Resensi Buku The Leadership of Muhammad

Judul Buku: The Leadership of Muhammad: Kepemimpinan Muhammad dalam Rekonstruksi Sejarah
Penulis: Joel Hayward
Penerjemah: Novia Angelina
Penerbit: Quanta
Cetakan: Pertama, 2025
Tebal: xxi + 162 halaman
ISBN: 978-623-00-7042-6


Mengapa Nabi Muhammad berada dalam posisi pertama sebagai tokoh paling berpengaruh dalam sejarah menurut Michael H. Hart? Tentu penilaian ini didasarkan pada sejumlah pertimbangan ilmiah, meskipun sebagian kalangan merasa keberatan. Hart, dengan kejujuran ilmiah, menempatkan Nabi Muhammad di urutan pertama sebagai tokoh paling berpengaruh dalam sejarah umat manusia. Mungkin ini adalah salah satu buku yang berani mengungkapkan hal tersebut secara jujur, ditulis oleh penulis Barat, dan setelahnya tidak banyak ditemukan buku dengan nada serupa.

Buku Joel Hayward, The Leadership of Muhammad, setidaknya memberikan satu perspektif dan penjelasan mengapa Nabi Muhammad merupakan seorang pemimpin yang membawa pengaruh besar dalam sejarah. Hayward mengupas nilai-nilai kepemimpinan yang melekat pada Nabi Muhammad dan menopang keberhasilannya sebagai pemimpin yang berdampak luas. Nilai-nilai ini unik dalam konteks masanya, sehingga pendekatan sejarah di bidang ini sangat penting—sebagaimana sirah nabawiyah, namun secara tematik membahas dari sisi kepemimpinan.

Hayward, cendekiawan asal Selandia Baru, adalah seorang Profesor Pemikiran Strategis di National Defence College, Uni Emirat Arab. Ia juga merupakan penasihat bagi para pemimpin politik dunia, termasuk Pangeran William. Selain itu, ia pernah menjadi anggota Royal Society of Arts dan Royal Historical Society, serta dinobatkan sebagai “Profesor Terbaik Ilmu Sosial dan Kemanusiaan”.

The Leadership of Muhammad merupakan karya sejarah yang mengupas sisi kepemimpinan Nabi Muhammad dengan nilai-nilai kearifannya, sehingga mengungkapkan mengapa kepemimpinannya unik dan berpengaruh secara kemanusiaan—bukan sekadar dalam kehidupan beragama. Dalam buku ini, Hayward mendasarkan analisisnya pada sumber-sumber teks yang otentik dan terpercaya dari para penulis biografi generasi paling awal.

Hayward mengungkapkan sepuluh tema pokok kepemimpinan Nabi Muhammad, yaitu:

  1. Kepemimpinan teosentris,
  2. Memahami otoritas,
  3. Kepemimpinan konsultatif,
  4. Memimpin dengan contoh,
  5. Merakyat,
  6. Visi strategis,
  7. Komunikasi strategis,
  8. Kepemimpinan militer,
  9. Memaksimalkan potensi manusia,
  10. Kepemimpinan diplomatik.

Dalam “Kepemimpinan Konsultatif”, misalnya, dijelaskan bagaimana Nabi Muhammad mengedepankan prinsip musyawarah dalam mengambil keputusan. Hayward menjelaskan:

“Dalam Surah Ali Imran, Tuhan memuji Muhammad karena bersikap lembut, tidak kasar, dan tidak keras kepala—meskipun baru mengalami kekalahan perang yang disebabkan oleh ketidaktaatan beberapa tentaranya. Tuhan memerintahkan Muhammad untuk memaafkan mereka dan memohon ampunan Allah. Luar biasanya, alih-alih memberlakukan hukuman atau pengasingan, Tuhan menyuruh Muhammad merespons ketidaktaatan pasukannya dengan cara berikut: ‘Berundinglah dengan mereka tentang berbagai hal, dan ketika kalian mencapai sebuah keputusan, percayalah kepada Allah.'” (hal. 17).

