Fokus Ujian: Meneladani Imam al-Ghazali dan Ibn Khaldun
Imam al-Ghazali fokus dalam berzikir, berpikir, dan mendalami ilmu hingga menghasilkan karya-karya yang bermanfaat sampai sekarang.

Saat ini, santri Pondok Pesantren Daar el-Qolam 3 Kampus Dza ‘Izza sedang melaksanakan ujian semester. Ujian ini bukan hanya sekadar evaluasi atas pengetahuan yang telah dipelajari, melainkan juga sebuah kesempatan untuk meningkatkan kualitas diri, terutama dalam hal konsentrasi, fokus, dan ketekunan dalam mendalami ilmu. Ujian memacu semangat dan kegigihan untuk belajar lebih giat lagi. Dalam konteks ini, ujian seharusnya menjadi momen untuk memperdalam ilmu dan meraih tujuan spiritual yang lebih tinggi.

Fokus dan konsentrasi dalam belajar adalah kebiasaan para alim ulama. Mereka mencurahkan waktunya untuk mendalami ilmu, bahkan tak segan untuk beruzlah. Bukan untuk memutus hubungan dengan dunia, tetapi untuk memfokuskan diri dalam belajar dan memperdalam ilmu yang kemudian memperkaya mereka dengan intuisi ilahiah. Dalam hal ini, kita dapat meneladani dua tokoh besar dalam sejarah Islam: Imam al-Ghazali dan Ibn Khaldun.

Imam al-Ghazali, seorang ulama besar dan filsuf Islam, menghabiskan beberapa tahun dalam uzlah setelah mengalami krisis spiritual dan intelektual. Ia menjauh dari dunia akademik dan kedudukan yang prestisius untuk lebih mendalami diri, beribadah, serta mengkaji kembali dasar-dasar ilmu pengetahuan. Pada masa ini, al-Ghazali, seperti yang dikatakan oleh Watt, menerima prinsip dasar kebenaran berkat “cahaya ilahi” melalui intuisi langsung (Watt, 1971: 134).

Selama masa uzlah tersebut, al-Ghazali berhasil menghasilkan karya monumental Ihya’ Ulum al-Din, yang tidak hanya mengandung pengetahuan keagamaan, tetapi juga mencakup berbagai aspek kehidupan manusia, mulai dari ibadah, akhlak, hingga tasawuf. Tak kalah penting, pengalaman reflektifnya melahirkan karya al-Munqidz min al-Dhalal, yang memberikan analisis kritis terhadap beragam aliran pemikiran dan metodologi. Keputusan al-Ghazali untuk beruzlah tidak menjauhkan dirinya dari dunia intelektual, malah justru memperkaya warisan ilmiah yang sangat berpengaruh bagi umat Islam hingga kini.

Sementara itu, Ibn Khaldun, seorang sosiolog dan sejarawan besar, juga menjalani masa-masa uzlah dalam hidupnya. Meskipun terkenal sebagai tokoh yang aktif dalam dunia politik dan pemerintahan, Ibn Khaldun menarik diri untuk merenung dan menulis, sehingga mampu menghasilkan karya monumental Muqaddimah—sebuah analisis tentang sejarah, masyarakat, dan peradaban yang menjadi rujukan penting dalam ilmu sosial. “Tidak diragukan lagi, ini karya terbesar dalam jenisnya yang pernah diciptakan oleh pikiran manusia dari setiap waktu dan tempat,” puji sejarawan Arnold Toynbee atas Muqaddimah. Marshall G. Hodgson juga menyebutnya sebagai pengantar umum sejarah peradaban Islam terbaik yang pernah ditulis (Irwin, 2018).

Ibn Khaldun fokus beribadah, membaca, dan menulis kitab Muqaddimah dalam sebuah gua yang berada di sebuah benteng, Qal’at Ibn Salamah.

Ibn Khaldun menunjukkan bagaimana fokus dan konsentrasi dalam beruzlah dapat meningkatkan kemampuan berpikir secara mendalam dan menghasilkan pemikiran yang melampaui zamannya. Menurut pengakuannya, hal tersebut ia dapatkan melalui pencerahan ilahiah, yang memandunya pada pengetahuan yang benar (Irwin, 2018)). Dengan orisinalitas karyanya dan kebaruan gagasannya, Ibn Khaldun menyandarkannya pada petunjuk Allah Swt.

Kisah Imam al-Ghazali dan Ibn Khaldun memberikan pelajaran bahwa fokus dan konsentrasi, baik dalam bentuk pengasingan fisik maupun pengalihan perhatian dari dunia luar, adalah sarana untuk mendalami ilmu dan meningkatkan kualitas ibadah. Dalam konteks ujian semester yang sedang dijalani oleh santri di Pondok Pesantren Daar el-Qolam 3, ujian bisa menjadi momen untuk melakukan uzlah intelektual dan spiritual.

Ujian bukanlah beban atau sesuatu yang menakutkan, melainkan peluang untuk memfokuskan perhatian pada ilmu yang sedang dipelajari. Seperti Imam al-Ghazali yang mengasingkan diri untuk meraih pemahaman yang lebih dalam, santri juga bisa menjadikan ujian sebagai titik untuk fokus dan berusaha memahami setiap materi dengan sungguh-sungguh. Dalam hal ini, ujian menjadi pemacu semangat untuk menelaah dan memperdalam ilmu pengetahuan, bukan sekadar sekumpulan soal yang harus dijawab.

Selain itu, ujian juga merupakan kesempatan untuk memperbaiki kualitas ibadah. Sama seperti uzlah yang dilakukan oleh Imam al-Ghazali, momen ujian dapat menjadi waktu untuk merenung, memperbaiki diri, dan mendekatkan diri kepada Allah. Dalam fokus mengerjakan ujian, santri dapat merasakan ketenangan hati, yang pada gilirannya akan meningkatkan kualitas ibadah mereka, baik yang bersifat wajib maupun yang sunnah.

Dengan demikian, ujian semester yang sedang dilaksanakan oleh santri kelas akhir Pondok Pesantren Daar el-Qolam 3 Kampus Dza ‘Izza adalah kesempatan untuk fokus dan memperdalam ilmu. Seperti yang dicontohkan oleh Imam al-Ghazali dan Ibn Khaldun, dengan fokus dan niat yang tulus, seseorang dapat memperdalam ilmu, bahkan menghasilkan karya besar. Ujian, yang awalnya mungkin dianggap sebagai ujian akademik semata, sebenarnya bisa menjadi ladang untuk mendalami ilmu dan memperdalam hubungan dengan Allah. Mari kita jadikan ujian ini sebagai momentum untuk fokus, konsentrasi, dan mengembangkan diri dalam ilmu serta ibadah.

Daftar Pustaka
Watt, William Montgomery. 1971. Muslim Intellectual: A Study of al-Ghazali. Edinburgh University Press.
Irwin, Robert. 2018. Ibn Khaldun: An Intellectual Biography. Princeton University Press.

Skip to content