Kitab kuning, sebagai warisan intelektual Islam yang kaya, bukan sekadar literatur klasik. Di tengah derasnya arus globalisasi dan modernisasi, kitab kuning tetap menjadi pilar penting dalam menjaga identitas dan keutuhan pendidikan pesantren. Memahami dan mempelajari kitab kuning merupakan bagian esensial dari pendidikan pesantren, sejalan dengan prinsip “Merawat tradisi, merespons modernisasi.”
Namun, hasil penelitian Litbang Kementerian Agama (Kemenag) tahun 2010 menunjukkan adanya penurunan signifikan dalam pengajaran kitab kuning di pondok pesantren. Fenomena ini mengindikasikan bahwa tradisi pengajaran kitab kuning yang dahulu menjadi pilar utama dalam pendidikan pesantren mulai tergerus oleh perubahan zaman. Padahal, pengajaran kitab kuning merupakan fondasi bagi pengembangan akhlak dan keilmuan santri. Identitas sebuah pesantren pun tidak dapat dipisahkan dari pengajaran kitab kuning.
Menurut Ustaz Farhan Marhaman, S.Hum., pengajar di Pondok Pesantren Daar el-Qolam 3 Kampus Dza ‘Izza, saat ini santri menghadapi banyak tantangan yang mengalihkan fokus mereka dari belajar, terutama dalam mempelajari kitab kuning.
“Penurunan ini terjadi karena banyak faktor. Salah satunya adalah adanya tantangan yang dihadapi oleh santri itu sendiri. Anak-anak sekarang lebih tertarik pegang handphone daripada kitab kuning, sehingga fokus mereka untuk menguasai kitab kuning jadi relatif rendah,” ujarnya saat diwawancara pada Jumat (9/8/2024).
“Ketika dijenguk orang tua, mereka bukannya menunjukkan kemampuan berbicara bahasa Arab atau membaca kitab kuning, justru yang dicari HP, mereka disibukkan dengan HP, posting foto, scroll media sosial, dan lain sebagainya. Salah satu faktor terbesarnya itu menurut saya. Sehingga kemampuan mereka perlu ditingkatkan lagi, karena tidak fokus mempelajari kitab kuning,” tambahnya.
Menurut Ustaz Farhan, selain kurangnya fokus, mereka juga perlu meningkatkan kesadaran dan tujuan mempelajari kitab kuning. “Harus ditingkatkan kesadaran bahwa kita sebagai umat Muslim punya kewajiban untuk mempelajari ilmu-ilmu yang menjadi dasar agama, seperti akidah, fikih, dan lainnya,” ungkapnya.
Dalam hal ini, Ustaz Farhan pun menekankan pentingnya menguasai ilmu nahwu dan sharaf. “Ketika kita sudah tahu nahwu/sharaf, hal itu menjadi kunci untuk menguasai kitab kuning, di mana dalam kaidah disebutkan, ‘Sharaf itu ibunya ilmu, nahwu adalah bapaknya.’ ( الصرف أم العلوم و النحو أبوها) Bagaimana kita bisa mendapatkan ilmu-ilmu lain kalau kita tidak menguasai ibu dan bapaknya. Di situlah kunci ilmu, nahwu/sharaf,” jelasnya.
Ustaz Farhan mengingatkan bahwa tujuan orang tua mendidik anaknya di pesantren seharusnya tidak hanya untuk menjauhkan anak dari pengaruh lingkungan yang buruk. Lebih dari itu, ada harapan agar anak dapat memahami ilmu agama dan membentuk akhlak yang mulia, yang salah satunya terkait erat dengan mempelajari kitab kuning. “Masuk pondok bukan hanya untuk mengamankan anak dari pengaruh lingkungan yang buruk, tapi harus lebih dari itu,” ujarnya.
Terlebih dalam kitab kuning mengandung ajaran-ajaran akhlak mulia yang sangat bermanfaat bagi para santri. “Di sini dipelajari Alfiyah Ibn Malik, Tafsir Munir, Ta’lim al-Muta’llim, Jurumiyah, akhlaq li al-banin,” ungkapnya.
Ustaz Farhan berharap pelajaran kitab kuning semakin meningkat. Para santri pun dapat merasakan manfaatnya, baik dari segi pendalaman ilmu agama maupun membentuk karakter atau akhlak mereka. Karena itu ia berharap, pembelajaran kitab kuning mendapatkan fokus perhatian, bersama dengan penguasaan bahasa Arab.
“Jika memungkinkan, saya berharap tahun pertama para santri difokuskan untuk penguatan bahasa Arab bersama dengan pembelajaran nahwu sharaf-nya. Memperbanyak membaca dan menulis Arab. Itu dasar,” ujarnya.
Pengajaran kitab kuning tidak dapat dianggap sebagai warisan masa lalu semata, melainkan sebagai fondasi kokoh yang dapat memperkuat identitas dan karakter santri di tengah arus globalisasi. Oleh karena itu, revitalisasi pengajaran kitab kuning harus menjadi prioritas, didukung oleh strategi pendidikan yang mampu menyeimbangkan kebutuhan akan pengetahuan agama yang mendalam dan keterampilan dunia modern. Dengan begitu, pesantren akan terus menjadi garda terdepan dalam mencetak generasi yang berilmu, berakhlak, dan siap berkontribusi positif bagi masyarakat dan bangsa.