K.H. Zahid Purna Wibawa, S.T Sampaikan Makna Dza ‘Izza dan Cara Meraihnya

Pada Senin (15/7/2024) Mudir al-Ma’had Pondok Pesantren Daar el-Qolam 3 Kampus Dza ‘Izza K.H. Zahid Purna Wibawa, S.T. menyampaikan ucapan selamat datang kepada para santri baru, yang juga dihadiri oleh seluruh santri Pondok Pesantren Daar el-Qolam 3 Kampus Dza ‘Izza di Aula At-Tasabuq. Dalam kesempatan tersebut Kiai Zahid menyampaikan tausiyah penuh makna yang menjadi bekal berharga bagi para santri dalam menjalani kehidupan di pondok pesantren.

“Wahai anak-anakku, adik-adikku, santriwan dan santriwati, tahun ajaran 2025/2026. Selamat datang di Pondok Pesantren Dza ‘Izza, Daar el-Qolam 3,” ucap Kiai Zahid.

Selanjutnya Kiai Zahid menjabarkan makna Dza ‘Izza. “Dza ‘Izza adalah kemuliaan, kemuliaan yang harus dicari. Karena itu dia berbentuk objek,” ujar beliau.

Kita harus memahami terlebih dahulu makna Dza ‘Izza dari pondok pesantren ini. Dengan memahami makna ini, kita dapat lebih menghayati tujuan dan makna dari keberadaan kita di pondok pesantren serta menerapkan prinsip tersebut dalam kehidupan sehari-hari.

Kiai Zahid pun menyebutkan pandangan Stephen Covey dalam bukunya The 7 Habits of Highly Effective People, yangmenyatakan bahwa hidup harus berlandaskan pada tujuan akhir. Orang yang sukses adalah mereka yang memiliki tujuan akhir yang jelas sebagai dasar dalam menjalani kehidupan mereka. Dengan mengetahui tujuan akhir tersebut, seseorang dapat mengarahkan hidupnya untuk mencapai target dan keinginan mereka.

Izzah berarti kemuliaan, lanjut Kiai Zahid. Hal ini sesuai dengan ayat Al-Qur’an yang menyebutkan bahwa kemuliaan hanya milik Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang yang beriman. Sebagaimana tercantum dalam Surah al-Munafiqun (63:8):

  ۗوَلِلّٰهِ الْعِزَّةُ وَلِرَسُوْلِهٖ وَلِلْمُؤْمِنِيْن

Padahal kekuatan itu hanyalah milik Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang mukmin (Al-Munāfiqūn [63]:8)

“‘Izzah, kemuliaan itu milik Allah dan para rasulnya dan orang orang yang beriman. Insyaallah mudah-mudahan kita bagian daripada orang-orang yang beriman kepada Allah Swt. serta dimuliakan oleh Allah Swt. Karena itu harus dicari, itu tujuan besar kita, mulia di hadapan Allah Swt, karena tidak penting mulia di hadapan manusia, karena itu jangan jadi penjilat. Hidup tidak boleh jadi penjilat, karena menjilat hanya untuk dipuji oleh manusia, sedangkan tujuan hidup kita mulia di hadapan Allah Swt.,” jelas Kiai Zahid.

Dza ‘Izza itu kemuliaan, ‘izzah. tetapi kenapa di depannya dza bukan dzu, itu nanti kamu akan belajar. Kenapa dia fathah, bukan dommah. Kenapa bukan dzu, kenapa bukan dzi, kenapa dza, karena dia objek, tujuan yang ingin dicapai. Bagaimana cara mendapatkan itu? Mendapatkannya dengan cara menuntut ilmu dan berakhlak mulia,” tegasnya.

Selanjutnya Kiai Zahid menjelaskan bahwa Daar el-Qolam adalah Kampung Pena, Kampung Ilmu Pengetahuan. Falsafah kehidupan seorang penuntut ilmu ibarat seorang nahkoda yang mengarungi samudra. Dalam perjalanan tersebut, ia harus menghadapi ombak dan badai. Tidak ada nahkoda yang tangguh lahir dari perairan yang tenang; seorang nahkoda yang cakap dan tangguh pasti lahir dari lautan yang garang.

Oleh karena itu, lanjut beliu, dalam proses belajar, kita pasti akan menghadapi berbagai tantangan. Akan ada ombak, badai, rasa tidak betah, rasa jenuh, dan rasa malas—semua itu adalah cobaan dan rintangan di tengah lautan. Namun, ingatlah bahwa nahkoda yang kuat adalah mereka yang mampu menghadapinya. Dengan demikian, mereka akan bisa sampai ke dermaga dengan selamat dan meraih kemuliaan.

“Ibaratnya lautan adalah kampung pena, tempat menuntut ilmu. Karena itu anak-anakku yang saya cintai menjadilah kalian Ahl al-‘Izza. Ahl al-‘Izzah cirinya tiga, yang pertama Ahl al-ziyadah, yang kedua Ahl al-Qiyadah, yang ketiga Ahl al-Riyadah. Cirinya Ahl al-Ziyadah apa? Mutakhalliq, muta’allim, mutamaddin. Cirinya Ahl al-Qiyadah apa? Mundzir wa qa’idil qaum. Cirinya Ahl al-Riyadah apa? Muslih al-Qaum,” ujar Kiai Zahid.

“Kenapa Muslih al-Qaum?” tanya Kiai Zahid. Karena saat ini, jelas beliau, banyak orang yang takut untuk berkata benar. Padahal dalam hadis disebutkan, Qulil haqqa wa lau kana murran (Katakan yang benar, meskipun pahit). Banyak orang takut untuk mengatakan tidak di hadapan orang lain, ini sangat umum terjadi. Saat ini, keadaan telah berubah. Yang benar sering dianggap aneh, dan banyak orang lebih memilih bersepakat dalam kesalahan dan dosa daripada berbicara kebenaran. Ini salah satu ciri dari akhir zaman, di mana keadaan kembali seperti masa Jahiliyah.

Di masa lalu, yang benar dianggap asing karena masyarakat menyembah berhala dan orang yang menyembah Allah dianggap aneh. Sekarang, kita melihat hal yang sama: yang berkata benar dianggap aneh. Inilah kondisi yang harus kita hadapi sebagai bagian dari akhir zaman, di mana kebenaran sering kali menjadi hal yang asing. Dalam sebuah hadis Rasulullah saw. bersabda:

إِنَّ الإِسْلاَمَ بَدَأَ غَرِيْبًا وَسَيَعُوْدُ غَرِيْبًا كَمَا بَدَأَ فَظُبَى لِلْغُرَبَاء

“Sesungguhnya Islam dimulai dengan keterasingan dan akan kembali asing sebagaimana awalnya, maka beruntunglah orang-orang yang asing (alGhuraba)” (H.R. Muslim).

Banyak pesan-pesan lainnya yang disampaikan oleh Kiai Zahid dalam kesempatan welcoming speech itu, yang diharapkan dapat dipahami, diresapi, dan diamalkan oleh semua yang hadir, baik guru maupun santri, sehingga semua dapat mencerminkan makna dza ‘Izza dan menjadi representasi dari ahl al-‘izzah. Semoga.