
Himpunan ayat al-Qur’an dan hadits tentang ilmu yang tidak sedikit menunjukkan luhurnya kedudukan ilmu dalam Islam. Karenanya, ilmu menjadi titik perhatian yang penting untuk dibahas oleh para ulama, sehingga lahirlah kitab-kitab khusus yang mengupas tuntas tentang bagaimana Islam memposisikan ilmu. Di antara kitab tersebut ada Bayan al-Ilmi wa Fadhluhu karya Ibnu Abdi al-Barr, Ta’lim al-Muta’allim karya Az-Zarnuji, dan Adab al-‘Alim wa al-Muta’allim karya guru kami, Abu al-Fadhl Ahmad bin Mansur Qurtom (1446 H). Kitab-kitab tersebut merinci pembahasan seputar hukum menuntut ilmu, siapa saja yang diwajibkan mencari ilmu, ilmu apa yang wajib dipelajari, dan tentu keutamaan apa yang diperoleh bagi pemangku ilmu.
Meminjam judul yang dikutip oleh Imam al-Bukhari dalam subbab kitab Shahih-nya, selain sebagai bentuk tabarruk, beliau juga menjelaskan bahwa judul tersebut tersirat dalam firman Tuhan dalam Surah Muhammad ayat 19:
“Ketahuilah (wahai Muhammad) bahwa tiada Tuhan selain Allah serta mohonlah ampun atas dosamu dan dosa orang-orang mukmin laki-laki dan perempuan. Allah mengetahui tempat kamu berusaha dan tempat kembalimu.”
Dalam ayat tersebut, Allah SWT meletakkan ilmu lebih dulu sebelum amal. Seolah Allah ingin menyinggung bahwa iman dan amal tanpa ilmu itu sia-sia. Oleh karena itu, kali ini penulis akan menyajikan hal-hal yang perlu diketahui terkait kewajiban menuntut ilmu dalam pandangan Islam, berlandaskan pemahaman ulama terhadap hadits Rasulullah ﷺ yang masyhur:
“طلب العلم فريضة على كل مسلم”
Artinya: “Menuntut ilmu adalah wajib bagi seorang Muslim.”
Status Hadits
Tentunya, dalam menggali suatu hukum yang terkandung dalam sebuah hadits, meneliti status hadits menjadi langkah awal yang mesti dilakukan peneliti sebelum lebih jauh menelaah. Sebab, salah-benar kesimpulan ditentukan oleh status hadits. Hal ini merupakan bagian dari upaya menghindari kekeliruan dalam memahami agama. Hukum yang diambil dari sumber yang lemah seperti bangunan yang berdiri di atas fondasi yang rapuh.
Tidak seperti al-Qur’an, hadits tidak semuanya memiliki penisbatan absolut. Karena itu, para ulama ahli hadits bersikeras membuat filter untuk menyaring hadits dari yang bukan hadits dan merumuskan klasifikasi hadits sesuai tingkat keabsahannya sebagai landasan hukum. Untuk menelaah dan memahami kandungan nilai dalam hadits di atas, kita perlu melihat komentar ulama terhadap hadits tersebut.
Di antara ulama hadits yang kredibilitasnya tidak diragukan lagi adalah Imam as-Suyuthi. Ulama dengan karya mencapai 600 kitab ini lahir pada tahun 911 H di Mesir. Salah satu yang beliau tulis dalam ilmu hadits adalah kumpulan riwayat hadits yang menjadi pembahasan kali ini. Dalam kitab yang berjudul Juz’ fiihi thuruq hadits talabu al-ilmi faridhatun ‘alaa kulli muslim, beliau mengumpulkan 49 jalur periwayatan hadits tersebut. Dengan begitu, kita dapat dengan mudah mengetahui status hadits tersebut sebelum kemudian mengambil sarinya.
