Kita harus memahami terlebih dahulu makna Dza ‘Izza dari pondok pesantren ini. Dengan memahami makna ini, kita dapat lebih menghayati tujuan dan makna dari keberadaan kita di pondok pesantren serta menerapkan prinsip tersebut dalam kehidupan sehari-hari.
Stephen Covey dalam bukunya The 7 Habits of Highly Effective People, yang menyatakan bahwa hidup harus berlandaskan pada tujuan akhir. Orang yang sukses adalah mereka yang memiliki tujuan akhir yang jelas sebagai dasar dalam menjalani kehidupan mereka. Dengan mengetahui tujuan akhir tersebut, seseorang dapat mengarahkan hidupnya untuk mencapai target dan keinginan mereka.
‘Izzah berarti kemuliaan. Hal ini sesuai dengan ayat Al-Qur’an yang menyebutkan bahwa kemuliaan hanya milik Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang yang beriman. Sebagaimana tercantum dalam Surah al-Munafiqun (63:8):
ۗوَلِلّٰهِ الْعِزَّةُ وَلِرَسُوْلِهٖ وَلِلْمُؤْمِنِيْن
Padahal kemuliaan itu hanyalah milik Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang mukmin (Al-Munāfiqūn [63]:8)
Kemuliaan itu milik Allah dan para rasulnya serta orang orang yang beriman. Insyaallah mudah-mudahan kita bagian daripada orang-orang yang beriman kepada Allah Swt. serta dimuliakan oleh Allah Swt. Karena itu harus dicari, itulah tujuan besar kita: mulia di hadapan Allah Swt. Tidak penting mulia di hadapan manusia, karena itu jangan jadi penjilat. Hidup tidak boleh jadi penjilat, karena menjilat hanya untuk dipuji oleh manusia, sedangkan tujuan hidup kita mulia di hadapan Allah Swt.
Dza ‘Izza itu kemuliaan, ‘izzah. Tetapi kenapa di depannya dza bukan dzu? Kenapa dia fathah, bukan dommah? Kenapa bukan dzu, kenapa bukan dzi? Kenapa dza, karena dia objek, tujuan yang ingin dicapai. Bagaimana cara mendapatkan itu? Mendapatkannya dengan cara menuntut ilmu dan berakhlak mulia.
Daar el-Qolam adalah Kampung Pena, Kampung Ilmu Pengetahuan. Falsafah kehidupan seorang penuntut ilmu ibarat seorang nahkoda yang mengarungi samudra. Dalam perjalanan tersebut, ia harus menghadapi ombak dan badai. Tidak ada nahkoda yang tangguh lahir dari perairan yang tenang; seorang nahkoda yang cakap dan tangguh pasti lahir dari lautan yang garang.
Oleh karena itu dalam proses belajar, kita pasti akan menghadapi berbagai tantangan. Akan ada ombak, badai, rasa tidak betah, rasa jenuh, dan rasa malas—semua itu adalah cobaan dan rintangan di tengah lautan. Namun, ingatlah bahwa nahkoda yang kuat adalah mereka yang mampu menghadapinya. Dengan demikian, mereka akan bisa sampai ke dermaga dengan selamat dan meraih kemuliaan.
Ibaratnya lautan adalah kampung pena, tempat menuntut ilmu. Karena itu menjadilah Ahl al-‘Izza. Ahl al-‘Izzah cirinya tiga, yang pertama Ahl al-ziyadah, yang kedua Ahl al-Qiyadah, yang ketiga Ahl al-Riyadah. Cirinya Ahl al-Ziyadah adalah Mutakhalliq, muta’allim, mutamaddin. Cirinya Ahl al-Qiyadah adalah Mundzir wa qa’idil qaum. Cirinya Ahl al-Riyadah adalah Muslih al-Qaum.
Kenapa Muslih al-Qaum? Karena saat ini banyak orang yang takut untuk berkata benar. Padahal dalam hadis disebutkan, Qulil haqqa wa lau kana murran (Katakan yang benar, meskipun pahit). Banyak orang takut untuk mengatakan tidak di hadapan orang lain, ini sangat umum terjadi. Saat ini, keadaan telah berubah. Yang benar sering dianggap aneh, dan banyak orang lebih memilih bersepakat dalam kesalahan dan dosa daripada berbicara kebenaran. Ini salah satu ciri dari akhir zaman, di mana keadaan kembali seperti masa Jahiliyah.
