Perputaran Bumi Sebagai Tanda Kekuasaan Allah

Mukjizat al-Qur’an yang memuat ayat-ayat kauniah (tanda-tanda alam) sebagai wujud Keagungan Sang Pencipta, terhampar di sekitar kita. Laut, bumi, hewan, tumbuhan, maupun benda-benda mati adalah bukti konkret bahwa al-Qur’an adalah firman Allah Swt. Al-Qur’an mendorong manusia untuk merenungkan dan mencermati semua makhluk di muka bumi, langit, bahkan seluruh jagat raya. Sebab, perenungan yang mendalam akan mendatangkan keyakinan tentang eksistensi dan kekuasaan Sang Pencipta, Yang Maha Mengatur alam semesta ini.

Melalui ayat-ayat kauniah ini, manusia diajak untuk merenungi betapa luar biasanya keteraturan dan keseimbangan yang terdapat dalam setiap ciptaan. Laut yang tak pernah meluap melampaui batasnya, bumi yang subur dengan kehidupan, hewan dan tumbuhan yang masing-masing menjalankan peran penting dalam ekosistem, semua ini adalah tanda-tanda nyata yang menunjukkan bahwa segala sesuatu terjadi bukanlah kebetulan. Dengan memahami ini, manusia diharapkan tidak hanya mengagumi keindahan dan keragaman alam, tetapi juga menyadari kehadiran dan kebesaran Allah Swt. yang mengatur segalanya dengan begitu sempurna.

Perputaran Bumi

Al-Qur’an mengungkapkan fenomena perputaran bumi melalui berbagai ayat yang menggambarkan pergantian siang dan malam serta pergerakan langit dan bumi. Dalam Surah Al-Zumar ayat 5, Allah berfirman, “Dia menciptakan langit dan bumi dengan tujuan yang benar; Dia menutupkan malam atas siang dan menutupkan siang atas malam…”

Ayat ini menunjukkan bagaimana perputaran bumi menyebabkan terjadinya pergantian antara siang dan malam, sebuah tanda kekuasaan Allah yang teramat besar. Proses ini berjalan dengan begitu sempurna dan konsisten, memberikan ritme kehidupan yang teratur bagi seluruh makhluk hidup di bumi.

Selain itu, ayat-ayat lain dalam al-Qur’an juga menggambarkan bumi sebagai sesuatu yang “dihamparkan” atau “diperjalankan.” Hal ini dapat dipahami sebagai isyarat tentang perputaran dan gerakan bumi yang menjadi bagian dari sistem alam semesta yang telah ditetapkan oleh Allah. Keberlanjutan kehidupan di bumi bergantung pada perputaran yang teratur ini, yang mencerminkan kesempurnaan ciptaan Allah dan kebijaksanaan-Nya dalam mengatur alam semesta. Dengan merenungkan ayat-ayat ini, kita diingatkan akan keagungan Sang Pencipta yang mengatur setiap detail alam dengan begitu cermat dan akurat.

Allah Swt. Berfirman

وَتَرَى الْجِبَالَ تَحْسَبُهَا جَامِدَةً وَّهِيَ تَمُرُّ مَرَّ السَّحَابِۗ صُنْعَ اللّٰهِ الَّذِيْٓ اَتْقَنَ كُلَّ شَيْءٍۗ اِنَّهٗ خَبِيْرٌ ۢ بِمَا تَفْعَلُوْنَ ۝٨٨

Engkau akan melihat gunung-gunung yang engkau kira tetap di tempatnya, padahal ia berjalan seperti jalannya awan. (Demikianlah) penciptaan Allah menjadikan segala sesuatu dengan sempurna. Sesungguhnya Dia Mahateliti terhadap apa yang kamu kerjakan. (An-Naml [27]: 88)

Dulu manusia berasumsi bahwa bumi yang mereka pijak ini selalu diam. Mereka juga mengira bahwa bumi ini adalah pusat alam semesta (pandangan geosentris) yang tidak bergerak. Menurut mereka, benda-benda langit, seperti matahari, bintang, bahkan galaksi, semuanya berputar mengelilingi bumi. Teori ini dilontarkan oleh Claudius Ptolomeus (90-168 M) dan didukung oleh banyak ilmuan kala itu.

