Pondok Pesantren Daar el-Qolam 3 Kampus Dza ‘Izza menyelenggarakan upacara peringatan Hari Guru Nasional pada Senin (25/11/2024). Bertindak sebagai Inspektur Upacara, Ustaz H. Indra Jaya, M.A., Wakil Mudir Bidang Pengajaran, menyampaikan amanat upacara dengan pesan-pesan yang begitu menggugah dan inspiratif di hadapan seluruh santri.
Ustaz H. Indra menjelaskan tiga hal penting yang digarisbawahi dalam peringatan Hari Guru Nasional dengan tema “Guru Hebat, Indonesia Kuat.” Pertama, kedudukan penting para guru yang tidak hanya mengajar, mendidik, membimbing, dan menilai hasil belajar. Kedua, guru tidak hanya berperan sebagai agen pembelajaran, tetapi juga sebagai agen peradaban. Dalam bahasa pesantren, ini disebut Ahl al-Riyâdah, di mana para guru merupakan Mundzir al-Qaum, Muslih al-Qaum, agen perubahan (agent of change), dan pembentuk peradaban baru, yang mengumpulkan sifat-sifat baik, yaitu para Ahl al-‘Izzah. Ketiga, guru memiliki peran menentukan kualitas sumber daya manusia, sebagai generasi penerus bangsa yang akan melanjutkan perjuangan dan bertanggung jawab dalam memajukan bangsa dan negara.
Di pesantren, para santri diajarkan untuk menghormati posisi mulia seorang guru. Bahkan Rasulullah saw. diutus sebagai guru. H. Indra mengutip sebuah hadis:
إِنَّمَا بُعِثْتُ مُعَلِّمًا
“Sesungguhnya aku diutus sebagai mu’allim (guru)” (HR Ad-Darimi).
Begitu mulianya, sampai-sampai Allah, para malaikat, serta seluruh penduduk langit dan bumi mendoakannya. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam hadis:
إِنَّ اللَّهَ وَمَلاَئِكَتَهُ وَأَهْلَ السَّمَوَاتِ وَالأَرْضِ، حَتَّى النَّمْلَةَ فِى جُحْرِهَا وَحَتَّى الْحُوتَ، لَيُصَلُّونَ عَلَى مُعَلِّمِ النَّاسِ الْخَيْرَ
“Sesungguhnya Allah dan para Malaikat, serta semua makhluk di langit dan di bumi, sampai semut dalam lubangnya dan ikan (di lautan), benar-benar mendoakan kebaikan bagi orang yang mengajarkan kebaikan kepada manusia” (HR Tirmidzi dan Thabrani).
Ustaz H. Indra menjelaskan bahwa guru memiliki kemuliaan karena mereka membangun jiwa dan akal, serta membina ruhiyah dan akhlak. Beliau juga menegaskan bahwa guru mendidik dengan prinsip keadilan, tanpa membeda-bedakan. Yang diutamakan adalah bagaimana nilai-nilai kebaikan dapat tertanam dalam diri murid-muridnya. Guru menempatkan keadilan di atas “kasih sayang,” sehingga mendidik dengan adil dan mengedepankan kebaikan untuk semua murid.
“Penting untuk diketahui, kata Syekh Jarnuzi dalam kitab Ta’lim al-Muta’allim, seorang pelajar tidak akan memperoleh kesuksesan ilmu dan tidak pula ilmunya dapat bermanfaat, kecuali jika ia mau mengagungkan ilmu itu sendiri dan menghormati gurunya,” ujar H. Indra.
“Jika kalian mencium tangan guru kalian, bukan sekadar mencium jasadnya, tetapi kalian sedang menghormati, memuliakan, orang yang Allah percayakan ilmu-Nya kepadanya. Di situ ada doa dari sang guru, di situ ada keridaan dari sang guru, di situ ada kebermanfaatan ilmu yang selalu didoakan oleh guru untuk kalian semua,” tambah beliau. Dengan begitu, diharapkan ilmu yang dipelajari menjadi berkah dan bermanfaat bagi santri, menjadi cahaya dalam setiap langkah kehidupan, serta menjadi wasilah bagi Allah Swt. untuk memberikan hidayah di tengah kehidupan yang penuh tantangan.
Ustaz H. Indra juga mengingatkan bahwa ketika umat Islam mengagungkan ilmu, hal itu telah mengangkat peradaban Islam pada zaman keemasan (golden age). Di masa Dinasti Abbasiyah, dunia Islam memiliki Bayt al-Hikmah (House of Wisdom), tempat berkumpulnya ilmuwan-ilmuwan yang sangat dihargai. Mereka menerjemahkan buku-buku dari berbagai peradaban, seperti Yunani, Romawi, Cina, dan lainnya. Karya-karya mereka dihargai dengan emas, menunjukkan betapa besar penghargaan terhadap orang-orang berilmu. “Inilah yang memunculkan peradaban dunia Islam yang menjadi inspirasi bagi dunia Barat modern,” ujar H. Indra.
H. Indra juga memberikan contoh Jepang, yang pernah hancur namun bangkit kembali berkat semangat belajar dan perjuangan intelektualnya. Hingga kini, Jepang menjadi salah satu negara terkuat di Asia dengan kedudukan yang kuat di dunia. “Itulah berkat peran guru, dan penghormatan pada guru serta ilmu,” tambah beliau.
Selanjutnya, H. Indra mengingatkan para santri tentang adab terhadap guru. Yang pertama, seorang murid harus memiliki sikap tawaduk. “Hendaknya kalian merendahkan hati kalian di hadapan guru-guru kalian,” pesannya.
Kedua, taat kepada guru. Beliau mencontohkan kisah Nabi Musa yang cerdas dan berilmu, namun atas perintah Allah Swt. beliau belajar kepada Nabi Khidir. Nabi Musa mentaati Nabi Khidir sebagai gurunya. Dari sini, H. Indra mengingatkan para santri untuk tidak pernah mengeluh dengan pelajaran atau tugas yang diberikan, karena semuanya bertujuan untuk kebaikan para santri. Jangan bersikap angkuh atau sombong terhadap guru.
Ketiga, hormati guru. “Berikan penghormatan yang terbaik untuk guru. Masuk kelas tepat waktu, belajar tepat waktu, lakukan tugas sesuai yang diperintahkan. Mudah-mudahan dengan langkah-langkah semacam itu, Allah akan memberikan hidayah kepada kalian,” ujar beliau.
H. Indra menutup dengan doa bersama, mendoakan para masayikh, seluruh guru yang telah berjuang dan istiqâmah sejak awal berdirinya Pondok Pesantren Daar el-Qolam, serta para guru dan santri saat ini agar tetap istiqâmah dan meraih barakah.