Ungkapan “Tuntutlah ilmu sampai ke negeri China (Tiongkok)”, sudah sering kita dengar. Bahkan saya sudah sering mendengarnya dari guru mengaji waktu masih SD. Meskipun hadis ini dikategorikan sebagai hadis dha’if dalam kajian ilmu hadis, ungkapan tersebut tetap memiliki nilai historis yang signifikan. Ungkapan ini menunjukkan bahwa sejak masa Nabi dan generasi setelahnya, bangsa Arab sudah mengenal bangsa China, khususnya dalam konteks perdagangan. Bangsa China dikenal sebagai bangsa pedagang, dan ungkapan tersebut menggambarkan bahwa ilmu perdagangan penting untuk dipelajari, bahkan dari bangsa yang secara geografis jauh dari Arab. Tidak ada larangan dalam Islam untuk mempelajari ilmu, termasuk ilmu bisnis dan perdagangan, dari sumber non-Muslim.
Menarik untuk dikaji hubungan bisnis dan perdagangan antara bangsa Arab dan China karena dari sini kita dapat melihat bagaimana penyebaran dakwah Islam berlangsung. Penyebaran ini sering kali terjadi melalui interaksi sehari-hari yang diwarnai dengan akhlak yang baik dan kerja sama yang harmonis. Orang-orang tertarik memeluk Islam karena terkesan dengan akhlak kaum Muslim.
Sejarah juga menunjukkan bahwa bangsa China memainkan peran penting dalam penyebaran Islam, baik di tanah air mereka sendiri maupun di Nusantara. Di wilayah Nusantara misalnya, kita mengenal Laksamana Cheng Ho, seorang tokoh penting dalam penyebaran Islam. Peran para pedagang China yang telah memeluk Islam dalam bidang dakwah tidak bisa diabaikan, seperti halnya peran para pedagang Arab.
Sudah Terkenal Sejak Masa Nabi Muhammad
Hubungan perdagangan antara China dan wilayah Arab, termasuk Mekkah dan Madinah di masa Nabi Muhammad, merupakan topik yang menarik dalam sejarah perdagangan kuno. Meskipun tidak ada catatan langsung yang menyebutkan interaksi antara Nabi Muhammad dan pedagang China, beberapa aspek penting dapat menjelaskan hubungan ini.
Kita dapat mengetahui hal ini dari keberadaan Jalur Sutra (Silk Road), sebagai salah satu jalur perdagangan utama yang menghubungkan China dengan Timur Tengah dan Eropa. Barang-barang dari China, seperti sutra, porselen, dan rempah-rempah, diperdagangkan ke wilayah Arab melalui rute darat dan laut. Prof. Valerie Hansen, seorang sejarawan di Universitas Yale, New Haven (AS), mengungkapkan bahwa Jalur Sutra tidak hanya merupakan jalur perdagangan tetapi juga jalur penyebaran budaya dan agama, termasuk Islam, yang menyebar melalui jaringan ini (Hansen, 2012). Ini menunjukkan bahwa interaksi perdagangan antara China dan wilayah Arab sudah ada sejak lama, bahkan jauh sebelum masa Nabi Muhammad.
Sementara itu, Mekkah adalah pusat perdagangan strategis di Semenanjung Arab. Kafilah dagang yang sering berkunjung ke Mekkah membawa barang-barang dari berbagai daerah, termasuk China dan India. Pedagang Arab memainkan peran penting sebagai perantara dalam jalur perdagangan global, menjual barang dari Timur ke Barat dan sebaliknya.
Setelah munculnya Islam, hubungan perdagangan ini terus berkembang. Pengaruh Islam menyebar melalui jaringan perdagangan ini, yang memengaruhi pertukaran budaya dan pengetahuan antara Timur dan Barat. Prof. Muhammad Abdul Jabbar Beg, seorang sejarawan Islam, mencatat bahwa perdagangan memainkan peran kunci dalam penyebaran Islam, dan hubungan perdagangan antara dunia Muslim dan China sangat penting dalam konteks ini (Beg, 1983).
Selain itu, catatan sejarah dari masa Dinasti Tang di China menyebutkan kehadiran orang-orang Arab di pelabuhan-pelabuhan China, yang menunjukkan adanya interaksi perdagangan langsung antara pedagang Arab dan China pada masa tersebut. Meskipun tidak ada bukti langsung mengenai interaksi antara Nabi Muhammad dan pedagang China, hubungan perdagangan antara kedua wilayah ini sudah terjalin sejak lama dan memainkan peran penting dalam pertukaran budaya dan ekonomi. Para pedagang Muslim telah menyebar ke beberapa wilayah di China melalui Jalur Sutra, baik hanya singgah sementara ataupun menetap.
