Pengertian Sanad
Sanad diserap dari bahasa Arab (سند-يسند) artinya menyandarkan sesuatu kepada sesuatu. Kata ini menjadi salah satu istilah dalam ilmu hadis. Ulama qira’at mengartikan sanad sebagai jalur periwayatan hadis dari perawi hadis yang terakhir sampai kepada perawi hadis yang pertama, yaitu para sahabat Rasulullah ﷺ untuk mengetahui kualitas sebuah hadis, apakah hadis tersebut benar berasal dari Rasulullah ﷺ, atau tidak jelas dari mana asal usulnya. Meski masyhur di kalangan ahli hadis. Istilah sanad juga sering dipinjam dalam berbagai disiplin keilmuan agama di antaranya, ilmu al-Qur’an, Aqidah, Fiqh bahkan Tasawuf.
Jika diterjemahkan dalam istilah ilmiah, sanad bisa diartikan juga sebagai referensi atau rujukan dari otoritas yang terpercaya. Hanya bedanya, kalau referensi dalam dunia keilmuan identik dengan rujukan buku di mana sebuah informasi berasal, adapun sanad adalah referensi dalam bentuk manusia. Menyandarkan sebuah informasi, baik dalam bentuk pikiran, ucapan dan tindakan kepada seseorang itulah yang disebut sanad. Lantas, apa pengaruh dari keberadaan atau ketiadaan sanad ini dalam kehidupan beragama?
Sanad Dalam Kehidupan Beragama
Jauhnya jarak waktu dan ruang yang membentang di antara kita dengan zaman dan tempat Rasulullah ﷺ singgah, menjadi alasan terkuat mengapa mesti bersanad dalam beragama. Kalau bukan karena jasa para sahabat, tabi’in, dan orang-orang yang datang setelah mereka yang turut mengemban amanah dakwah agama ini, niscaya hari ini mungkin kita masih menyembah pohon dan bebatuan. Allah dengan hikmah dan kasih sayang-Nya memilih di antara para hamba-Nya orang-orang yang berjuang menyebarkan agama Islam di atas permukaan bumi. Sehingga tidak ada sejengkal tanah melainkan sudah mereka pijak dan warnai dengan warna putih damai keislaman.
Keberadaan mereka orang-orang yang memikul warisan utusan Tuhan memiliki pengaruh dan jasa yang luar biasa bagi orang-orang setelah mereka. Dalam rangka menjaga kemurnian ajaran agama, mereka mencatat dan mengabadikan nama-nama para ahli waris tersebut dari generasi ke generasi. Semua tercatat lengkap dan jelas kemudian akan diwariskan lagi setelahnya kepada para penerus sampai pada hari ini.
Keberadaan sanad dalam kehidupan seseorang layaknya sebuah pagar yang menata dan merapihkan pikiran, ucapan dan perbuatan agar tidak tumbuh liar dan sembarangan. Bukan sanad merenggut kebebasan seseorang dalam berpikir, perlu kita garis bawahi bahwa yang sedang kita bahas di sini adalah pentingnya sanad dalam beragama. Kita tahu bahwa agama tidak lahir dari diskusi antara Muhammad dan para malaikat ataupun para sahabat. Melainkan, datang dari Allah dengan kesempurnaan-Nya. Tugas nabi Muhammad hanya menyampaikannya sebagaimana mestinya dan kita lihat para sahabat menerima Islam dengan lapang tangan dan pikiran. Meskipun ada hal dalam Islam yang menurut akal dan adat mereka kurang relevan dengan zaman dan keadaan mereka kala itu. Contohnya, ketika Rasulullah ﷺ memberikan sebuah kepercayaan dan tanggung jawab besar kepada sahabat-sahabat yang pada saat itu terhitung belia usianya seperti Usamah bin Zaid ra. Beliau diamanahkan untuk memimpin sebuah pasukan perang untuk melawan pasukan tentara Byzantium pada saat usianya masih 18 tahun. Pada saat itu sahabat dibuat gempar oleh keputusan besar Rasulullah ﷺ, sehingga mereka berbondong datang menghadap Umar untuk mengusulkan agar yang menjadi panglima perang orang yang lebih tua dan berpengalaman. Umar pun menyampaikan aspirasi rakyat kepada beliau lalu Rasulullah menentangnya dan berkata bahwa Usamah dilahirkan untuk memimpin.
Ini adalah sedikit contoh daripada ajaran agama yang pokok-pokoknya bersifat baku dan bukan hasil pikir dari sebuah diskusi. Pada saat itu, penduduk setempat memiliki anggapan bahwa anak muda hanya boleh menjadi pengikut, pesuruh jika diperintah menunduk dan menurut. Tapi Rasulullah ﷺ datang untuk menghapus anggapan yang demikian. Beliau justru mempercayakan hal yang tidak tanggung-tanggung besarnya, panglima perang, membawahi ratusan ribu kepala, nyawa mereka berada dalam tanggungannya. Usamah pun berhasil menunjukkan kehebatannya dan sukses mengibarkan panji Islam yang diamanahkan kepadanya di tanah musuh.
Contoh di atas bisa kita jadikan patokan untuk membedakan mana orang yang bersanad dalam beragama, mana yang tidak jelas dari mana asal usul keilmuan, pemahaman dan cara pikirnya. Orang yang belajar dan terdidik di tangan para guru yang memiliki sanad keilmuan yang jelas, tidak akan memandang sebelah mata potensi yang ada pada jiwa-jiwa muda. Jika dirasa pemuda di zamannya belum siap meneruskan estafet kepemimpinan, ia akan membimbing mereka dan mengajarkan dan mengarahkan, bukan malah menjatuhkan dan membunuh kepercayaan dirinya. Adapun manusia yang hari ini mengakui dirinya sebagai manusia intelektual, cendekiawan dan ilmuwan namun masih memiliki anggapan seperti yang ada pada orang-orang zaman Jahiliyah, ambil kabar bahwa ia tidak memiliki sanad keilmuan yang baik.
