Kiai Syahid dan Visi Kemajuan Umat Islam (Bagian 2)

K.H. Ahmad Syahiduddin selalu menekankan pentingnya membuka pikiran dan meluaskan pandangan agar tidak terjebak dalam pemikiran sempit yang membatasi potensi diri dan langkah menuju masa depan. Menurut beliau, keterbatasan dalam cara berpikir akan menjadi penghalang terbesar dalam menghadapi tantangan zaman yang semakin ketat. Di era globalisasi dan kemajuan teknologi yang pesat, persaingan menjadi semakin berat, dan siapa pun yang tidak mampu melihat ke depan dengan luas akan tertinggal.

Sebagaimana Kiai Syahid sampaikan:

“Jangan berpikiran sempit dalam melihat kemajuan dan menatap masa depan. Jika masih berpikir sempit, sulit untuk menghadapi masa depan. Kita tidak tahu seperti apa tantangan yang akan dihadapi di masa depan ketika persaingan semakin ketat dan orang berlomba-lomba untuk maju.”

Pandangan ini bukan hanya untuk santri, tetapi untuk seluruh umat Islam. Kiai Syahid mengingatkan bahwa dalam sejarahnya, Pondok Pesantren Daar el-Qolam pun mengalami proses yang panjang dan penuh tantangan. Dia mengilustrasikan bahwa kesuksesan tidak datang seketika, melainkan melalui proses yang berliku, dengan banyak rintangan yang harus dihadapi.

Beliau mencontohkan perjuangan Daar el-Qolam:

“Jangan punya pikiran kerdil di manapun kita berada, di pesantren manapun, sekecil apapun pondok pesantren itu. Karena Daar el-Qolam juga tidak langsung besar seperti ini. Dia merangkak, merayap, merintih, sambil meraung, hanya ingin maju, berkembang, bersaing, dan bersanding dengan mereka-mereka yang sudah maju. Saya lebih senang dengan orang-orang seperjuangan yang menatap masa depan, bukan menjadi manusia yang kerdil dan berpikiran sempit.”

Pernyataan ini menjadi pengingat bagi siapa saja bahwa setiap kesuksesan membutuhkan kesabaran, ketekunan, dan kemauan kuat untuk terus maju. Pesantren yang besar seperti Daar el-Qolam pada awalnya juga dimulai dengan keterbatasan. Namun, melalui visi yang luas dan tekad yang kuat untuk berkembang, akhirnya pesantren tersebut mampu berkembang pesat dan bersaing dengan lembaga pendidikan lainnya.

Lebih jauh, Kiai Syahid menyampaikan bahwa perkembangan pendidikan harus senantiasa disesuaikan dengan kebutuhan zaman. Beliau menekankan bahwa umat Islam tidak boleh terjebak dalam kebodohan dan kemiskinan, karena tantangan masa depan semakin besar. Jika umat Islam tidak mau membuka mata terhadap perubahan, mereka akan terus tertinggal.

Beliau menyatakan dengan tegas:

“Kalau pendidikan tidak berkembang sesuai dengan tantangan zaman tentu kita akan menjadi manusia yang ketinggalan zaman. Umat Islam ini sudah terpuruk, bodoh, dan miskin, tapi tidak pernah mau mebelalakkan mata bahwa tantangan ke depan akan lebih hebat.”

Pernyataan ini adalah peringatan yang keras bahwa umat Islam harus segera bangkit dari keterpurukan. Pendidikan menjadi kunci untuk menghadapi tantangan masa depan, dan jika pendidikan Islam tidak terus diperbarui dan dikembangkan sesuai dengan tuntutan zaman, maka umat akan semakin tertinggal. Kiai Syahid mengingatkan bahwa perubahan tidak akan datang dengan sendirinya, melainkan harus diupayakan dengan kesadaran bersama dan usaha yang konsisten.

Kiai Syahid mengajarkan bahwa pesantren harus terus berkembang dan beradaptasi dengan perubahan zaman tanpa meninggalkan nilai-nilai dasar yang menjadi landasan agama dan tradisi. Menurutnya, Pondok Pesantren Daar el-Qolam bukan hanya sekadar lembaga pendidikan yang mencetak santri dengan pengetahuan agama, tetapi juga membekali mereka dengan keterampilan dan wawasan luas agar mampu menghadapi dunia modern. Pandangan visioner ini tercermin dalam setiap program yang disusun di pesantren tersebut.