Jauh sebelum Claudius, ada seorang ilmuan yang berpandangan bahwa bumi berputar mengelilingi matahari. Dia adalah Aristokras (310-330 M), yang mengatakan, “Bintang-bintang itu diam, apa yang kita lihat bergerak sesungguhnya adalah gerakan-gerakan fatamorgana yang tampak sebagai akibat perputaran bumi dan desentralisasi matahari” Hanya saja, tidak ada seorang pun yang mendukung pendapatnya, bahkan cenderung menolak, dampaknya gagasan Aristokras tenggelam di bawah hegemoni Claudius Ptolomaeus waktu itu.

Ternyata al-Qur’an bicara tentang bumi yang berotasi dan berevolusi. Allah berfirman:

اَلَمْ تَرَ اَنَّ اللّٰهَ يُوْلِجُ الَّيْلَ فِى النَّهَارِ وَيُوْلِجُ النَّهَارَ فِى الَّيْلِ وَسَخَّرَ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَۖ كُلٌّ يَّجْرِيْٓ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى وَّاَنَّ اللّٰهَ بِمَا تَعْمَلُوْنَ خَبِيْرٌ ۝٢

Tidakkah engkau memperhatikan bahwa sesungguhnya Allah memasukkan malam ke dalam siang, memasukkan siang ke dalam malam, dan menundukkan matahari dan bulan, masing-masing beredar sampai pada waktu yang ditentukan? (Tidakkah pula engkau memperhatikan bahwa) sesungguhnya Allah Mahateliti terhadap apa yang kamu kerjakan? (Luqman [31]: 29)

Rotasi bumi merujuk pada gerakan berputar planet bumi pada porosnya, yang berlangsung secara terus-menerus dan stabil. Bumi berputar ke arah timur, atau jika dilihat dari kutub utara, berlawanan arah dengan jarum jam. Gerakan rotasi ini merupakan salah satu dari dua gerakan utama bumi, selain revolusi, yang memiliki dampak signifikan terhadap kehidupan di bumi. Salah satu efek langsung dari rotasi bumi adalah terjadinya pergantian siang dan malam. Ketika bumi berputar, bagian yang menghadap matahari mengalami siang, sementara bagian yang membelakangi matahari mengalami malam. Meskipun setiap daerah di bumi mengalami siklus ini, panjang siang dan malam dapat bervariasi tergantung pada lokasi geografis dan waktu dalam setahun.

Masa rotasi bumi pada porosnya dalam hubungannya dengan bintang-bintang dikenal sebagai “hari sideris.” Waktu yang dibutuhkan bumi untuk menyelesaikan satu putaran penuh relatif terhadap bintang-bintang jauh adalah sekitar 23 jam, 56 menit, dan 4.091 detik. Sementara itu, satu hari matahari, atau waktu yang dibutuhkan bumi untuk berputar sehingga matahari kembali ke posisi yang sama di langit, adalah sekitar 24 jam. Rotasi yang konstan ini juga berperan penting dalam stabilitas iklim dan cuaca di bumi, menciptakan pola-pola cuaca yang teratur serta mempengaruhi angin dan arus laut. Dengan kata lain, rotasi bumi bukan hanya fenomena fisik semata, tetapi juga sebuah mekanisme yang sempurna yang mendukung kehidupan di planet ini.

Al-Qur’an Mengajak untuk Merenungkan

Banyak ayat-ayat Allah yang terhampar di muka bumi yang seharusnya kita renungkan dengan penuh kesadaran. Ayat-ayat ini tidak hanya mengajak kita untuk sekadar melihat, tetapi juga mendorong kita, khususnya umat Muslim, untuk berpikir lebih jauh dan mendalam. Dengan merenungkan tanda-tanda kebesaran-Nya, kita diharapkan dapat menambah pengetahuan, memperluas wawasan, dan menghilangkan kebodohan yang mungkin masih melekat dalam diri kita.

Tujuan utama dari merenungi ayat-ayat ini adalah untuk meningkatkan keimanan dan ketakwaan kita kepada Allah. Ketika kita memahami betapa luar biasanya ciptaan Allah di alam semesta, kita akan semakin menyadari kebesaran-Nya dan merasakan kedekatan dengan-Nya. Pada akhirnya, proses ini tidak hanya memperkuat iman kita, tetapi juga membimbing kita untuk menjalani kehidupan yang lebih baik dan lebih bermakna, sesuai dengan petunjuk dan ajaran-Nya.

Sumber:

Samir Abdul Halim, Ensiklopedia Sains Islami, Tangerang: Kamil Pustaka. Jilid ke-6.

Skip to content