Kita harus selalu semangat dan optimis dalam mengerjakan kebaikan. Meskipun berat dan tidak mudah, namun harus berupaya sungguh-sungguh, agar dengan begitu Allah Swt. memberikan bimbingan dan kekuatan sehingga kita mampu melaksanakannya dengan baik. Tetap bersemangat, jangan berpikiran negatif dan merasa susah. Allah Swt. sesuai dengan prasangka hamba-Nya.
أَنَا عِنْدَ ظَنِّ عَبْدِي بِي
Aku sesuai persangkaan hamba-Ku.
Mencintai Allah Swt. merupakan tingkatan lebih lanjut dari iman dan takwa kepada Allah Swt. Melaksanakan segala perintah-Nya dan menjauhi larangan-larangan-Nya dengan penuh ketaatan tanpa keterpaksaan, dengan rasa suka cita. Bahkan menerima segala ujian dari Allah Swt. dengan penuh lapang dada, dengan tabah tanpa keluh kesah. Dalam hal ini cinta kepada Allah Swt. berhubungan erat dengan ikhlas. Keduanya tidak dapat dipisahkan.
Kita umpamakan dengan cinta kepada makhluk. Saat mencintai seseorang, maka biasanya ia akan melakukan apa pun yang diminta dengan cara apa pun. Ia siap berkorban demi seseorang yang dicintainya. Demikianlah, itu kepada makhluk. Lebih-lebih cinta kepada Allah Swt. yang mencipta, memelihara, memberi rezeki, dan lainnya, lebih pantas untuk dicintai oleh hamba-Nya. Dalam hal ini, cinta kepada Allah Swt. erat dengan syukur. Orang yang bersyukur kepada Allah Swt. pasti mencintai Allah Swt.
Cinta kepada Allah Swt. terbagi ke dalam dua tingkatan. Sebagaimana disebutkan Syekh Nawawi al-Bantani dalam Nasha’ihul ‘Ibad, Ibn Hajar al-Asqalani mengatakan, bahwa cinta kepada Allah Swt. ada dua macam, yaitu: Pertama, bersifat harus. Faktor ini yang membangkitkan seorang hamba mengerjakan perintah-perintah Allah Swt. dan menjauhi larangan-larangan-Nya, dan rida dengan takdir-Nya. Kedua, bersifat anjuran. Faktor ini yang menggerakkan seorang hamba mengerjakan hal-hal yang disunahkan dan menjauhi hal-hal yang syubhat.
Implementasi cinta kepada Allah Swt. adalah melakukan segala sesuatu semata-mata karena mengharapkan cinta-Nya. Sufyan ibn ‘Uyainah berkata:
Barang siapa mencintai Allah Swt., maka dia pasti mencintai orang yang dicintai Allah Swt. [orang-orang saleh]. Barang siapa mencintai orang yang dicintai Allah Swt., maka dia akan mencintai sesuatu yang dicintai karena Allah Swt. semata [amal saleh]. Barang siapa mencintai sesuatu yang dicintai karena Allah Swt., maka dia akan senang jika amalnya tidak diketahui oleh orang lain [ikhlas].
Cinta kepada Allah Swt. dapat terus dipupuk dengan selalu mengingat dan mensyukuri segala nikmat-Nya. Banyak mengingat Allah Swt. di mana pun berada dan selalu pandai mensyukuri segala nikmat-Nya. Al-Qur’an menyebutkan hal ini:
فَاذْكُرُوْنِيْٓ اَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْا لِيْ وَلَا تَكْفُرُوْنِ ࣖ
Maka, ingatlah kepada-Ku, Aku pun akan ingat kepadamu. Bersyukurlah kepada-Ku dan janganlah kamu ingkar kepada-Ku. (Al-Baqarah [2]:152).
Ibn al-Qayyim dalam Fawaid al-Fawaid menjelaskan:
Kedua perkara ini, zikir dan syukur, merupakan pokok agama Islam. Berzikir kepada Allah membuat seseorang pasti mengenal-Nya, sedangkan bersyukur kepada-Nya mengandung makna ketaatan kepada-Nya. Kedua hal tersebut merupakan tujuan diciptakannya jin dan manusia, serta langit dan bumi. Untuk tujuan itu pula, ditetapkan oleh-Nya pahala dan hukuman, diturunkannya Kitab-Kitab Allah, dan diutus-Nya para Rasul. Tujuan inilah yang disebut dengan al-Haq (kebenaran hakiki), yang karenanya pula, langit, bumi, dan seisinya diciptakan. Allah Swt. Maha Luhur dan Maha Suci dari menciptakan semua itu secara sia-sia tanpa tujuan apa pun.
Semoga kita termasuk ke dalam golongan orang-orang yang senantiasa mengingat Allah Swt. dan selalu mensyukuri nikmat-Nya. Semoga kita termasuk golongan orang-orang yang mencintai Allah Swt. dan Allah Swt. pun mencintai dan meridai kita, serta menjauhkan kita dari kemurkaan-Nya. Allah Swt. berfirman:
وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَّتَّخِذُ مِنْ دُوْنِ اللّٰهِ اَنْدَادًا يُّحِبُّوْنَهُمْ كَحُبِّ اللّٰهِ ۗ وَالَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اَشَدُّ حُبًّا لِّلّٰهِ ۙوَلَوْ يَرَى الَّذِيْنَ ظَلَمُوْٓا اِذْ يَرَوْنَ الْعَذَابَۙ اَنَّ الْقُوَّةَ لِلّٰهِ جَمِيْعًا ۙوَّاَنَّ اللّٰهَ شَدِيْدُ الْعَذَابِ
Di antara manusia ada yang menjadikan (sesuatu) selain Allah sebagai tandingan-tandingan (bagi-Nya) yang mereka cintai seperti mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman sangat kuat cinta mereka kepada Allah. Sekiranya orang-orang yang berbuat zalim itu melihat, ketika mereka melihat azab (pada hari Kiamat), bahwa kekuatan itu semuanya milik Allah dan bahwa Allah sangat keras azab-Nya, (niscaya mereka menyesal) (Al-Baqarah [2]:165)
Demikianlah cinta kepada Allah Swt. ditempatkan melebihi cinta kepada yang lainnya. Karena Allah Swt. yang telah menciptakan dan memelihara kita. Sudah sepantasnya Allah Swt. menjadi prioritas cinta, dengan selalu mengingat-Nya dan mensyukuri nikmat-Nya, yang diimplementasikan dalam melaksanakan segala perintah-Nya dan menjauhi larangan-larangan-Nya dengan penuh keikhlasan.