Sya’ban Menawan

Kenalilah, ini adalah Sya’ban. Bulan yang disebutkan oleh Rasulullah ﷺ dalam hadits riwayat Imam an-Nasa’i sebagai bulan yang sering dilalaikan oleh orang-orang di antara bulan Rajab dan Ramadhan. Bulan diangkatnya amal salih kepada Tuhan semesta alam. Bulan yang paling banyak dipuasai oleh Rasulullah ﷺ.

Ketika ditanya, beliau menjawab bahwa beliau ingin amal salihnya diangkat sementara beliau berpuasa. Mengapa bulan ini dijuluki sebagai bulan yang terlupakan? Rasulullah ﷺ mengisyaratkan bahwa hal itu terjadi karena Sya’ban berada di antara Rajab, bulan haram, dan Ramadhan, bulan puasa. Selain itu, kelalaian ini juga hadir sebab ketidaktahuan tentang apa yang ada di bulan Sya’ban. Berbeda dengan Rajab dan Ramadhan yang sering digaungkan keutamaannya, Sya’ban seolah tenggelam dari permukaan. Padahal, keutamaannya tidak kalah luar biasa.

Untuk itu, para ulama berderma dengan ilmunya tentang khazanah kemuliaan bulan Sya’ban. Di antaranya adalah Prof. Dr. As-Sayyid Muhammad bin Alwi al-Maliki al-Hasani (1425 H) dengan kitabnya Madza fii Sya’ban. Beliau merupakan seorang ulama kontemporer yang lahir pada tahun 1367 H di tanah Mekkah. Sosok yang dijuluki ahli hadits dua tanah haram (Mekkah dan Madinah) ini memiliki kontribusi besar dalam dunia keislaman. Karyanya mencapai kurang lebih 80 kitab dengan beragam disiplin ilmu agama. Salah satunya adalah kitab yang baru saja disebutkan.

Gaya penulisan dari setiap karyanya mengedepankan metodologi penelitian yang berbasis referensi. Hal ini menjadi ciri khas para ulama kaliber dunia. Karenanya, kitab beliau dipilih sebagai sandaran tulisan ini guna menyuguhkan nilai-nilai luhur yang terkandung dalam bulan Sya’ban.

Makna Sya’ban

Dalam menerangkan makna kata Sya’ban, Prof. Muhammad tidak menukil perkataan yang mengupas nama itu dari susunan hurufnya, seperti menjadikannya singkatan dengan arti khusus. Hal semacam ini tidak berlandaskan referensi yang kredibel.

Sebagai contoh, dalam kitab al-Ghunyah, Syekh Abdul Qadir al-Jilani (561 H) mengurai makna Sya’ban sesuai hurufnya:

  • Syin: Syaraf (kemuliaan),
  • ‘Ain: ‘Uluw (keluhuran),
  • Ba’: Birr (kebajikan),
  • Alif: Ulfah (persatuan),
  • Nun: Nur (cahaya).

Beliau mengatakan bahwa itulah pemberian Allah kepada hamba pada bulan Sya’ban. Uraian ini sah-sah saja disebut sebagai hasil perenungan spiritual. Artinya, boleh saja siapa pun menguraikan sebuah kata dengan kreativitas masing-masing selama ada relasi antara makna tersebut.

Namun, Prof. Muhammad lebih fokus pada latar belakang sejarah dan peradaban Arab kuno serta bersandar kepada kamus bahasa Arab. Menurut beliau, Sya’ban dinamai demikian karena banyaknya kebaikan yang bercabang pada bulan tersebut. Secara bahasa, Sya’ban berakar dari kata Syi’b, yang berarti jalan di pegunungan.

Ada Apa di Bulan Sya’ban?

As-Sayyid Muhammad memberikan judul kitabnya dengan pertanyaan tersebut: Ada apa di bulan Sya’ban? Di antara 152 halaman kitabnya, beliau menjawab pertanyaan ini dengan gamblang. Beliau juga menegaskan bahwa memahami keistimewaan suatu bulan bertujuan mengikat umat dengan sejarah keislaman.

Sehingga, kita tidak lagi memandang hari, pekan, bulan, bahkan tahun hanya sebagai perputaran waktu tanpa ibrah (pelajaran) di dalamnya. Sebab, Allah ﷻ mengistimewakan tempat dan waktu sekehendak-Nya melalui peristiwa-peristiwa yang terjadi di dalamnya.

