
Dalam beberapa tahun terakhir, kemajuan teknologi kecerdasan buatan (AI) terus merambah ke berbagai aspek kehidupan, termasuk dunia pendidikan. AI menjadi alat yang memudahkan pekerjaan manusia, namun penggunaan teknologi ini harus dilakukan dengan bijak dan penuh pertimbangan. Inilah yang menjadi tema pembicaraan bersama Ustazah Hj. Nur Tsawaabit, pengajar di Pondok Pesantren Daar el-Qolam 3 Kampus Dza ‘Izza, dalam sebuah wawancara pada Selasa (15/10/2024).
Berbekal pengalamannya belajar ilmu komputer selama enam bulan di Harvard University melalui beasiswa micro credential CS50X, Ustazah Abit (sapaan akrabnya) menegaskan bahwa AI tidak bisa dihindari. “Itu disrupsi teknologi,” ungkapnya.
Pengalamannya di Harvard memberikan pandangan yang mendalam tentang pentingnya pemahaman etika dalam menggunakan AI. Selama mengikuti program daring tersebut, seluruh peserta dilarang menggunakan teknologi AI dalam tugas-tugas mereka. Hal ini menegaskan bahwa kendali manusia tetap menjadi yang utama dalam proses belajar.
Bagi Ustazah Abit, AI tidak perlu dipandang sebagai ancaman, melainkan sebagai partner dalam proses belajar. “Dalam pandangan saya sendiri, AI berfungsi sebagai partner untuk bertukar pendapat, sebagai brainstorming,” jelasnya. Menurutnya, AI dapat membantu seseorang menemukan ide-ide ketika mereka tidak memiliki rekan diskusi.
Namun, ia menekankan bahwa hasil dari AI tidak boleh diterima begitu saja. “Apa yang dikeluarkan AI itu kita tidak boleh mengambil 100 persen, harus divalidasi lagi dengan membandingkan dengan sumber-sumber lainnya yang terpercaya, seperti buku, jurnal, dan lainnya,” tambahnya.
Dalam dunia pendidikan, menurut Ustazah Abit, penting untuk menyiapkan siswa dengan kemampuan literasi yang baik. “Orang yang memiliki basic literasi bisa membedakan mana karya AI atau bukan,” jelasnya. Di kurikulum merdeka, literasi digital juga telah menjadi bagian dari pelajaran informatika untuk mempersiapkan siswa menghadapi dunia yang terus berubah dengan penguatan etika digital.
Kata Ustazah Abit, dalam pelajaran informatika ada materi tentang etika digital. “Karena yang dikuatkan adalah penggunanya,” katanya.
“Dengan adanya berbagai perkembangan teknologi, jangan sampai hal itu melemahkan kemampuan manusia,” kata Ustazah Abit.
Meskipun demikian, tantangan besar tetap ada dalam bagaimana mengelola penggunaan AI. Ustazah Abit meyakini bahwa pelarangan penggunaan AI bukanlah solusi. “Yang terpenting ada aturan atau tata kelola yang jelas, bukan dilarang,” katanya.
Pesan Ustazah Abit jelas—AI adalah alat yang harus digunakan dengan bijak. Tidak untuk menggantikan, tetapi untuk mendampingi. Penggunaan yang cerdas dan penuh kehati-hatian akan menjadikan AI sebagai teman belajar yang efektif di tengah disrupsi teknologi yang terus berkembang.