Dakwah dan Perdagangan
Penyebaran Islam di kalangan pedagang Arab membawa dampak signifikan pada interaksi mereka dengan China. Sejarawan dan pakar perdagangan lintas budaya, Jonathan Lipman, menekankan bahwa penyebaran Islam di kalangan pedagang Arab membawa etika perdagangan baru yang menekankan pada kejujuran, keadilan, dan kepercayaan” (Lipman, 1997). Prinsip-prinsip Islam yang menekankan perlakuan adil terhadap semua orang menjadi panduan bagi para pedagang Muslim, yang pada gilirannya memperkuat hubungan dagang dengan mitra mereka di China. Ini tidak hanya meningkatkan volume perdagangan tetapi juga kualitas interaksi, menciptakan rasa saling percaya yang lebih besar.
Sejarawan John O. Voll dalam kajiannya menyebut bahwa Islam memainkan peran penting dalam penyebaran pengetahuan ilmiah dan budaya antara dunia Arab dan China (Voll, 1994). Setelah masa Nabi Muhammad dan umat Muslim mencapai banyak sekali kemajuan-kemajuan, pedagang Muslim membawa pengetahuan ilmiah, teknologi, dan budaya dari dunia Islam, yang berinteraksi dengan tradisi panjang ilmu pengetahuan di China. Pertukaran intelektual ini termasuk astronomi, kedokteran, dan matematika, yang memperkaya kedua budaya.
Pengaruh Islam juga terlihat dalam arsitektur dan seni. Arkeolog Michael Gasper menyatakan bahwa peninggalan arsitektur Islami, seperti masjid, dan seni kaligrafi yang diperkenalkan oleh pedagang Muslim, meninggalkan jejak yang signifikan di wilayah pesisir China (Gasper, 2009). Hal ini menunjukkan adanya pengaruh budaya yang mendalam dan saling menghargai.
Namun, perbedaan budaya dan agama kadang menimbulkan ketegangan. Menurut antropolog Patricia Risso, tantangan dalam interaksi ini sering kali terkait dengan perbedaan dalam kebiasaan dan nilai-nilai, tetapi perdagangan tetap menjadi jembatan yang menghubungkan kedua peradaban (Risso, 1995). Meski ada tantangan, perdagangan dan pertukaran budaya ini lebih banyak membawa dampak positif karena mendorong pemahaman dan dialog antar kedua budaya.
China juga memberikan pengaruh besar terhadap masyarakat Arab Muslim. Komoditas seperti porselen, teh, dan teknologi pembuatan kertas, yang diperkenalkan oleh China, menjadi populer di dunia Islam. Ahli sejarah teknologi, Donald Hill, menyebutkan bahwa teknologi pembuatan kertas yang diperkenalkan oleh China memainkan peran penting dalam penyebaran ilmu pengetahuan di dunia Islam, memperkuat literasi dan dokumentasi ilmiah–khususnya melalui buku-buku (Hill, 1993).
Dengan demikian, masuknya Islam ke dalam masyarakat pedagang Arab tidak hanya mengubah cara mereka menjalankan perdagangan tetapi juga memperluas pengaruh budaya dan intelektual antara dunia Islam dan China. Hubungan ini merupakan cerminan awal dari globalisasi dan pertukaran budaya, menunjukkan bagaimana agama dan perdagangan dapat bekerja sama dalam membentuk sejarah manusia. Pengaruh antara pedagang Arab dan China selama periode ini adalah bukti kekuatan dialog antar budaya, yang mampu melampaui perbedaan dan membangun hubungan yang saling menguntungkan.
Jadi, ungkapan “Tuntulah ilmu sampai ke negeri China” memiliki akar sejarah yang kompleks terkait hubungan antara bangsa Arab dan China melalui jalur perdagangan, yang pada gilirannya menjadi sarana penyebaran Islam secara damai. Sekarang, China menjadi salah satu negara yang tengah maju dalam bidang ekonomi dan teknologi. Jadi, tidak ada salahnya bukan, sekali lagi umat Muslim belajar ke negeri China?
Daftar Pustaka
Beg, Muhammad Abdul Jabbar. 1983. “The Spread of Islam: The Contributing Factors.” Islamic Studies, vol.22.
Gasper, Michael. 2009. The Power of Representation: Publics, Peasants, and Islam in Egypt. Stanford University Press.
Hansen, Valerie. 2012. The Silk Road: A New History. Oxford University Press.
Hill, Donald R. 1993. Islamic Science and Engineering. Edinburgh University Press.
Lipman, Jonathan N. 1997. Familiar Strangers: A History of Muslims in Northwest China. University of Washington Press.
Risso, Patricia. 1995. Merchants and Faith: Muslim Commerce and Culture in the Indian Ocean. Westview Press.
Voll, John O. 1994. Islam: Continuity and Change in the Modern World. Syracuse University Press.