Pelantikan Pengurus MUMTAZA dan Sekjen Nihai 2024/2025

Pada Rabu, 11 September 2024, Pondok Pesantren Daar el-Qolam 3 Kampus Dza ‘Izza menggelar pelantikan pengurus baru MUMTAZA dan Sekjen Nihai untuk Tahun Ajaran 2024/2025. Acara ini menjadi momentum penting dalam pergantian kepemimpinan organisasi santri, yang diharapkan dapat membawa semangat baru dan kemajuan bagi seluruh warga pesantren.

Dalam kesempatan tersebut Mudir al-Ma’had Pondok Pesantren Daar el-Qolam 3 Kampus Dza ‘Izza K.H. Zahid Purna Wibawa, S.T. menyampaikan tausiyah dan pengarahan yang sarat makna. Beliau menekankan bahwa salah satu proses pendidikan di pesantren adalah kesiapan untuk dipimpin maupun memimpin.

“Banyak orang yang terkadang siap memimpin tetapi tidak mau dipimpin, atau tidak siap dipimpin. Banyak orang yang bisa mengkritik, tapi tidak mau dikritik. Banyak orang yang bisa mencari kesalahan orang lain, tapi tidak mampu untuk mencari kesalahan dirinya sendiri. Kenapa itu bisa terjadi? Karena keegoisan, kesombongan, dan kezaliman yang ada dalam hati manusia,” kata Kiai Zahid.

Kiai Zahid juga mendorong para santri untuk mengubah pola pikir mereka, hijrah dari cara berpikir tradisional ke arah yang lebih profesional. Kata Kiai Zahid, hal ini pernah disampaikan oleh K.H. Ahmad Syahiduddin (alm.). “Beliau mengatakan, ubahlah pola pikir. Bagaimana mengubah pola pikir? Mudah saja. Berhijrahlah dari berpikir tradisional kepada berpikir profesional,” ujar Kiai Zahid. Di dalamnya, perencanaan, diskusi, pelaksanaan, dan evaluasi menjadi bagian penting dari profesionalisme. Dengan profesionalisme, kata Kiai Zahid, seseorang tidak akan jatuh di lubang yang sama.

Profesionalisme juga menekankan sikap objektif, di mana kebenaran ditegakkan; yang benar harus tetap dianggap benar, sementara yang salah tidak boleh dibiarkan. “Yang haq itu haq, yang bathil itu bathil. Itu profesional,” ujar beliau.

Disiplin harus ditegakkan, kata Kiai Zahid, namun tidak dengan menjadi penguasa yang otoriter, melainkan pemimpin yang bijaksana. Dalam hal hubungan antar-santri, Kiai Zahid mengajarkan bahwa yang muda harus menghormati yang lebih tua, dan sebaliknya, yang lebih senior harus menyayangi dan menghormati yang lebih muda. Tanggung jawab juga menjadi poin penting dalam nasihatnya, di mana setiap orang harus melayakkan dirinya agar dapat bertanggung jawab dan dipercaya.

Kiai Zahid juga menekankan pentingnya keterbukaan terhadap perubahan dan jangan sampai terjebak dalam rutinitas yang kaku. “Jangan terjebak pada rutinitas, jangan alergi terhadap perubahan,” ucap beliau. Hal ini karena ada yang salah dalam memahami perubahan, tersebab tidak memahami khittah pesantren. Perubahan yang dilakukan selama ini sesuai dengan khittah pesantren.

Berikutnya Kiai Zahid memberikan motivasi untuk berprestasi. “Janganlah menghitung hari, tapi hitunglah prestasi,” ujar beliau. Harus diperhatikan seberapa banyak prestasi yang diraih, seberapa banyak meninggalkan jejak kebaikan bagi pesantren. “Prestasilah yang harus kalian buat, bukan kenangan buruk yang kalian tinggalkan,” lanjutnya.

Kiai Zahid juga mengingatkan tentang merawat tradisi, yaitu tradisi hasanah (tradisi yang baik), bukan tradisi sayyi’ah (tradisi yang buruk). Tradisi yang baiklah yang harus dirawat dan kembangkan, sementara tradisi yang buruk harus ditinggalkan.

Selanjutnya, beliau mengingatkan agar santri tidak menunggu kesempatan datang, tetapi aktif dan bersegera melakukan. “Lakukan apa yang bisa kalian lakukan sekarang, jangan menunggu kesempatan, karena kesempatan belum tentu terulang kembali, belum tentu kita hidup di kemudian nanti,” kata Kiai Zahid. Jadi, jangan menunda-menunda kebaikan yang akan kita lakukan.

“Masa lalu adalah milik sejarah, masa depan adalah milik Allah Swt, milik kita adalah saat ini,” kata Kiai Zahid. Karena itu jangan menunggu kesempatan, lakukan apa yang bisa kita lakukan saat ini dengan sebaik-baiknya.

Terkait pendidikan ilmu dan akhlak beliau singgung pula, bahwa keduanya harus seimbang. “Kalau hanya sekadar ilmu pengetahuan yang dimiliki, tapi tidak memiliki akhlak, itu bukan pendidikan pesantren,” ujar Kiai zahid. Beliaupun mendukung kegiatan-kegiatan literasi keilmuan tapi juga nilai-nilai spiritual juga ditingkatkan. Literasi keilmuan harus seimbang dengan nilai-nilai spiritual. Dengan demikian, setiap kegiatan di pesantren harus mengisi akal, jasad, dan rohani, sehingga santri dapat berkembang secara utuh.

Kiai Zahid juga mengajarkan tentang kesabaran, yaitu bukan kuat menunggu, tetapi terus berusaha tanpa menyerah sampai mendapatkan hasil yang lebih baik. Terakhir, beliau menekankan bahwa sistem yang baik akan berfungsi optimal jika dijalankan oleh orang-orang yang kompeten, sesuai pepatah “man behind the gun.”

Demikianlah, nasihat-nasihat ini menjadi pedoman bagi para santri dan pengurus baru dalam melaksanakan tugas mereka dengan penuh tanggung jawab, disiplin, dan semangat profesionalisme yang tinggi.