Di masa lalu, yang benar dianggap asing karena masyarakat menyembah berhala dan orang yang menyembah Allah dianggap aneh. Sekarang, kita melihat hal yang sama: yang berkata benar dianggap aneh. Inilah kondisi yang harus kita hadapi sebagai bagian dari akhir zaman, di mana kebenaran sering kali menjadi hal yang asing. Dalam sebuah hadis Rasulullah saw. bersabda:
إِنَّ الإِسْلاَمَ بَدَأَ غَرِيْبًا وَسَيَعُوْدُ غَرِيْبًا كَمَا بَدَأَ فَظُبَى لِلْغُرَبَاء
Sesungguhnya Islam dimulai dengan keterasingan dan akan kembali asing sebagaimana awalnya, maka beruntunglah orang-orang yang asing (al-Ghuraba)” (H.R. Muslim).
Islam Rahmatan lil alamin
Saat ini, kebenaran dan kebatilan mulai dibolak-balikkan. Sebagai Muslim, kita semua mencintai tanah air, atau hubb al-wathan. Tidak benar jika ada yang mengatakan bahwa pesantren itu teroris. Pesantren justru mencintai tanah air karena mereka memegang teguh nilai-nilai agama.
Apakah ada di antara kita, Muslim yang memiliki perusahaan besar, yang menolak orang non-Muslim bekerja di perusahaan tersebut? Tidak ada. Apakah kita memaksa orang non-Muslim untuk memakai jilbab? Tidak juga. Namun, apakah ada perusahaan asing atau dalam negeri yang dipimpin oleh non-Muslim yang memaksa membuka jilbab jika bekerja di tempat mereka? Banyak. Jadi, mana yang sebenarnya intoleran, dan mana yang toleran?
Islam adalah rahmatan lil alamin. Sebagai Muslim, kita harus memiliki toleransi yang tinggi dan tidak boleh intoleran. Kita harus bersahabat dengan siapapun, tetapi bukan berarti kita menjadi bagian dari mereka. Kita tidak berperang dengan orang non-Muslim selama mereka tidak memerangi kita.
Bukankah pernah ada sebuah kisah ketika Nabi mengingatkan para sahabat, agar jangan sentuh orang Yahudi ini, karena orang Yahudi ini tidak memerangi kita. Pada zaman dulu saja sudah ada peringatan tersebut. Oleh karena itu, jangan salah kaprah, jangan menilai hanya untuk kepentingan pribadi atau kepentingan politik.
Islam itu rahmatan lil alamin, yang ada adalah fastabiq al-khairat. Seperti yang disebutkan dalam surat Al-Baqarah ayat 147-148:
اَلْحَقُّ مِنْ رَّبِّكَ فَلَا تَكُوْنَنَّ مِنَ الْمُمْتَرِيْنَ ࣖ
Kebenaran itu dari Tuhanmu. Maka, janganlah sekali-kali engkau (Nabi Muhammad) termasuk orang-orang yang ragu (Al-Baqarah [2]:147)
وَلِكُلٍّ وِّجْهَةٌ هُوَ مُوَلِّيْهَا فَاسْتَبِقُوا الْخَيْرٰتِۗ اَيْنَ مَا تَكُوْنُوْا يَأْتِ بِكُمُ اللّٰهُ جَمِيْعًا ۗاِنَّ اللّٰهَ عَلٰى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ
Bagi setiap umat ada kiblat yang dia menghadap ke arahnya. Maka, berlomba-lombalah kamu dalam berbagai kebajikan. Di mana saja kamu berada, pasti Allah akan mengumpulkan kamu semuanya. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu (Al-Baqarah [2]:148)
Allah Swt. mengingatkan Nabi Muhammad saw. dan orang-orang beriman untuk tidak ragu. Kemudian, setiap umat mempunyai kiblat yang dihadapinya, artinya jangan pernah ragu terhadap perintah Allah, jangan pernah ragu terhadap kebenaran. Di mana pun kamu berada, pasti Allah akan mengumpulkan kamu semua. Sungguh, Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.
