
Sejarah Indonesia menunjukkan bahwa para pemuda memiliki peranan signifikan dalam proses panjang membangun bangsa. Mereka tidak sekadar menyaksikan perubahan, tetapi menjadi penggerak dan pilar dari setiap babak penting dalam sejarah. Di balik perjalanan menuju kemerdekaan, ada jejak langkah pemuda yang penuh semangat dan pengorbanan, yang terabadikan dalam berbagai peristiwa, salah satunya adalah Sumpah Pemuda pada 28 Oktober 1928. Momen tersebut menjadi manifestasi dari tekad pemuda Indonesia untuk melampaui sekat-sekat perbedaan demi satu bangsa yang utuh.
Pemuda Muslim dalam Jong Islamieten Bond
Sumpah Pemuda tidak terjadi begitu saja. Di baliknya, ada peran penting organisasi kepemudaan seperti Jong Islamieten Bond (JIB), yang didirikan pada 1 Januari 1925 oleh Raden Sjamsuridjal. JIB adalah organisasi pertama yang memperjuangkan kemerdekaan dengan dasar ajaran Islam dan semangat nasionalisme. Dalam Kongres Pemuda II yang melahirkan ikrar Sumpah Pemuda, JIB memainkan peran penting. Organisasi ini menjadi ruang bagi pemuda Muslim Indonesia untuk mengukuhkan jati diri sebagai generasi penerus bangsa yang memadukan semangat keislaman dengan rasa cinta tanah air. JIB tidak hanya menjadi representasi kaum Muslimin, tetapi juga menyuarakan semangat kebangsaan yang melampaui sekat-sekat kedaerahan.
Melalui wadah ini, para pemuda Muslim Indonesia bersatu, mengusung identitas sebagai putra-putri bangsa yang satu, tanpa memandang suku, agama, atau golongan. “Jong Islamieten Bond dibentuk dari kekhawatiran munculnya primordialisme dari kelompok-kelompok daerah,” ujar Ustaz Ade Rumaidi, Sabtu (26/10/2024), guru sejarah di Pondok Pesantren Daar el-Qolam 3 Kampus Dza ‘Izza, yang menegaskan peran besar JIB dalam mengatasi sektarianisme dan memperluas makna nasionalisme yang lebih inklusif.
Kehadiran JIB dalam Kongres Pemuda menjadi salah satu momen bersejarah yang menandai komitmen pemuda Muslim terhadap persatuan Indonesia. Dalam Kongres Pemuda I, pada 1926, serta dalam Kongres Pemuda II yang melahirkan ikrar Sumpah Pemuda, JIB berperan aktif menyuarakan gagasan yang mengedepankan persatuan tanpa mengesampingkan identitas keislaman.
Rahman (2006) mencatat bahwa JIB adalah satu-satunya organisasi pemuda Islam yang secara aktif memberikan masukan dalam perumusan nilai-nilai kebangsaan di Kongres Pemuda. Kehadiran wakil-wakil JIB dalam Kongres Pemuda Kedua tersebut menjadikan organisasi ini tercatat dalam sejarah sebagai saksi hidup dan pelaku yang turut menyuarakan ikrar pemuda: “Kami putra dan putri Indonesia mengaku bertumpah darah yang satu, tanah Indonesia; Kami putra dan putri Indonesia mengaku berbangsa yang satu, bangsa Indonesia; Kami putra dan putri Indonesia menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia” (Rahman, 2006).
Bahkan di situ ada perwakilan dari Banten. “Jong Islamieten Banten adalah salah satu yang ikut merumuskan teks Sumpah Pemuda,” kata Ustaz Ade Rumaidi.
Pelajaran Berharga
Para pemuda Muslim dalam Jong Islamieten Bond (JIB) membaktikan diri untuk bangsa dengan menggabungkan semangat Islam dan nasionalisme. Mereka tak sekadar berbicara tentang kemerdekaan, tetapi berperan aktif dalam aksi nyata demi persatuan Indonesia, menjembatani berbagai kelompok pemuda untuk mencapai cita-cita kemerdekaan dan kedaulatan bangsa.
Nama-nama seperti Haji Agus Salim, Mohammad Natsir, Kasman Singodimedjo, dan Mohammad Roem adalah tokoh-tokoh yang lahir dari rahim JIB. Mereka tidak hanya berjuang dalam pergerakan pemuda, tetapi juga memainkan peran penting dalam pemerintahan setelah kemerdekaan. Mereka adalah contoh pemimpin bangsa yang mampu memadukan semangat nasionalisme dan keislaman. Tokoh-tokoh ini tidak hanya berjasa dalam membangun organisasi pemuda, tetapi juga memainkan peran penting setelah Indonesia merdeka. Haji Agus Salim, misalnya, menjadi tokoh diplomasi yang berhasil menggalang pengakuan internasional dari negara-negara Timur Tengah terhadap kemerdekaan Indonesia. Mohammad Roem, tokoh penting dalam perjanjian Roem-Royen, memperkuat pengakuan terhadap kedaulatan Indonesia di tingkat dunia. Mohammad Natsir, mantan ketua JIB, dikenal sebagai perdana menteri yang memperkenalkan Mosi Integral, sebuah konsep yang memperkokoh persatuan bangsa dalam bingkai kedaulatan negara. Semua tokoh ini membuktikan bahwa JIB bukan sekadar organisasi pemuda, melainkan kawah candradimuka yang menempa calon pemimpin bangsa (Rahman, 2006).
Pemuda-pemuda Muslim di Jong Islamieten Bond menyadari bahwa kemerdekaan yang sejati hanya dapat dicapai melalui persatuan. Mereka menunjukkan bahwa Islam dan nasionalisme bukanlah hal yang harus dipertentangkan, tetapi dapat berjalan beriringan dalam semangat kebangsaan yang inklusif. Dengan berpijak pada nilai-nilai Islam yang universal, mereka berhasil menciptakan ikatan kebangsaan yang kuat. Mereka mengajarkan kepada generasi penerus bahwa dalam semangat kebangsaan yang hakiki, pemuda Indonesia mampu menyatukan keanekaragaman dan melampaui batas-batas perbedaan.
Sejarah Jong Islamieten Bond mengingatkan kita bahwa pemuda yang berkualitas adalah mereka yang tidak hanya memiliki wawasan keislaman yang mendalam, tetapi juga rasa cinta tanah air yang kuat. Mereka tidak gentar menghadapi segala tantangan, karena mereka berdiri di atas dasar yang kokoh: persatuan dalam keberagaman.
Peran Jong Islamieten Bond dalam sejarah Indonesia menjadi pengingat bagi generasi masa kini akan pentingnya peran pemuda berkualitas dalam membangun bangsa. Pemuda yang berkarakter kuat, berjiwa nasionalis, dan berpegang teguh pada nilai-nilai keagamaan adalah aset terbesar bangsa ini. Mereka adalah generasi yang siap menembus segala batas keragaman suku bangsa demi mewujudkan Indonesia yang berdaulat, mandiri, dan bermartabat. Warisan JIB ini relevan hingga hari ini, menjadi teladan bahwa semangat nasionalisme dapat tumbuh subur dalam iklim yang menjunjung tinggi nilai-nilai keisalaman..
Sumber: Rahman, Momon Abdul, et.al. 2006. Jong Islamieten Bond Pergerakan Pemuda Islam 1925-1942. Jakarta: Museum Sumpah Pemuda.