Istiqamah: Konsisten dalam Kebaikan

Istiqamah itu yakin, tegak lurus, dan tidak putus asa melakukan sesuatu (kebaikan) hingga mencapai hasilnya. Bersikap konsisten dan fokus. Istiqamah itu berarti kita menggapai sesuatu secara terus-menerus tanpa mengalami penurunan nilai. Jadi, istiqamah itu mendorong pada peningkatan nilai atau kualitas.

Dalam Risalah al-Qusyairiyah disebutkan, bahwa barangsiapa tidak istiqamah dalam menetapi sifat baiknya, maka dia tidak bisa memperbaiki dan meningkat dari satu maqam ke maqam berikutnya, serta tidak bisa mempertegas perilakunya mengarah kepada kepastian kebaikan.

Orang yang istiqamah akan selalu meningkatkan nilai dan kualitas hidupnya. Kita ambil contoh dalam kisah salah seorang sahabat Nabi saw. yang disalatkan bersama para malaikat karena istiqamah dalam mengamalkan surat al-ikhlas setiap hari di segala keadaan. Sahabat ini selalu membaca surat al-ikhlas. Bukan sekadar membaca tapi ada nilai (value) dari membacanya. Bukan hanya lisan yang membaca, tetapi hatinya juga membaca dan meresapi maknanya.

Maka jangan salah, ketika kita sudah berdoa dan merasa belum dikabulkan, berarti hakikatnya kita belum berdoa, karena yang berdoa hanya lisan–bukan hati dan pikirannya yang berdoa. Hanya lisan saja yang berdoa, tapi ruhnya tidak berdoa.

Jadi, istiqamah itu kita melakukan sesuatu secara konsisten, baik fisik maupun ruh. Dan bukan hanya itu, tapi juga ada upaya untuk naik lebih tinggi kualitasnya. Bukan istiqamah kalau hanya secara fisik saja, namun nilainya tidak meningkat. Hal inilah yang dicontohkan oleh Kiai Syahid (alm.) di mana beliau tidak pernah merasa cukup dalam kebaikan. Dari situlah beliau menekankan untuk berlomba-lomba dalam kebaikan (fastabiqul khairat). Berlomba-lomba dalam kebaikan tidak ada garis finish sampai kita menghadap Allah Swt.

Keutamaan istiqamah disebutkan dalam al-Quran, akan mendapatkan ketenangan; tidak merasa takut dan sedih atas apa yang dialaminya. Ia akan tetap bersabar dan konsisten dengan kebaikan, dan berharap mendapatkan surganya Allah Swt.

اِنَّ الَّذِيْنَ قَالُوْا رَبُّنَا اللّٰهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوْا تَتَنَزَّلُ عَلَيْهِمُ الْمَلٰۤىِٕكَةُ اَلَّا تَخَافُوْا وَلَا تَحْزَنُوْا وَاَبْشِرُوْا بِالْجَنَّةِ الَّتِيْ كُنْتُمْ تُوْعَدُوْنَ

Sesungguhnya orang-orang yang berkata, “Tuhan kami adalah Allah,” kemudian tetap (dalam pendiriannya), akan turun malaikat-malaikat kepada mereka (seraya berkata), “Janganlah kamu takut dan bersedih hati serta bergembiralah dengan (memperoleh) surga yang telah dijanjikan kepadamu.” (Fuṣṣilat [41]:30)

Istiqamah merupakan level up dari sabar, karena terus-menerus untuk menggapai sesuatu yang kita harapkan. Bukan kuat menunggu, tapi berusaha terus-menerus mencapai yang kita inginkan. Nah, istiqamah itu menjaga hal itu secara konsisten. Sabar tanpa istiqamah, tujuan tidak akan tercapai. Jadi, antara sabar dan istiqamah terdapat hubungan sangat erat.

Menurut Ibn al-Qayyim, dalam Fawaid al-Fawaid, orang yang mencari rida Allah dan ingin meraih kebahagiaan di kehidupan akhirat tidak akan bisa istiqamah dalam menggapai tujuannya melainkan dengan dua hal berikut. Pertama, memenjarakan (menguatkan) hati untuk tetap pada pencarian dan pencapaiannya menuju Allah, serta menahan hati itu agar tidak menoleh kepada selain-Nya.

Kedua, memenjarakan lidah agar tidak membicarakan hal-hal yang tidak bermanfaat. Memenjarakannya dalam zikir kepada Allah dan untuk hal-hal yang bisa meningkatkan iman, juga yang dapat menambah makrifat kepada-Nya. Di samping itu, harus pula memenjarakan (menahan) anggota tubuh yarng lain dari melakukan maksiat dan menuruti syahwat, serta menguatkannya untuk berbuat hal-hal yang wajib dan mandub (disunnahkan).

Kalau kita perluas lagi, untuk mencapai Istiqamah ada lima cara. Pertama, niat yang konsisten. Niat ini harus tetap dijaga bahkan ditingkatkan kualitasnya. Luruskan niat dan tujuan. Kedua, syahadat yang benar, sehingga segala pekerjaan dilakukan dalam rangka ibadah kepada Allah Swt. Istiqamah itu bukan mengejar dunia, tapi mengejar rida Allah Swt. Ketiga, berdasarkan al-Qur’an dan sunnah, sehingga langkah kita berada di jalan yang lurus. Keempat, lingkungan yang baik. Karena lingkungan memberikan pengaruh besar. Ada mahfuzhat, Su’ul khulqi yu’di, “Kerusakan akhlak itu menular“. Kelima, memohon kepada Allah Swt. agar dikuatkan hati kita. Karena bagaimanapun kita berusaha, semua kembali kepada rida Allah Swt.

Istiqamah berpengaruh terhadap profesionalisme kerja dengan tetap menjaga amanah, disiplin dan tanggung jawab. Amanat itu pertanggungjawabannya kepada Allah Swt. Oleh sebab itu, kita tegakkan terlebih dahulu nilai istiqamah yang sesuai dengan standard, yaitu standard al-Qur’an dan sunnah. Dari situlah kelebihan kita masing-masing akan terlihat dan berkembang. Seperti kata Kiai Syahid, andaikan kita semua melaksanakan tugas sesuai dengan tanggung jawabnya maka pondok ini akan berjalan dengan baik. Kita sesuaikan diri kita dengan standard bersama dan standardnya bagus semua. Standard inilah yang harus kita jaga secara istiqamah.

Istiqamah merupakan perkataan yang mudah diucapkan, tapi sulit untuk dilakukan. Karena terkadang yang mengganggu ke-istiqamah-an kita bukan orang lain, tapi dari dalam diri kita sendiri, yaitu sifat buruk. Mari kita terus belajar untuk istiqamah dengan cara niat yang benar, syahadat yang benar, mengikuti al-Qur’an dan sunnah, menjaga lingkungan yang baik, dan berdoa kepada Allah Swt. agar dikuatkan hati kita semua. Semoga kita semua termasuk ke dalam golongan orang-orang yang istiqamah.