Lantas, apa saja yang ada dalam bulan Sya’ban?

1. Perubahan Kiblat

Allah ﷻ mengabarkan hal ini dalam surat Al-Baqarah ayat 144:

“Sungguh, Kami melihat wajahmu (Nabi Muhammad) sering menengadah ke langit. Maka, pasti Kami palingkan engkau ke kiblat yang engkau sukai. Lalu, hadapkanlah wajahmu ke arah Masjidilharam. Di mana pun kamu sekalian berada, hadapkanlah wajahmu ke arah itu. Sesungguhnya orang-orang yang diberi kitab benar-benar mengetahui bahwa (pemindahan kiblat ke Masjidilharam) itu adalah kebenaran dari Tuhan mereka. Allah tidak lengah terhadap apa yang mereka kerjakan.”

Sayyid Muhammad menukil perkataan Abu Hatim al-Busti (354 H) dalam al-Jami’ li Ahkam al-Qur’an karya Imam al-Qurtubi (671 H) bahwa ayat ini turun pada hari Selasa pertengahan bulan Sya’ban. Saat itu terjadi perpindahan kiblat dari asalnya Baitulmaqdis di Palestina menjadi Ka’bah di Mekkah.

Hal ini terjadi karena kecondongan hati Nabi Muhammad ﷺ kepada Ka’bah. Selain karena Mekkah adalah tanah kelahirannya, juga karena Ka’bah merupakan kiblat leluhurnya, Ibrahim as. Mengetahui hal tersebut, Allah ﷻ memberikan apa yang diharapkan kekasih-Nya, Muhammad ﷺ.

2. Terangkatnya Amal Salih

Rasulullah ﷺ bersabda bahwa di antara keistimewaan bulan ini adalah waktu diangkatnya amal salih ke hadapan Allah ﷻ. Itulah sebabnya Rasulullah ﷺ banyak berpuasa di bulan ini.

Seperti yang diceritakan oleh Usamah bin Zaid dalam hadits riwayat Imam Ahmad (241 H) dalam Musnad-nya. Hadits ini sekaligus menjadi landasan dianjurkannya puasa sunnah di bulan Sya’ban.

Dalam hadits riwayat Imam al-Bukhari, Imam Muslim, Imam Abu Dawud, dan yang lainnya, Sayyidah ‘Aisyah mengisahkan bahwa beliau tidak pernah melihat Rasulullah ﷺ banyak berpuasa selain pada bulan Sya’ban.

3. Bulan Selawat

Ini menjadi jawaban lain mengapa Rasulullah ﷺ gemar sekali berpuasa sunnah di bulan Sya’ban, sebagai bentuk syukur beliau kepada Allah ﷻ. Sebab, pada bulan ini turun ayat yang paling dicintai oleh Rasulullah ﷺ:

“Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya senantiasa berselawat kepada Nabi Muhammad ﷺ. Wahai sekalian orang beriman, berselawatlah kalian kepadanya dan berikan salam penghormatan.” (QS Al-Ahzab: 56)

Seperti Ramadhan yang identik dengan puasa, Sya’ban dikenal sebagai bulan selawat sebab perintah selawat turun pada bulan itu.


Kesimpulan

Dalam mukaddimah kitabnya, Sayyid Muhammad mengingatkan bahwa suatu masa menjadi mulia karena peristiwa yang terjadi di dalamnya. Tiga peristiwa besar di atas—perubahan kiblat, terangkatnya amal salih, dan turunnya perintah selawat—semuanya terjadi pada bulan Sya’ban.

Satu peristiwa saja sudah cukup menjadikan bulan ini mulia. Ditambah lagi dengan peristiwa-peristiwa lain yang penuh berkah. Oleh karena itu, bulan Sya’ban sah disebut sebagai bulan yang menawan.

Semoga Allah ﷻ memberikan kita kesempatan untuk menikmati suguhan pahala yang Allah hidangkan kepada hamba-Nya di bulan ini. Amin.


Daftar Pustaka

  1. Madza fii Sya’ban, Sayyid Muhammad bin Alwi Al-Maliki
  2. at-Targhib wa at-Tarhib, al-Mundziri (656 H)
  3. al-Ghunyah, Abdul Qadir Al-Jilani
  4. Tabaqat asy-Syafi’iyyah, Tajuddin Ibnu Subki (771 H)