
Seorang guru sangat mengharapkan muridnya memiliki akhlak yang baik karena akhlak mencerminkan inti dari kepribadian seseorang serta menjadi dasar dalam interaksi sosial dan kehidupan sehari-hari. Menurut Ibn Miskawaih dalam Tahzib al-Akhlaq, akhlak adalah landasan bagi kepribadian manusia; dengan akhlak yang baik, seseorang dapat mencapai kedudukan yang tinggi di dalam ilmu pengetahuan dan kehidupan sosial. Hal ini menegaskan bahwa akhlak yang baik bukan hanya norma moral, tetapi juga kunci untuk mencapai pengetahuan yang mendalam dan kesuksesan dalam berinteraksi dengan orang lain. Dengan memperkuat akhlak, murid-murid dapat membentuk fondasi yang kuat untuk menjadi individu yang bertanggung jawab, empati, dan bermanfaat di masyarakat.
Hal ini disampaikan oleh Mudir al-Ma’had Pondok Pesantren Daar el-Qolam 3 Kampus Dza ‘Izza K.H. Zahid Purna Wibawa, S.T. dalam kesempatan Kuliah Etiket di hadapan seluruh santri sebelum perpulangan, pada Jum’at (14/6/2024) di Aula At-Tasabuq. Kiai Zahid memberikan nasihat agar para santri senantiasa menjaga dan memelihara akhlak sehingga ilmu yang mereka pelajari (yang diibaratkan air dalam botol) membawa manfaat.
“Ilmu yang dimiliki santri ibarat air dalam botol. Air itu ibarat ilmu yang perlu ditutup oleh Kuliah Etiket, dengan akhlaq al-karimah. Perlu ditutup, sehingga ilmu dapat bermanfaat bagi orang lain. Tapi bila berserakan menjadi tidak bermanfaat,” ujar Kiai Zahid.
Terlebih saat ini masyarakat sudah memasuki era society 5.0 di mana Artificial Intelligence (AI) dapat membantu kehidupan manusia dalam banyak hal. “Kalau manusia tidak berakhlak, apa bedanya dengan AI,” kata Kiai Zahid.
“Manusia diberikan akal untuk berpikir, sehingga manusia bisa belajar apa saja. Tapi manusia harus memiliki akhlak,” imbuhnya.
Kiai Zahid pun menjelaskan bahwa manusia diciptakan oleh Allah Swt. dalam keadaan suci. Kemudian kedua orang tua atau lingkunganlah yang membentuk kepribadiannya. Hal ini merujuk kepada hadis Nabi saw.:
كُلُّ مَوْلُودٍ يُولَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ، فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ،
“Setiap bayi lahir dalam keadaan fitrah. Kemudian kedua orang tuanya menjadikannya Yahudi atau Nasrani atau Majusi” (H.R. Bukhari dan Muslim).
Kiai Zahid menekankan betapa pentingnya sikap hormat terhadap orang tua sebagai kunci utama untuk meraih keberkahan dalam hidup. Beliau juga menyoroti bahwa menghormati guru, ilmu dan buku dengan menjaga adab-adabnya adalah sarana yang amat bernilai untuk meraih keberkahan. Menurut beliau, dengan memperkuat nilai-nilai ini, seseorang dapat membuka pintu-pintu keberkahan dalam setiap aspek kehidupan.
“Dunia ini luas, kamu harus ada di mana-mana. Kalau kamu belajar sungguh-sungguh, kamu hormat pada guru, hormat pada orang tua, hormat pada ilmu, itulah yang akan mendatangkan barakah. Karena bisa saja ilmu banyak tapi tidak barakah, malah mendatangkan kehancuran,” jelas Kiai Zahid.
Ilmu tidak akan mendatangkan barakah jika tidak menjaga adab-adabnya, termasuk hormat pada orang tua, guru, buku, dan ilmu. Ilmu itu sendiri sudah merupakan berkah karena bersumber dari Allah Swt. Namun, untuk benar-benar merasakan berkahnya, penting untuk senantiasa mematuhi adab-adab yang terkait dengannya.