Menukil komentar Imam an-Nawawi ketika ditanya tentang status hadits ini, beliau menjawab bahwa hadits tersebut dha’if walaupun maknanya sahih. Kemudian al-Mizzi, murid Imam an-Nawawi, menegaskan bahwa hadits tersebut memiliki jumlah periwayatan yang banyak, sehingga dengan jalur riwayat tersebut, derajat hadits naik dari dha’if menjadi hasan. Di antara perawi yang meriwayatkan hadits ini adalah Ibnu Majah dan al-Baihaqi.
Ilmu Apa yang Wajib Dipelajari?
Secara umum, semua bentuk ilmu pengetahuan wajib dipelajari selama ada manfaat yang diperoleh dari mengetahuinya. Tentunya, setiap ilmu pengetahuan memiliki keuntungan masing-masing, baik bagi pribadi maupun masyarakat lainnya. Namun, secara lebih khusus, Islam mewajibkan setiap pemeluknya secara personal untuk mempelajari ilmu tertentu.
Apa saja ilmu tersebut? Dalam kitabnya, Syekh Ahmad Qurtom membagi hukum mempelajari ilmu menjadi dua: fardhu ‘ain dan fardhu kifayah.
- Fardhu ‘ain adalah kewajiban bagi setiap individu yang tidak dapat digugurkan oleh perwakilan.
- Fardhu kifayah merupakan kewajiban bagi sebagian orang dalam sebuah kelompok masyarakat. Kewajiban ini gugur apabila telah dilaksanakan oleh sebagian orang dari kelompok tertentu.
Pembagian hukum ini lahir berdasarkan objek ilmu yang dipelajari. Beliau menghukumi ilmu akidah, fikih, dan akhlak sebagai ilmu dasar yang wajib dipelajari setiap pribadi Muslim tanpa terkecuali. Tiga ilmu ini menjadi fondasi yang harus dikokohkan oleh masing-masing individu Muslim sebagai bekal mereka beribadah kepada Allah, baik melalui ibadah yang bersifat ritual maupun sosial.
Hal ini berlandaskan hadits Rasulullah ﷺ riwayat ath-Thabrani (360 H) dalam kitabnya al-Mu’jam ash-Shaghir, di mana beliau bersabda:
“Wajib bagi setiap mukmin untuk mengetahui ilmu tentang puasa, salat, hal-hal yang diharamkan, hukuman dalam Islam, dan hukum yang lainnya.”
Selain dari itu, ilmu dihukumi sebagai fardhu kifayah. Walau demikian, hal ini sama sekali tidak mengurangi pentingnya ilmu yang lain. Sebab, ketiadaannya dalam suatu komunitas akan berdampak sangat besar bagi kemaslahatan bersama. Seperti ilmu kedokteran, pembangunan, pertanian, perikanan, dan lain sebagainya yang berperan penting dalam menciptakan tatanan masyarakat yang damai dan sejahtera.
Dari sudut pandang ini, Pondok Pesantren Daar el-Qolam 3 Kampus Dza ‘Izza hadir sebagai lembaga pendidikan Islam yang memadukan kedua ilmu tersebut. Keseriusannya dalam mencetak generasi islami tidak mengenyampingkan pengetahuan umum yang menopang ilmu agama demi mencetak manusia ahl al-‘izzah yang berakhlak dan terpelajar. Dengan begitu, para santri siap menjadi pemimpin yang memelopori pembangunan peradaban yang beradab.
Sudah benar iktikad para pendiri pesantren ini yang menetapkan sistem pembelajaran berpedoman pada prinsip al-muhafazatu ‘ala al-qadim ash-shalih wa al-akhdzu bi al-jadid al-ashlah—menjaga tradisi luhur dan mengadopsi modernisasi yang lebih baik. Semoga para penerus yang mengemban amanah mulia ini, serta seluruh elemen yang mendapatkan keberkahan dari pondok pesantren ini, tetap konsisten mempertahankan niat luhur para pendahulu yang mendahulukan pendidikan akhlak dan agama di atas segalanya. Amin.