Ujian adalah bagian penting dari proses pembelajaran, untuk mengukur seberapa jauh pencapaian yang diraih, sekaligus menjadi bahan evaluasi agar terus ditingkatkan. Karena itu, diperlukan persiapan yang matang sebelum menghadapi ujian, salah satunya dengan memeriksa kembali kelengkapan buku-buku dan catatan-catatan sebagai sumber rujukan. Hal ini memudahkan santri belajar dengan sumber yang rapi dan lengkap saat ujian, serta mendidik mereka agar terbiasa menulis dan mencatat ilmu yang didapat.
“Taftîsy al-Kutub (تَفْتِيْشُ الكُتُبِ) adalah istilah dalam bahasa Arab yang berarti pemeriksaan buku pelajaran atau buku tulis. Ini adalah kegiatan yang menjadi rangkaian atau salah satu syarat bagi santri sebelum ujian. Kegiatan ini dilaksanakan serempak, baik untuk santri putra maupun putri,” jelas Ustaz TB. Wildanul Hakim, S.Hum., dari Bagian Pengajaran, pada Ahad (3/11/2024).
Ustaz Wildan menegaskan bahwa Taftîsy al-Kutub sangat penting karena sesuai dengan ajaran Ta’alim al-Muta’allim, di mana seorang pelajar atau santri tidak akan sukses dalam belajarnya kecuali jika ia menghormati ilmu. “Salah satunya, dengan menulis apa yang diajarkan oleh guru,” katanya.
Budaya menulis ini, kata Ustaz Wildan, sangat penting sebagaimana dipelajari dalam mahfuzhat. “Ilmu itu seperti hewan buruan, jika tidak diikat maka akan lepas. Sama halnya dengan ilmu; kalau ilmu tidak dicatat, tidak ditulis, maka akan hilang ditelan waktu,” ujarnya. Dalam mahfuzhat, yang dinukil dari perkataan Imam Syafi’i, disebutkan:
العِلْمُ صَيْدٌ وَ الْكِتَابَةُ قَيْدُهُ
قَيِّدْ صُيُوْدَكَ بِالْحِبَالِ الْوَاثِقَةِ
Ilmu itu seperti hewan buruan sedangkan tulisan adalah tali ikatannya,
Maka ikatlah hewan buruanmu dengan tali yang kuat.
Ustaz Wildan juga menjelaskan bahwa penting sekali dalam menulis ini, maka tujuanTaftîsy al-Kutub, pertama, untuk memastikan santri menulis dengan benar. Kedua, memastikan kesiapan santri sebelum mengikuti ujian, dan yang paling utama adalah agar santri ini bisa mengamalkan apa yang ditulisnya itu, agar tidak lupa. “Kapan pun dan di mana pun, sewaktu-waktu mereka lupa, mereka bisa mengecek kembali tulisannya,” katanya.
“Taftîsy al-Kutub ini adalah salah satu bentuk ikhtiar kita, dari pondok ini, supaya santri terbiasa menulis, dan supaya santri selalu hobi menulis, serta memastikan kesiapan mereka menghadapi ujian. Agar mereka mampu menghadapi ujian dengan maksimal,” terangnya.
Menurut Ustaz Wildan, tulisan harus benar dan diperiksa secara mendalam, karena ada kekhawatiran salah harakat, salah syakl, atau salah huruf. “Dalam bahasa Arab, kesalahan kecil seperti salah huruf, salah syakl, atau salah harakat bisa menyebabkan salah arti. Jadi, kita memeriksa sampai ke situ,” katanya. Dan yang diperiksa bukan hanya pelajaran-pelajaran pesantren, tapi juga pelajaran umum.
“Kemudian juga memastikan batasan-batasan materi yang dicapai. Apakah santri ini sudah selesai mencapai batasannya? Jika belum, kita anjurkan untuk menulis ulang atau murajaah kembali. Santri yang belum lulus ujian Taftîsy dinyatakan belum lengkap catatannya. Tapi kalau catatannya sudah lengkap, berarti dia sudah lulus dan siap menghadapi ujian tertulis maupun ujian lisan,” jelasnya.
Ustaz Wildan berharap ke depannya santri selalu menyadari pentingnya ilmu, harus memuliakan ilmu, dan tidak boleh menyepelekan ilmu. “Apa yang didapat, harus ditulis. Di dalam kelas atau di luar kelas, harus ditulis,” ujarnya. Ini adalah kebiasaan baik yang dilakukan oleh para ulama dan ilmuwan.
“Insya Allah, kalau santri terbiasa menulis, tulisannya akan rapi dan sesuai kaidah. Termasuk juga dalam menjaga kerapian buku ataupun kitab. Ini bagian dari ta’zim al-‘ilm,” ujarnya.
“Harapannya, dengan santri-santri Dza’izza yang mentakzimkan ilmu, semoga ke depannya mereka bisa menjadi Ahl ‘Izzah yang berwawasan global, menjadi Ahl al-Ziyâdah, Ahl al-Qiyâdah, dan Ahl al-Riyâdah di mana pun mereka berada, serta mengamalkannya di masyarakat nanti,” pungkasnya.