
Abu Dzar al-Ghifari adalah seorang sahabat Nabi Muhammad saw. yang terkenal dengan kejujuran dan keberanian dalam menyuarakan kebenaran. Dia adalah salah satu sahabat yang sangat mencintai keadilan dan kebenaran. Namun, ia sampaikan dengan penuh kelembutan dan kesabaran.
Suatu hari, Abu Dzar al-Ghifari berdebat dengan seorang musyrik Quraisy di Mekah. Musyrik tersebut mencoba untuk mencemarkan Nabi Muhammad saw. dengan perkataan yang buruk. Abu Dzar dengan tenang menjawabnya dengan perkataan yang baik dan beradab, tanpa membalas dengan kata-kata yang menyakitkan atau kasar.
Melihat kesabaran dan kebaikan Abu Dzar, musyrik tersebut merasa terkesan. Dia kemudian bertanya kepada Abu Dzar, “Siapakah kamu, wahai laki-laki yang memiliki akhlak yang begitu mulia?” Abu Dzar menjawab dengan lembut, “Aku adalah seorang sahabat Nabi Muhammad saw., yang diajarkan untuk selalu bersikap baik kepada semua orang, bahkan kepada mereka yang tidak menyukai kami.”
Musyrik tersebut sangat terkesan dengan sikap dan perkataan Abu Dzar yang baik, sehingga dia akhirnya memeluk Islam dan menjadi seorang muslim. Kisah ini menunjukkan betapa kuatnya dampak perkataan yang baik dan sikap yang beradab dalam menyebarkan kebenaran dan memenangkan hati orang lain. Kebenaran yang disampaikan dengan kata-kata yang baik akan lebih menyentuh hati dan menumbuhkan simpati.
Dalam pergaulan sehari-hari, perkataan yang baik memiliki peran yang sangat penting dalam menumbuhkan kenyamanan, kepercayaan, dan sikap saling menghormati di antara individu. Ketika seseorang menggunakan perkataan yang baik, mereka mampu menciptakan atmosfer yang positif dan ramah, yang pada gilirannya memperkuat persahabatan, mendorong terbentuknya kerja sama yang lebih efektif, dan mengembangkan interaksi sosial yang sehat. Dengan perkataan yang baik, kita tidak hanya membangun hubungan yang lebih erat dengan orang lain tetapi juga menciptakan lingkungan sosial yang mendukung pertumbuhan dan kesejahteraan bersama.
Dalam bukunya yang terkenal, How to Win Friends and Influence People, Dale Carnegie menyampaikan bahwa perkataan yang baik memiliki kekuatan untuk membangun hubungan yang positif dalam setiap situasi sosial. Carnegie mengajarkan bahwa cara seseorang berbicara dan menyampaikan pesan dengan penuh pengertian, empati, serta penghargaan kepada orang lain dapat menciptakan ikatan yang kuat dan membangun jembatan komunikasi yang efektif antara individu-individu. Pendekatan ini tidak hanya membantu dalam memperoleh persetujuan atau pengaruh, tetapi juga dalam membangun hubungan yang lebih baik dan lebih harmonis dengan orang lain dalam kehidupan sehari-hari.
Perkataan yang baik tidak hanya sekadar tentang kata-kata sopan, tetapi juga mencakup kejujuran, empati, serta kebijaksanaan dalam menyampaikan pikiran. Sebagaimana yang dikemukakan oleh William James, seorang psikolog dan filosof terkemuka, bahwa kata-kata adalah instrumen kekuatan yang paling hebat yang pernah diberikan kepada manusia. Mereka dapat merusak, menghancurkan, membunuh, atau membawa kehidupan dan kebahagiaan, dan membangun sesuatu yang indah dan tak ternilai harganya (James, 1890).
Penggunaan perkataan yang baik juga mencerminkan kepribadian dan nilai-nilai seseorang. Karenanya, penting untuk selalu berhati-hati dalam memilih kata-kata saat berinteraksi dengan orang lain. Seperti yang disarankan oleh psikolog John Gottman dalam konteks hubungan interpersonal, bahwa saat kita berbicara, kata-kata kita bukan hanya menggambarkan apa yang ada di dalam pikiran kita, tetapi juga siapa kita (Gottman, 1994).
Dalam konteks profesional, perkataan yang baik dapat menjadi kunci keberhasilan dalam karir seseorang. Daniel Goleman, seorang penulis yang dikenal karena karyanya mengenai kecerdasan emosional, menekankan bahwa kemampuan untuk mengkomunikasikan ide dengan jelas dan efektif melalui perkataan adalah keterampilan yang tak ternilai dalam dunia kerja modern (Goleman, 1995).
Jean-Paul Sartre, seorang filsuf eksistensialis, mengembangkan pemikirannya tentang peran kata-kata dalam membentuk realitas individual dan sosial. Menurutnya, kata-kata tidak hanya sebagai alat komunikasi tetapi juga sebagai penanda eksistensi manusia yang terus-menerus berjuang untuk menentukan makna dan tujuan hidupnya. Dalam karyanya Being and Nothingness, Sartre mengeksplorasi konsep kebebasan sebagai kemampuan untuk membuat pilihan dan tanggung jawab sebagai konsekuensi dari kebebasan tersebut. Ia menegaskan bahwa setiap kata yang diucapkan mengungkapkan pilihan dan nilai-nilai yang membentuk eksistensi individu dalam dunia yang penuh dengan ketidakpastian (Sartre, 1943).
Dengan demikian, perkataan yang baik bukan hanya sekadar urusan etika atau sopan santun, tetapi juga merupakan investasi yang berharga dalam membangun hubungan yang baik, memperkuat profesionalisme, serta mencerminkan integritas diri. Sebuah perkataan yang dipilih dengan bijak tidak hanya mampu menginspirasi, tetapi juga mampu membawa perubahan positif dalam kehidupan kita sehari-hari.
Perkataan yang baik tidak hanya mencerminkan nilai-nilai dan makna hidup yang menjadi bagian dari eksistensi kita, tetapi juga merupakan pilihan yang kita buat dengan bebas sebagai bagian dari cara kita merepresentasikan hakikat keberadaan diri kita. Perkataan yang baik menjadi cermin dari nilai-nilai yang kita anut dan makna hidup yang kita yakini sebagai bagian integral dari eksistensi kita. Saat memilih untuk menggunakan perkataan yang baik, kita tidak hanya mengungkapkan kebijaksanaan dan empati dalam berkomunikasi, tetapi juga mengungkapkan kepada dunia bagaimana kita memahami dan menerapkan nilai-nilai yang penting bagi kita. Dengan cara ini, perkataan yang baik tidak sekadar menjadi alat untuk menyampaikan pesan, tetapi juga menjadi representasi dari bagaimana kita menjalani kehidupan dan berinteraksi dengan orang lain secara harmonis dan bermakna.
Pustaka
Carnegie, Dale. How to Win Friends and Influence People. New York: Simon & Schuster, 1981.
Goleman, Daniel. Emotional Intelligence. New York: Bantam Books, 1995.
Gottman, John. Why Marriages Succeed or Fail. New York: Simon & Schuster, 1994.
James, William. Principles of Psychology. New York: Holt, 1980.
Sartre, Jean Paul. Being and Nothingness. Terj. B. Inggris Hazel E. Barnes. New York: Washington Square Press, 1943.