Kiai Zahid menerangkan, bahwa ilmu tidak akan mendatangkan barakah jika tidak menjaga adab-adabnya, termasuk hormat pada orang tua, guru, dan ilmu. Ilmu itu sendiri sudah barakah karena bersumber dari Allah Swt. Namun, harus dengan menjaga adab-adabnya.
“Ilmu di muka bumi ini begitu luas, seberapa pun kamu menuntutnya, tapi kamu lupa siapa pemiliknya, maka ilmu itu benar pernah hinggap di pikiranmu, tapi dia akan mudah hilang,” jelas Kiai Zahid.

Ciri-ciri Perbuatan Akhlak
Kiai Zahid menguraikan pandangan Ibn Miskawaih tentang akhlak, bahwa akhlak adalah keadaan jiwa seseorang yang mendorongnya untuk melakukan perbuatan-perbuatan tanpa melalui pertimbangan pikiran. Sementara menurut Imam al-Ghazali akhlak adalah suatu sifat yang tertanam dalam jiwa yang darinya timbul perbuatan-perbuatan dengan mudah, dengan tidak memerlukan pertimbangan pikiran.
“Jadi, akhlak adalah cerminan dari sifat yang tertanam dalam jiwa,” ungkapnya.
“Biasakanlah memiliki sifat-sifat yang baik karena itu akan menjadi sifat jiwa,” lanjut Kiai Zahid dalam penjelasannya.
Selanjutnya Kiai Zahid mengungkapkan ciri-ciri akhlak. Pertama, perbuatan akhlak adalah perbuatan yang tertanam kuat dalam jiwa seseorang. “Jadi, kalau sudah tetap dan kontinu, sudah menjadi kepribadian dan mendarah daging,” ucap Kiai Zahid.
Kedua, perbuatan yang dilakukan dengan mudah dan tanpa pemikiran. “Karena sudah terbiasa, maka mudah melakukannya,” ujarnya.
Ketiga, perbuatan yang timbul dalam diri seseorang yang mengerjakannya tanpa ada paksaan atau tekanan dari luar.
Keempat, perbuatan yang dilakukan dengan sesungguhnya, bukan main-main.
Kelima, perbuatan yang dilakukan ikhlas karena Allah Swt.
Kiai Zahid melanjutkan dengan menyampaikan tentang hubungan antara manusia dengan Allah Swt. Perwujudkan akhlaknya adalah iman dan percaya terhadap kabar apa pun yang datang dari Allah Swt.
Kemudian akhlak dalam hubungannya dengan sesama manusia, yaitu: kejujuran, amanah, menjaga kehormatan, baik, adil. Berikutnya akhlak yang terkait dengan diri sendiri, yaitu: sabar, teratur, teliti, tidak tergesa-gesa. Lalu, hubungan dengan makhluk tak berakal (hewan, tumbuhan, dan lainnya), yaitu bersikap lembut.
Demikianlah akhlak mulia yang menjadi ajaran Islam. “Nilai-nilai Dza ‘Izza memberikan contoh untuk menjaga itu semua,” kata Kiai Zahid.
“Islam adalah rahmatan lil ‘alamin. Stigma Islam kekerasan harus dibuang,” tegas Kiai Zahid.
Kiai Zahid pun menyerukan agar kita semua menunjukkan akhlak yang baik, karena umat Islam adalah cerminan bagi ajaran Islam. Dari perilaku umat Islamlah, ajaran Islam dinilai.
“Dunia ini makin tidak menentu. Dunia ini butuh santri yang saleh dan salehah. Cermati, pelajari, dan buang yang buruk,” kata Kiai Zahid.
“Insya Allah, kalian adalah pemimpin-pemimpin di masa depan,” pungkasnya.