Beliau menegaskan pentingnya pendidikan yang mengacu pada masa depan. Hal ini menjadi fondasi bagi Daar el-Qolam dalam merumuskan kurikulum dan metode pengajarannya. Seperti yang beliau katakan:

“Program pendidikan di pondok pesantren ini mengacu ke depan, bukan ke belakang. Untuk apa? Karena santri akan hidup dengan generasi yang maju ke depan, bukan generasi dahulu, tapi generasi masa depan yang tantangannya lebih hebat.”

Di tengah pesatnya perkembangan teknologi dan globalisasi, Kiai Syahid menyadari bahwa santri tidak bisa hanya bergantung pada pengetahuan lokal atau tradisional semata. Mereka harus dipersiapkan dengan kemampuan yang lebih luas, termasuk penguasaan bahasa asing dan keterbukaan terhadap dunia internasional. Program bahasa di pesantren, baik bahasa Arab maupun Inggris, menjadi salah satu cara agar santri dapat menjalin koneksi global dan memperluas wawasan.

“Di pondok pesantren ini, apapun untuk kemajuan generasi ke depan, menjadi cita-cita dan tujuan kami membuka lembaga pendidikan ini. Kami persiapkan segala sesuatu demi mendukung kemajuan generasi masa depan. Kami persiapkan dari segi bahasa, Arab dan Inggris. Kami persiapkan kerja sama dengan kampus-kampus luar negeri seperti yang ada di Malaysia dan Timur Tengah.”

Kiai Syahid juga melihat pentingnya kolaborasi dengan institusi internasional sebagai langkah strategis untuk membangun kualitas santri yang mampu bersaing di kancah global. Hal ini menunjukkan bahwa pesantren tidak lagi menjadi entitas yang tertutup, melainkan menjadi pusat pembelajaran yang berwawasan luas dan adaptif terhadap perkembangan dunia.

Selain mempersiapkan santri untuk tantangan masa depan, Kiai Syahid selalu mengingatkan agar umat Islam tidak terperangkap dalam pola pikir yang sempit. Beliau menekankan pentingnya memiliki wawasan yang luas dan keterbukaan terhadap ide-ide baru, selaras dengan ajaran Islam yang begitu luas.

Beliau menekankan:

“Saya menerapkan sebuah sistem yang benar sesuai dengan apa yang diamanahkan oleh pendiri pesantren ini. Pondok pesantren ini eksis dengan mengembangkan nilai-nilai. Kita punya kaidah al-muhâfazhatu ‘ala al-qadîmi shâlih wa al-akhdzu bi al-jadîdi al-ashlah (memelihara nilai lama yang baik, dan mengambil nilai baru yang lebih baik).”

Pandangan ini menunjukkan bagaimana Kiai Syahid memadukan antara tradisi yang sudah mapan dengan inovasi yang terus berkembang. Prinsip al-muhâfazhatu ‘ala al-qadîmi shâlih wa al-akhdzu bi al-jadîdi al-ashlah menjadi landasan bagi pesantren dalam menjaga keseimbangan antara nilai-nilai keislaman yang baku dengan kebutuhan modern yang dinamis.

Lebih dari itu, beliau juga menegaskan pentingnya inovasi dalam urusan duniawi, dengan merujuk pada hadits Nabi saw. yang memberikan ruang bagi umat untuk berpikir kritis dan kreatif dalam menghadapi tantangan dunia:

“Kita memelihara tradisi lama yang bagus yang sesuai dengan sunnatullâh, sunnah rasulullah, dan sunnah pesantren, tapi kita tidak akan pernah diam untuk mencari nilai-nilai tambah yang lebih baik dalam rangka melaksanakan sabda Nabi saw, antum a’lamu bi amri dunyâkum (kamu lebih mengetahui urusan dunia kalian).”

Dengan demikian, Kiai Syahid memberikan pesan penting bahwa umat Islam tidak boleh stagnan atau tertinggal dalam urusan dunia. Inovasi dan pengembangan diri harus terus dilakukan, selaras dengan ajaran Islam yang memberi kebebasan bagi umatnya untuk memanfaatkan akal dan ilmu pengetahuan dalam mencapai kemajuan.

Sumber:

Tim Daar el-Qolam 3 Kampus Dza ‘Izza. 2024. Menjaga Amanah Menata Langkah. Jakarta: Quanta-Elexmedia-Gramedia.