Dalam beragama, kita mesti peduli tentang praktik ibadah yang rutin kita lakukan. Baik yang berupa ucapan ataupun perbuatan. Selain harus berlandaskan dalil, ibadah juga mesti kuat sandarannya. Dari siapa kita belajar agama adalah pertanyaan yang mesti kita jawab supaya kita tahu kepada siapa kita sandarkan ajaran Islam ini, agar jelas asal-usulnya. Jangan-jangan masih banyak ibadah yang sampai hari ini kita kerjakan namun sampai hari ini juga kita belum bisa memastikan keabsahannya. Semoga Allah banyak-banyak memaklumi kita, hamba-Nya.
Dalam upaya memperkecil kesalahan dalam beribadah dan kekeliruan dalam memahami agama, mari kita peduli dengan sanad yang menyambungkan kita dengan para leluhur saleh lagi alim laksana serangkaian gerbong kereta yang berjalan runtun di belakang satu kepala pada jalur khusus melaju lesat ke tempat pemberhentian terakhir, Surga.
Di antara perkataan para ulama tentang pentingnya sanad adalah sebagai berikut:
- Ad-Dailami (509 H) meriwayatkan sebuah hadis dari Ibn Umar (73 H) radhiyallah anhuma dengan status hadis marfu’, ”Ilmu adalah agama, shalat adalah agama maka perhatikanlah dari siapa kalian mengambil ilmu ini dan bagaimana kalian melaksanakan shalat karena sesungguhnya kalian kelak akan dimintakan pertanggungjawaban di hari akhir.”
- Pada muqaddimah kitab Shahih Muslim, Ibn Mubarak (171 H) berkata :”Sanad itu bagian dari agama. Kalau bukan karena sanad niscaya orang akan berkata sesuka hatinya.”
- Imam Syafi’i berkata (204 H) :”Orang yang menuntut ilmu hadits tanpa sanad seperti tukang kayu yang mengumpulkan kayu pada malam hari sedang diantara kayu tersebut ada ular dan dia tidak mengetahuinya.”
- Dalam kitab At-Tibyan fii Adab Hamalatil Qur’an, Imam An-Nawawi berkata: “sesungguhnya sanad merupakan diantara sesuatu yang harus diperhatikan dan diketahui oleh guru maupun murid dan sungguh tercela bagi keduanya jika tidak mempedulikan sanad. Karena sesungguhnya seorang guru yang mengajarkan ilmu bagi seorang murid adalah bapaknya dalam agama dan perantara yang menghantarkannya kepada Tuhan-nya. Sesungguhnya keistimewaan umat ini ada pada sanad sebagaimana marga merupakan sebuah kebanggaan bagi orang arab. Sanad juga memiliki faidah yang sangat banyak dalam menjaga agama dari penyimpangan dan penyelewengan. Umat islam sudah lebih dulu perhatian terhadap sanad semenjak generasi sahabat kemudian datang setelah mereka para tabi’in dan orang-orang setelahnya. Semuanya kompak menjaga sanad serta menggigitnya erat-erat dengan gerahamnya.
Perkataan di atas, cukup kita jadikan sebagai pegangan dan pelajaran tentang pentingnya sanad dalam beragama. Tidak ada lagi alasan bagi kita untuk tidak memperhatikan sanad khususnya dalam urusan agama. Selain ucapan para ulama di atas, kita juga bisa menemukan karya-karya mereka dalam bentuk kitab yang isinya hanya kumpulan-kumpulan sanad (Tsabt) dari apa yang mereka pelajari dari guru-gurunya, baik berupa bacaan kitab atau riwayat hadits, yang bersambung sampai kepada Rasulullah ﷺ. Salah satu di antaranya adalah kitab Nafahatul Miskil ‘Athiri fii Tsabti Wa Asanid Habib Salim Asy-Syathiri.
Ada banyak manfaat yang bisa kita petik daripada sanad ini, antara lain:
- Mewarisi keyakinan dalam memahami, mengamalkan dan menebarkan ajaran agama. Sehingga tidak ada lagi keraguan dan kekeliruan.
- Meminimalisir kesombongan yang kerap merayapi hati-hati penuntut ilmu. Karena dengan bersanad, seorang murid seharusnya lebih bersikap rendah hati. Karena ia sadar bahwa ilmu yang ada pada dirinya tidak lain dan tidak bukan hanyalah titipan dari Allah, warisan Sang Nabi yang diperoleh dari tangan ke tangan orang-orang sholeh demi menjaga kemurnian ajaran agama Islam.
- Memperkuat koneksi diri dengan para pendahulu, pemilik sanad yang bersambung sampai kepada Rasulullah ﷺ sehingga dengan itu semoga Allah curahkan lebih banyak rahmat dan keberkahan dalam kehidupan.
Semoga dengan mengetahui pengertian dan pengaruh serta pentingnya sanad dalam kehidupan beragama kita jadi lebih peduli dan lebih perhatian dalam mempelajari agama juga lebih selektif dalam memilih guru agama. Saya tutup dengan kutipan kalam Imam Al-Haddad beliau berkata: “إذا صدق عزم الطالب لوجد الشيخ أمام بابه” ‘Kalau benar niat seorang penuntut ilmu dalam belajar niscaya ia akan menemukan guru yang membimbingnya diambang pintunya.’
Daftar Pustaka
Muhammad bin sayyidi 1397 H, Kitab Al-Isnad indal Ulamail Qira’at
Syamsuddin Adz-dzahabi 748 H, Siyar A’lam An-Nubala