Kisah Yassirlya di Korea: Inilah 3 Hal yang Menarik
Yassirlya, alumni Pondok Pesantren Daar el-Qolam 3 Kampus Dza ‘Izza angkatan ke-10, 2021 melanjutkan kuliah di Ajou University, Suwon, Korea Selatan.

Ajou University, Suwon – Korea Selatan, negeri yang dikenal dengan segala gemerlap budaya populernya, telah menjadi tempat menimba ilmu bagi Yassirlya Amrina Kurniati, mahasiswa Department of Software and Computer Engineering di Ajou University. Ia juga merasakan bagaimana berbaur dalam arus kehidupan negeri K-Pop yang penuh warna. Alumni angkatan 10, Averous Generation ini tidak hanya sedang menempuh studi di negeri yang jauh, tetapi juga menyelami perbedaan budaya yang membentuk cara pandang dan membuka cakrawala yang lebih luas.

Transportasi Umum yang Nyaman

Di tengah hiruk-pikuk dan arus cepat kehidupan di Korea, Yassirlya menemukan tiga hal menarik dari Korea Selatan. Yang pertama, kenyamanan transportasi umum Korea Selatan. “Jika kita ingin pergi ke suatu tempat, walaupun tidak tahu di mana dan bagaimana kita bisa ke sana, kita bisa mencari tahu dengan aplikasi map lokal Korea, seperti Naver Map,” ungkapnya saat diwawancara pada Selasa (29/10/2024). Aplikasi ini, katanya, memungkinkan setiap orang melihat rute, estimasi waktu, hingga jadwal kedatangan bus atau kereta yang kita tunggu sampai di bus stop atau terminal. “Biasanya durasi menunggunya pun tidak lama. Selain itu transportasi umum juga aktif dari jam 5 pagi hingga jam 12 malam,” tambahnya. Baginya, layanan transportasi yang nyaman ini merupakan bukti efisiensi masyarakat Korea, yang begitu serius melayani mobilitas warganya.

Rendahnya Tingkat Kriminalitas

Pengalaman lainnya yang tak kalah berkesan bagi Yassirlya adalah rendahnya tingkat kriminalitas di Korea Selatan. “Korea bisa dibilang salah satu negara yang aman. Misalnya, kita meninggalkan barang berharga di tempat umum sekalipun, tidak akan ada yang berani mengambilnya,” ujarnya.

Yassirlya mengisahkan kejadian saat ia kehilangan dompet. Di tempat lain, mungkin saja itu adalah akhir dari kisah dompetnya. Namun, di Korea, dua hari kemudian, dompet itu dikembalikan dengan segala isinya utuh. “Saya dulu pernah kehilangan dompet, tapi dua hari setelahnya dompet saya tiba-tiba sudah ada di petugas asrama, karena di dalamnya memang ada ID Card mahasiswa saya, dan kartu-kartu saya pun tidak ada yang hilang,” kisahnya.

Mengikuti praktik kebudayaan.

Budaya Pali Pali

Budaya pali pali, atau “cepat-cepat”, adalah hal menarik ketiga yang diamatinya. Di negeri yang memiliki efisiensi sebagai salah satu nilai utama ini, hampir setiap aspek kehidupan berakar pada kecepatan.

“Di Korea itu ada yang namanya budaya pali pali, atau dalam bahasa Indonesia artinya cepat-cepat. Jadi, orang Korea itu sudah terbiasa dengan yang namanya cepat-cepat. Misalnya, durasi pengiriman barang di Korea yang rata-rata cuma memakan waktu sehari. Ada juga, misalnya kita beli barang online hari ini, dijamin akan sampai besok harinya sebelum jam 7 pagi. Selain itu, budaya ini juga berlaku di segala aspek, pekerjaan, pelayanan, transportasi, dan lain sebagainya,” tuturnya.

Bagi Yassirlya, budaya ini adalah bentuk komitmen tinggi orang Korea dalam bekerja, melayani, dan mengatur waktu—sebuah pelajaran hidup yang ia bawa dalam kesehariannya.

Pernah Merasa Takut

Yassirlya pun mengungkapkan bagaimana kesannya selama tinggal di Korea Selatan sebagai suatu pengalaman berharga, baik dalam pergaulan, komunikasi, hingga membentuk kepribadian yang mandiri.

“Kesan saya selama tinggal di Korea Selatan, terlepas dari cultural shock yang saya dapatkan, saya sangat senang karena saya bisa mendapatkan pengalaman-pengalaman yang mungkin tidak akan pernah saya dapatkan jika saya tidak pernah ke Korea, seperti mempunyai banyak teman internasional dari berbagai negara, belajar bahasa baru, budaya baru, entah itu budaya Korea ataupun saling sharing budaya negara lain dengan teman-teman, merasakan tinggal di negara empat musim, merasakan sistem pendidikan di Korea Selatan, dan tentunya menjadi pribadi yang lebih mandiri,” ungkapnya.

Yassirlya mengakui bahwa tinggal di Korea, selain diwarnai oleh “cultural shock” juga menghadirkan tantangan identitas. Sebagai seorang muslim di negara dengan budaya yang berbeda, ia sempat merasakan rasa takut.

“Jujur saja, saya pernah ada rasa takut sebagai muslim yang tinggal di negara nonmuslim, tetapi ternyata kebanyakan orang Korea sendiri tetap bisa saling menghargai. Sebenarnya orang Korea itu lebih ke sifat individualis, yang mana tidak terlalu peduli dengan siapa kita, asalkan kita tidak melakukan hal-hal yang mengganggu,” tuturnya

Pengalaman-pengalaman ini membuat Yassirlya merasa telah mendapatkan sesuatu yang berharga. Tantangan tinggal di luar negeri, diiringi dengan semangat untuk memahami segala perbedaan budaya, menjadikannya sosok yang kini lebih percaya diri menghadapi masa studi. Dalam setiap jejak langkahnya di Korea Selatan, Yassirlya menyadari bahwa keputusan untuk melangkah keluar dari zona nyaman adalah awal dari proses panjang yang tidak hanya mendidik, tetapi juga membentuknya menjadi pribadi yang lebih tangguh dan berwawasan luas.