Mudir al-Ma’had: “Ujian untuk Belajar, Bukan Belajar untuk Ujian”

Menjelang ujian, para santri Pondok Pesantren Daar al-Qolam 3 Kampus Dza ‘Izza senantiasa mendapatkan nasihat pencerahan dari Mudir al-Ma’had, K.H. Zahid Purna Wibawa, S.T. Dalam kesempatan menjelang ujian, Kiai Zahid menjelaskan makna dari ungkapan “Ujian untuk belajar, bukan belajar untuk ujian”, sebagaimana yang dilansir dari kanal Youtube Daar el-Qolam 3.

Kiai Zahid mengawali penjelasannya dengan menyebutkan sebuah ungkapan dari ulama mengenai ilmu, yang menyatakan bahwa “ilmu adalah salat tersembunyi dan ibadah hati.”

العلم صلاة سرّي، وعبادة القلب
“Ilmu adalah salat tersembunyi dan ibadah hati.”

Dengan ungkapan ini, beliau mengingatkan para santri tentang keutamaan menuntut ilmu sebagai salat tersembunyi (sirr) dan ibadah hati, yang berarti erat kaitannya dengan mengingat Allah (dzikrullah). Sebagaimana salat, yang esensinya adalah dzikrullah, demikian pula menuntut ilmu.

“Kita menuntut ilmu, karena itu ilmu adalah ibadah,” kata Kiai Zahid menegaskan di hadapan para santri. “Belajar bukan untuk ujian, tapi ujian untuk belajar. Artinya belajar itu sepanjang hayat,” sambungnya, memberi pemahaman yang dalam tentang esensi pendidikan yang tidak hanya terbatas pada tujuan akademik semata, melainkan ibadah yang mulia. Kalau tujuan belajar hanya untuk ujian, maka selepas ujian tidak belajar lagi. Padahal belajar adalah ibadah sepanjang hayat. Ujian atau tidak, belajar tetap menjadi nafas kehidupan hingga liang lahat.

Beliau pun merujuk kepada hadis yang sangat terkenal tentang pentingnya menuntut ilmu, yaitu:

اطلبوا العلم من المهد إلى اللحد
“Carilah ilmu dari buaian hingga ke liang lahat.”

Hadis ini menjadi pengingat bahwa belajar adalah proses sepanjang hidup yang tak pernah berhenti.

Lebih lanjut, Kiai Zahid menegaskan pentingnya niat yang lurus dalam belajar, yang bukan semata untuk mengejar nilai, tetapi untuk mendapatkan berkah dari ilmu tersebut. “Saya belajar karena ingin nilai saya bagus. Salah. Saya belajar karena niat ibadah, menuntut ilmu,” tegasnya, mengingatkan bahwa tujuan belajar yang benar adalah untuk memperoleh manfaat yang lebih besar, yakni dekat dengan Allah dan meningkatkan kualitas diri.

Beliau juga memberikan pesan yang penting tentang penggunaan buku sebagai sarana belajar. “Tidak ada guna kalian membawa buku-buku itu kalau kalian hanya sekadar pegang. Tak ada guna kalian membawa buku-buku itu hanya karena kalian diperintahkan, kemudian kalian hanya berjalan-jalan, tidak kalian duduk membacanya,” ujar beliau, mengingatkan agar buku yang dimiliki benar-benar dibaca dan dipelajari dengan baik sebagai sumber ilmu.

Kiai Zahid pun tidak lupa mengingatkan para santri tentang pentingnya merawat buku sebagai sarana untuk menuntut ilmu. “Jangan sembarangan menyimpan buku,” ucapnya. “Jangan sampai kehilangan buku,” lanjut beliau, menekankan bahwa buku adalah aset yang sangat berharga dalam proses menuntut ilmu.

Kemudian beliau mengingatkan kepada para santri tentang apa yang selalu diingatkan oleh pengasuh pondok:

خَيْرُ جَلِيْسٍ فِي الزَّمَانِ كِتَابٌ
“Sebaik-baik teman duduk di setiap waktu adalah buku.”

Buku adalah teman sejati yang selalu memberikan ilmu dan pengetahuan. Karena itu bukunya dibaca, bukan sekadar dibawa-bawa.

Kiai Zahid pun mendoakan kepada para santri yang akan menghadapi ujian. “Mudah-mudahan kalian semua bisa lolos dalam ujian tahun ini dengan baik,” harapnya, memberi semangat dan dukungan untuk kesuksesan mereka.

Dengan nasihat-nasihat ini, Kiai Zahid tidak hanya memberikan pemahaman tentang pentingnya ilmu, tetapi juga cara yang benar dalam meraihnya—dengan niat yang ikhlas, usaha yang sungguh-sungguh, merawat buku-buku, dan dengan menjaga setiap langkah dalam perjalanan menuju ilmu yang bermanfaat.

Skip to content