Hayward menegaskan bahwa gaya kepemimpinan yang sangat konsultatif ini diterapkan oleh Nabi Muhammad sepanjang 23 tahun kepemimpinannya (hal. 18).

Dalam “Kepemimpinan dengan Contoh”, dipaparkan bagaimana beliau menjadi sosok teladan yang diikuti dan dipatuhi oleh para pengikutnya. Beliau turut serta dalam pembangunan Masjid Nabawi di Madinah, menggali parit dalam Perang Khandaq, merasakan kehausan dan kelaparan dalam pertempuran, serta selalu berada di depan dalam kebaikan.

“Kepemimpinan Muhammad pada dasarnya didasari oleh keteladanan. Ia selalu bersedia melakukan apa yang ia minta orang lain lakukan, betapapun sulit atau tidak menyenangkan. Ia percaya bahwa cara terbaik untuk mengajarkan perilaku bermoral adalah dengan menjadi pribadi yang bermoral. Hal ini pun dijelaskan dalam Al-Qur’an: ‘Sesungguhnya pada diri Rasulullah terdapat teladan yang baik.'” (hal. 27).

Dalam bagian “Merakyat”, digambarkan bagaimana sifat egaliter Nabi Muhammad yang sangat menyentuh seluruh lapisan masyarakat. Hayward menjelaskan:

“Tak diragukan lagi, Muhammad memiliki sifat merakyat. Kemampuan bergaul dengan rakyat biasa dari segala lapisan kehidupan menjadi daya tarik utamanya sebagai pemimpin. Orang-orang mau mengikutinya karena merasa dekat dengannya. Tentu mereka tahu bahwa Muhammad berbeda—ia adalah seorang nabi dan pemimpin dengan perilaku yang sangat budiman. Namun, ia tidak pernah terlihat superior. Dalam banyak hal, ia tampak seperti pria biasa yang bisa tersenyum, menangis, menyukai, atau tidak menyukai sesuatu—sama seperti orang lain.” (hal. 35).

Hayward juga menegaskan:

“Hubungan yang baik dengan umat sangat berarti bagi Muhammad. Ia menyapa semua orang yang ia temui di jalan, bahkan anak-anak yang sedang bermain. Muhammad dikenal kerap meluangkan waktu untuk semua orang, terutama mereka yang miskin dan lemah.” (hal. 38).

Buku ini ditutup dengan kesimpulan bahwa tujuannya adalah menginvestigasi apa yang diungkapkan sumber-sumber Arab awal tentang kapasitas dan kemampuan Muhammad dalam memimpin serta mengambil keputusan. Juga, sejauh mana tindakannya menghasilkan dampak positif—terutama hasil yang ia inginkan—selama 23 tahun kepemimpinannya.

Hayward menyatakan:

“Sumber-sumber itu jelas memperlihatkan bahwa Muhammad mencapai hasil yang luar biasa. Setelah satu dekade berjuang melawan permusuhan warga Mekah, ia berhasil mengubah Arab dalam 10 tahun setelah tiba di Madinah sebagai penengah dan orang asing pada 622 Masehi.”

“Jika seorang murid bertanya kepada saya apakah Muhammad adalah pemimpin yang efektif, saya akan menjawab tanpa keraguan: ‘Ya. Dia adalah sosok berbakat dan pemimpin yang luar biasa.'” (hal. 131).

Hayward juga merumuskan sejumlah nilai kepemimpinan Nabi Muhammad yang relevan dengan masa kini sebagai “pelajaran bagi pemimpin modern”.

Sebagai penilaian akhir, The Leadership of Muhammad sangat direkomendasikan sebagai referensi historis yang menjelaskan nilai-nilai kepemimpinan Nabi Muhammad. Hanya saja, buku ini belum memberikan analisis yang mendalam—meskipun sudah sangat memadai sebagai bacaan pengantar.