Jadilah Pembaca yang Baik, Maka Anda akan Menjadi Penulis yang Baik

Apakah para penulis hebat, yang karya-karya mereka memberikan pengaruh besar, pernah mempelajari teknik menulis yang baik? Apakah Sukarno, Hatta, Hamka, Tan Malaka, Pramoedya, Cak Nur, Gus Dur, dan lainnya pernah secara khusus mempelajari buku teknik menulis yang baik? Apakah mereka pernah mengikuti kelas teknik menulis?

Mereka adalah orang-orang yang terdidik, baik secara formal maupun otodidak, bergelut dengan aktivitas membaca dan menulis. Para penulis hebat ini banyak membaca berbagai buku dan kemudian mengembangkan gagasan mereka ke dalam bentuk tulisan. Kemampuan ini “tumbuh begitu saja” sebagai buah dari ketekunan mereka dalam bergumul dengan beragam bahan bacaan. Mungkin saja mereka tidak membaca atau mempelajari kiat-kiat menulis yang baik, tapi kemampuan mereka tumbuh dari asupan literatur yang mereka pelajari. Membaca dan menulis menjadi satu tarikan nafas.

Menulis bukan hanya masalah teknis, tetapi juga kemampuan menuangkan gagasan ke dalam bentuk tulisan. Kemampuan membangun gagasan secara utuh, logis dan sistematis. Menulis berkaitan dengan sisi batin manusia, yaitu pikiran, pengetahuan, cita-cita, keinginan, dan karakternya. Bahasa dan tulisan menjadi tubuh yang mengandung itu semua sehingga dapat dilahirkan dan dikomunikasikan kepada orang lain. Dan dengan teknik menulis yang baik, akan memudahkan orang lain untuk memahami apa yang hendak disampaikan.

Menarik dan penting untuk dibaca buku Mengikat Makna (2001) yang ditulis oleh Hernowo. Meskipun buku ini sudah lama terbit, namun tidak membosankan untuk menarik kembali inspirasi yang terkandung di dalamnya. Pesan utama buku ini sederhana saja, agar pembaca termotivasi untuk banyak membaca dan menulis serta mengetahui kiat menulis yang baik.  Si Penulis merasa prihatin karena kedua hal tersebut ternyata tidak ditumbuhkan dalam pendidikan formal. Meskipun sekolah mengajarkan kemampuan membaca dan menulis, namun belum menjadikan kedua hal tersebut sebagai kebiasaan, terlebih menjadikannya sebagai sarana untuk mengembangkan gagasan dan ilmu pengetahuan.

“Selama di sekolah, yang bertahun-tahun saya tempuh, saya tidak pernah ‘diajari’ bagaimana menulis secara bagus dan tertata. Sekolah seolah-olah menganggap bahwa aktivitas membaca dan menulis merupakan semacam kecakapan yang melekat dalam diri setiap manusia.” Demikian keluhnya.

Secara garis besar, buku yang ditulis oleh Hernowo yang telah berpengalaman dalam dunia penerbitan buku ini (khususnya sebagai editor), menjelaskan kiat umum dan kiat khusus dalam membaca dan menulis. Kiat umum yang ditekankan oleh penulis adalah bagaimana meningkatkan kemampuan membaca dan menulis berdasarkan motivasi yang kuat. Menurutnya, ada empat landasan utama untuk hal ini. Pertama, betapa berharganya teks dan pentingnya aktivitas menulis. Kedua, betapa tidak mungkin diabaikannya keperluan membaca, baik membaca hal-hal yang tersirat maupun yang tersurat. Ketiga, betapa pelik kehidupan dan betapa tidak mungkinnya meningkatkan kualitas kehidupan tanpa ada referensi tekstual yang mampu merekam, merumuskan, dan mengukur kapan dan di mana seseorang telah mencapai suatu prestasi tertentu atau sudah menerobos dan melampaui keadaan yang pernah dicapai sebelumnya. Keempat, hanya anak-anak yang terdidik dan terlatih membaca sejak dini, atau kemudian mengkritisi teks, dan kemudian menuliskan secara bebas hal-hal yang dikritisi, dipahami dan dimaknailah yang mampu melontarkan pertanyaan “mengapa” dalam kadarnya yang tinggi.

Selanjutnya kiat khusus dalam membaca dan menulis adalah bagaimana menjadikan buku sebagai makanan rohani. Di sini penulis menegaskan peranan membaca buku sebagai sumber utama bagi jiwa seseorang, yang berisi ilmu pengetahuan dan gagasan. Tanpa membaca manusia akan menjadi kerdil dan tidak akan berkembang. Maka, buku ibarat makanan yang memenuhi kebutuhan gizi seseorang.

Berikutnya ada tiga kiat membaca dan menulis yang kemukakan oleh pengarang. Pertama, mengenali sisi memikat sebuah buku lewat kekukuhan konstruksi gagasan dan kehebatan visi pengarang. Ini adalah dua kekuatan utama dari sebuah buku yang harus dipahami oleh pembaca. Kedua, mengenali sisi memikat sebuah buku lewat sosok dan bentuk tampilannya. Ini juga penting untuk menggugah motivasi pembaca yang sering kali malas membaca buku akibat kesan yang ditampilkannya terlihat suram. Sebagai pembaca perlu mengenali sisi apa saja yang dapat membuat dirinya tertarik, baik perwajahan, judul, tema, gaya bahasa dan lain-lain. Ketiga, mengenali sisi memikat sebuah buku lewat unsur-unsur visual yang menyentuh dan mengutuh.

Lebih jelasnya, ada lima daya pikat sebuah buku. Pertama, konstruksi gagasan pengarang. Kedua, kehebatan visi pengarang, Ketiga, sosok buku yang menyejarah. Keempat, bentuk buku yang melangit. Kelima, gambar yang menyentuh dan mengutuh. Dengan memahami lima daya pikat buku ini dan pembaca mampu mengambil manfaat darinya, maka pada gilirannya kelima hal tersebut dapat menjadi modal untuk menulis. Bagaimana menjadi penulis yang baik, dapat merujuk kembali kepada lima hal tersebut.

Buku Mengikat Makna nampaknya lebih fokus pada bagaimana kita bisa menjadi pembaca yang baik, ketimbang menjelaskan hal-hal teknis. Karena dengan menjadi pembaca yang baik, kemungkinan besar seseorang akan menjadi penulis yang baik. Dengan menjadi pembaca yang baik seseorang tengah menyerap dan mencerna berbagai gagasan dan pengetahuan yang terkandung di dalamnya, yang kemudian akan melahirkan motivasi dan kemampuan untuk menulis. Kira-kira pesan utamanya begini: “Jadilah pembaca yang baik, maka Anda akan menjadi penulis yang baik.”

Di era digital saat ini dengan segala kemajuan teknologi informasi, kemampuan membaca dan menulis semakin penting. Jangan sampai kita hanya menjadi penerima informasi yang pasif, tetapi harus mampu memberikan kontribusi positif, khususnya berupa gagasan-gagasan kritis dan kreatif melalui berbagai tulisan dengan beragam platformnya. Saat ini tulisan tidak hanya dipublikasikan lewat media cetak, tetapi juga media digital. Siapa pun memiliki kemudahan untuk memanfaatkan media tersebut. Tinggal apakah kita memiliki kemampuan untuk menyumbangkan tulisan secara utuh, logis dan sistematis sehingga menjadi pengetahuan yang bermanfaat. Atau dalam bahasa Hernowo, konstruktif, visioner, menyejarah (aktual), berwawasan luas, dan sekaligus menarik.