa yang menempuh jalan yang dijalan tersebut dia mencari ilmu, maka Allah akan membuat dirinya menempuh jalan di antara jalan-jalan menuju surga.” (HR. Shahih Jaami’)
Keutamaan orang berilmu juga diibaratkan seperti bulan purnama di tengah bintang-bintang, sebagaimana disebutkan dalam hadis:
فَضْلُ العَالِمِ عَلىَ العَابِدِ كَفَضْلِ القَمَرِ لَيْلَةَ البَدْرِ عَلىَ سَائِرِ الكَوَاكِبِ
“Keutamaan orang yang berilmu atas orang yang ahli ibadah adalah seperti keutamaan bulan purnama di malam hari atas bintang-bintang lainnya.” (HR. Imam Nawawi dalam Tanqih al-Qaul)
Kiai Zahid juga mengingatkan bahwa para ulama adalah pewaris para nabi, dan mereka tidak mewariskan harta duniawi, melainkan ilmu. Rasulullah Saw. bersabda:
إِنَّ الْعُلُمَاءَ وَرَثَةُ اْلأَنْبِيَاءِ
“Sesungguhnya ulama adalah pewaris para nabi.” (HR. Tirmidzi)
Orang berilmu adalah yang paling takut kepada Allah, sebagaimana tercantum dalam Al-Qur’an, surah Al-Fatir ayat 28:
إِنَّمَا يَخْشَى اللَّهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاءُ
“Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya hanyalah ulama.” (QS. Al-Fatir: 28)
Kiai Zahid menegaskan bahwa hakikat orang berilmu adalah semakin bertambah rasa takutnya kepada Allah Swt. Sikap sombong dan tidak taat kepada Allah justru menunjukkan ketiadaan ilmu.
Beliau juga mengingatkan bahwa ketika para ulama sudah tidak ada lagi di muka bumi, kiamat akan datang. Dunia dipimpin oleh orang-orang bodoh, ilmu akan diangkat, dan kesesatan akan menyebar. Meninggalnya ulama merupakan musibah besar, laksana bintang yang padam. “Kalianlah yang menjadi ulama yang mempertahankan alam semesta ini tetap ada,” pesan Kiai Zahid.
Hal ini juga tertuang dalam hadis:
إِنَّ اللهَ لَا يَقْبِضُ الْعِلْمَ انْتِزَاعًا يَنْتَزِعُهُ مِنَ النَّاسِ…
“Sesungguhnya Allah tidak mencabut ilmu seketika, tetapi dengan mencabut para ulama…” (HR. Muttafaq ‘Alaih)
Setelah menyampaikan tausiyahnya, Kiai Zahid mendoakan kebaikan bagi semua, khususnya para santri agar menjadi anak-anak yang saleh, berbakti kepada orang tua, dan berprestasi membanggakan mereka.