
Ms. Rabiha Nasser, seorang guru asal Australia., yang menjadi guru tamu sejak 1-8 Oktober 2024, berkesempatan menjadi guru tamu di Pondok Pesantren Daar el-Qolam 3 Kampus Dza ‘Izza. Kesempatan ini tidak hanya membawa pengalaman baru bagi Ms. Rabiha, tetapi juga mempererat hubungan antara dunia pendidikan pesantren dengan budaya pendidikan internasional.
Pada salah satu momen yang hangat dan penuh kebersamaan, Ms. Rabiha duduk bersama Majelis Khidmah, pada Jum’at (4/10/2024) malam hari. Yang hadir saat itu, yaitu Ustaz Taftazani, Prof. Ismatu Ropi, M.A., Ph.D., Ustaz Wahyuni Nafis, M.A., Ustaz Ferdinal Lafendry, M.M., M.A., dan Dr. Aan Rukmana, M.A., M.M. Hadir pula Wakil Mudir Ustaz H. Indra Jaya, M.A. dan Ustaz Haerudin, M.Pd.
Dalam suasana ramah tamah, mereka berbincang santai tentang dunia pendidikan, membahas peluang dan tantangan yang dihadapi dalam membina generasi muda yang berwawasan global. Di iringi tawa hangat mereka berbincang dengan latar belakang budaya masing-masing.
Prof. Ismatu Ropi, dalam perbincangan tersebut, menceritakan kerja sama antara Pondok Pesantren Daar el-Qolam 3 dengan sejumlah universitas di luar negeri. “Hal ini sesuai dengan tagline “Go global, and be a global player,” ujarnya. Beliau menjelaskan bahwa pesantren berperan sebagai miniatur kehidupan yang mengajarkan kepada para santri untuk mengenal toleransi, keberagaman, dan saling menghormati. Di pesantren, santri dididik untuk berpikiran terbuka dan memiliki wawasan luas.

Ms. Rabiha terlihat terkesan dengan percakapan yang penuh kehangatan itu. Apalagi Prof. Ismat mengungkapkan bahwa pesantren ini seperti rumah kedua, atmosfernya membuat merasa seperti pulang kampung (home coming). Ia juga menekankan bagaimana kehidupan di pesantren mencerminkan nilai-nilai Islam yang sesungguhnya. “This is the Islamic way,” katanya, menekankan bahwa pesantren merepresentasikan ajaran Islam yang damai, tidak ada kaitan dengan terorisme.
Kehadiran Ms. Rabiha di Daar el-Qolam 3 menandai langkah penting dalam menjalin hubungan lintas budaya, di mana pendidikan menjadi jembatan untuk saling memahami dan menghormati perbedaan. Pesantren adalah contoh konkret bahwa Islam mengajarkan kedamaian, kebersamaan, dan penghargaan terhadap sesama—bertentangan dengan stigma negatif yang kerap dikaitkan dengan radikalisme.
Ms. Rabiha pun mengakui bahwa keberadaannya di pesantren terasa berkesan dengan atmosfer yang nyaman dan ramah, di tengah-tengah suasana belajar para santri yang menuntut ilmu. Apalagi sebagai guru tamu ia dapat berbagi ilmu dan pengalaman bersama para santri.