Fastabiq al-khairat, berlomba-lombalah dalam kebaikan, maka Allah akan mengumpulkan yang baik dengan yang baik, yang buruk dengan yang buruk. Orang yang punya semangat juang yang tinggi akan berkumpul dengan orang yang gigih belajar, sedangkan yang malas akan berkumpul dengan orang yang malas belajar. Itulah mengapa ada falsafah bahwa jika ingin menilai seseorang, lihatlah siapa temannya. Seperti disebutkan dalam sebuah mahfuzhat:
إن المَرْءَ لا تَسْألْ، واسْألْ عن قَرِينِهِ فإِنَّ القَرِينَ بالمُقارِنِ يَقْتَدي
Jika ingin tahu seseorang, jangan tanya dirinya, tetapi tanyalah temannya dan keadaan temannya
Dalam sebuah hadits Rasulullah saw. bersabda :
المرء على دين خليله فلينظر أحدكم من يخالل
Agama Seseorang sesuai dengan agama teman dekatnya. Hendaklah kalian melihat siapakah yang menjadi teman dekatnya (H.R. Abu Daud dan Tirmidzi)
Carilah teman yang membuatmu menjadi orang yang lebih baik, karena seorang teman sejati tidak akan memanfaatkan temannya. Jika ada teman yang memanfaatkan hubungan, itu bukanlah teman, melainkan penjilat. Seorang sahabat akan berbicara jujur; jika kamu salah, dia akan mengatakan kamu salah, dan jika kamu benar, dia akan mendukungmu. Itulah sahabat sejati.
اِلَّا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَعَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ ەۙ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ ࣖ
kecuali orang-orang yang beriman dan beramal saleh serta saling menasihati untuk kebenaran dan kesabaran (Al-‘Aṣr [103]:3)
Jika kamu ingin menilai seseorang, lihatlah temannya. Sebagaimana Allah akan mengumpulkan yang baik dengan yang baik dan yang buruk dengan yang buruk.
Disiplin Bukan Mengekang, Tetapi Membebaskan
Ingat, hidup itu penuh perjuangan. Oleh karena itu, kita harus meraih yang terbaik. Seperti yang sudah disampaikan, Stephen Covey mengatakan bahwa kita harus memprioritaskan yang paling utama dan terjauh, dengan memulai segala sesuatu dari akhirnya (begin with the end).
Sebagaimana diajarkan oleh Kiai Syahiduddin, “Tujuanmu mau jadi apa?” Maka jalani hidupmu menuju tujuan tersebut. Kalian boleh bermimpi, tapi jangan lupa untuk bangun dari tidurmu dan menggapai mimpi itu. Itulah yang disebut dengan tujuan besar—memiliki mimpi dan tujuan, serta berusaha mencapainya. Jangan pernah bilang tidak sanggup atau mustahil, karena tidak ada yang tidak mungkin di muka bumi ini, asalkan kita berusaha semaksimal mungkin. Jangan malas, karena hal itu akan menimbulkan penyesalan di kemudian hari. Seperti disebutkan dalam sebuah mahfuzhat:
اجْهَدْ وَلَا تَكْسَلْ وَلَاتَكُنْ غَافِلًا فَنَدَامَةُ اْلعُقْبَى لِمَنْ يَتَكَاسَلُ
Bersungguh-sungguhlah dan jangan bermalas- malasan, (karena) penyesalan itu bagi orang yang bermalas-malasan
Dalam buku Stephen Covey, The 8 Habit, disebutkan bahwa disiplin itu tidak mengekang, tetapi justru membebaskan. Apa yang dimaksud dengan kata-kata ini? Di pesantren penuh dengan disiplin, diatur segala macamnya, dan seterusnya. Hal itu dianggap pengekangan, bahkan ada istilah The Holy Jail. Tidak ada penjara Suci. Penjara itu konotasinya negatif. Pondok ini bukan sebuah penjara, tetapi tempat ibarat lautan, tempat menuntut ilmu. Sudah pasti ada dinamika di dalamnya. itulah yang akan membuatmu kuat sebagai seorang nahkoda kapal.
Ingat, disiplin tidak mengekang, justru membebaskan. Apa maksudnya? Jika kamu taat disiplin dan belajar sungguh-sungguh sekarang, kamu tidak akan menghadapi kebodohan di kemudian hari. Sebaliknya, kamu akan bebas (sukses). Namun, jika kamu bermalas-malasan sekarang, seperti mereka yang bahkan tidak mau mendengarkan nasihat yang baik dan malah tidur, insya Allah di kemudian hari akan menyesal. Ternyata, apa yang disampaikan oleh guru-guru itu benar, tetapi terkadang kita tidak mendengarkannya.
Jadi, disiplin bukan mengekang, tetapi justru membebaskan. Jadikan ini sebagai etos hidupmu. Hidup harus tertata dan teratur, sehingga kita akan terbebas dari belenggu kesesatan dan kesulitan di kemudian hari. Semoga Allah Swt. memudahkan kita semua dalam belajar dan mengajar, serta dalam mendidik, sehingga kita semua mendapatkan balasan dari Allah Swt. dan menjadi hamba yang dimuliakan oleh-Nya.