Konya, 29 Mei 2024—Mevlana Türbesi atau Mevlana Müzesi, menjadi saksi perjumpaan spiritual dalam doa dan munajat K.H. Zahid Purna Wibawa. Kiai Zahid menyapa Maulana Jalaluddin Rumi Sang Sufi agung asal Balkh yang sangat dihormati oleh masyarakat Turki. Di ruang suci makam itu, Kiai Zahid merentangkan doa untuk sufi yang terkenal dengan al-Matsnawi, sebuah mahakarya puisi sufistik yang mengalirkan ajaran-ajaran cinta Ilahi. Perjumpaan spiritual Kiai Zahid dengan Rumi, kiranya menjembatani hubungan spiritual antara dua negeri yang berpenduduk mayoritas muslim. Bukan sebatas kerja sama pendidikan tetapi juga nilai-nilai utama kehidupan yang bermuara pada Allah Swt. Bukan semata mengejar kesuksesan duniawi, tetapi juga nilai-nilai ukhrawi demi mengharap rida Allah Swt.
Kiai Zahid, bersama Majelis Khidmah yang diwakili oleh Prof. Ismatu Ropi, Ph.D. dan Dr. Aan Rukmana, M.A., M.M., berkesempatan untuk mengunjungi Turki guna menjalin kerja sama dengan beberapa Universitas seperti Izu, Halic, Istanbul Medipol, dan Kadir Has University. Dalam perjalanan ini, Kiai Zahid dengan penuh khidmat menyempatkan diri untuk mengunjungi makam Rumi, ikon spiritual abad ke-13 yang begitu dihormati. Di sana, beliau merenung, berdoa, dan menyerap kedamaian yang terpancar dari makam sang wali besar, mengharapkan berkah dan petunjuk untuk perjalanan ke depan.
Mevlana Türbesi atau Mevlana Müzesi (Makam atau Museum Maulana Rumi), merupakan salah satu tempat suci dan destinasi wisata yang paling terkenal di Turki. Makam ini terletak di Konya, sebuah kota yang kaya akan sejarah dan warisan budaya Islam. Kompleks makam ini terdiri dari beberapa bangunan, termasuk masjid kecil, ruang meditasi, perpustakaan, dan museum.
Masjid kecil di dalam kompleks makam digunakan untuk salat dan kegiatan keagamaan lainnya. Di dalam masjid, terdapat makam Rumi yang sederhana namun indah, ditutupi oleh sebuah kain hijau. Di sekitar makam, terdapat ruang meditasi yang tenang, tempat para pengunjung dapat duduk dan merenung.
Kompleks makam juga memiliki sebuah perpustakaan yang menyimpan koleksi naskah kuno dan buku-buku terkait kehidupan dan karya Rumi. Selain itu, terdapat museum yang menampilkan artefak-artefak berharga, seperti pakaian Rumi, alat musik tradisional, dan karya seni yang terinspirasi oleh ajaran-ajaran Rumi.
Tempat ini merupakan pusat spiritual bagi pengikut Rumi dari seluruh dunia, dan juga menjadi tempat wisata yang populer bagi wisatawan yang tertarik dengan sejarah, budaya, dan keindahan arsitektur Islam. Makam Rumi tidak hanya menjadi tempat ziarah yang mengagumkan bagi pengunjung, tetapi juga sebuah tempat yang memancarkan kedamaian dan kedalaman spiritual bagi siapa pun yang mengunjunginya.
Ajaran yang Sama
Perjumpaan yang indah antara seorang kiai dan Rumi melambangkan simpul spiritual yang terjalin erat dalam upaya meraih rida Ilahi. Meski berasal dari budaya dan bahasa yang berbeda, esensi yang diajarkan oleh Rumi sejalan dengan ajaran kiai. Mereka sama-sama mengajarkan tauhid, meraih ma’rifatullah, dan mengalirkan cinta kepada Yang Maha Esa, melalui dzikrullah dan proses penyucian jiwa, yang disebut tazkiyyatun-nafs. Dalam titik temu ini, terpancarlah keindahan harmoni spiritual yang melintasi zaman dan budaya, menguatkan ikatan hati dalam pencarian kebenaran mutlak.
Sebagaimana dijelaskan oleh Colema Barks dalam The Essential Rumi (1995), ajaran utama Rumi adalah: Pertama, Kesatuan. Rumi mengajarkan tentang kesatuan, bahwa di balik keragaman dan perbedaan, kita semua bersatu dalam kesatuan dengan Tuhan. Dia menekankan bahwa pemisahan dan pemecahan hanyalah ilusi, dan bahwa sejatinya kita adalah satu dengan segala sesuatu.
Kedua, cinta universal. Rumi mengajarkan bahwa cinta adalah kekuatan yang menghubungkan manusia dengan Tuhan dan sesama manusia. Dia melihat cinta sebagai jalan menuju pemahaman spiritual yang lebih dalam.
Ketiga, pencarian spiritual. Rumi menekankan pentingnya pencarian spiritual sebagai cara untuk mencapai kesadaran yang lebih tinggi. Dia mengajarkan bahwa introspeksi, zikir, dan kontemplasi adalah kunci untuk menemukan kebenaran sejati.
Keempat, pembebasan dari ego. Rumi mengajarkan pentingnya melepaskan ego dan identitas duniawi untuk mencapai pemahaman yang lebih dalam tentang kebenaran dan cinta sejati.
Dalam keberagaman bahasa, budaya, dan metode, cahaya kebenaran terus bersinar. Rumi, melalui keindahan syair sufistiknya, dan para kiai dengan keindahan nasihat dan tausiyahnya, menuntun jiwa-jiwa menuju rahmat Ilahi. Meskipun jalan yang mereka tempuh terpisah oleh sungai yang berbeda, tetapi samudra yang mereka tuju adalah sama, Allah Swt. Mereka, dengan rendah hati dan cinta yang tulus, mengajarkan murid-murid mereka untuk mencapai tujuan yang sama: mencari kedekatan dengan Sang Pencipta dan memeluk kebijaksanaan-Nya.