
Ukhuwah Islamiyah merupakan fondasi persaudaraan yang mengikat umat Islam secara global tanpa memandang perbedaan bahasa, suku bangsa, dan negara. Dalam wawancara bersama Ustazah Ina Purwanti, M.Hum, guru Pondok Pesantren Daar el-Qolam 3 Kampus Dza ‘Izza, beliau menjelaskan hakikat dan prinsip ukhuwah Islamiyah, serta peran pesantren dalam memperkuat ikatan ini. Simak penjelasan berikut, yang dirangkum dari perbincangan pada Jumat (11/7/2025).
“Ukhuwah Islamiyah merupakan salah satu ikatan hubungan terbesar yang dihadirkan oleh Islam untuk umatnya, dan itu bukan hanya sekadar slogan, tetapi dia adalah prinsip hidup yang sebaiknya kaum muslimin mengamalkannya sebagai way of life. Karena hakikat ukhuwah Islamiyah adalah hubungan ikatan keimanan yang menyatukan kita semua, seluruh kaum muslimin di dunia ini,” ungkap Ustazah Ina Purwanti.
Beliau menegaskan, “Ikatan kesamaan akidah dan keimanan ini bisa melebihi hubungan keluarga, suku, bahkan kewarganegaraan. Jadi, lintas suku, etnis, budaya, negara, maupun benua.”
Prinsip Dasar Ukhuwah Islamiyah
Lebih lanjut, Ustazah Ina menjelaskan tiga prinsip dasar ukhuwah Islamiyah. Pertama, al-hubbu fillahi ta’ala (cinta kepada Allah Swt); kedua, at-ta’awun ala al-birri wa taqwa (kerja sama dalam kebaikan dan takwa); ketiga, at-tanasur wa tarahum (saling menolong dan mengasihi).
Tak hanya itu, Ustazah Ina juga mengungkapkan perbedaan mendasar antara ukhuwah Islamiyah dan solidaritas sosial biasa. Pertama, yang membedakan ukhuwah Islamiyah dengan solidaritas sosial biasa yaitu ikatan keimanan dan kesamaan akidah, bahwa kaum muslimin mencintai saudaranya karena Allah (fillah) tanpa memandang nasionalisme, etnis, atau bahasa. “Jadi, yang menjadi pengikat adalah keimanan dan kecintaan kepada Allah Swt,” tegasnya. Sementara, solidaritas sosial prinsip dasarnya adalah kemanusiaan, sedangkan ukhuwah Islamiyah berlandaskan kesamaan akidah dan keimanan kepada Allah Swt sehingga tentunya lebih kuat.
Kedua, solidaritas sosial biasanya cakupannya berubah-ubah dan cenderung terbatas oleh geografis atau teritori, sedangkan ukhuwah Islamiyah lebih luas dan bersifat global karena menyatukan seluruh orang yang beriman di seluruh dunia. “Jadi, lebih luas, lebih global,” tambahnya.
Ketiga, ukhuwah Islamiyah lebih mengedepankan prinsip hak dan kewajiban di dalam beragama. Sedangkan solidaritas sosial biasanya lebih kepada tuntutan moral dan etika, bahkan bisa jadi karena hanya menjalankan peraturan. “Seperti misalnya CSR yang diberlakukan kepada perusahaan. Mereka melakukan bakti sosial untuk memenuhi peraturan,” ujarnya.
Keempat, solidaritas sosial biasanya fokus pada kebutuhan tertentu dan masa tertentu saja, sedangkan ukhuwah Islamiyah bersifat komprehensif, mencakup berbagai aspek kehidupan dan lebih konstan.
Kelima, ukhuwah Islamiyah motivasinya lebih kepada kedalaman spiritual untuk mencapai rida Allah Swt dan balasan di akhirat, sedangkan motivasi solidaritas sosial bisa beragam, seperti eksposur atau kepatuhan pada peraturan.
Peranan Pesantren
Dalam konteks pendidikan, Ustazah Ina menekankan peran vital pesantren dalam membentuk ukhuwah Islamiyah. “Pesantren tidak hanya mengajarkan nilai ini melalui kurikulum, seperti Panca Jiwa dan Moto Pondok, tetapi juga menciptakan lingkungan yang mendukung melalui Khutbatul Arsy, PPKA, kegiatan kolaboratif, salat berjamaah, hingga pembacaan Yasin bersama.”
Tak berhenti di situ, pesantren juga menjalin ukhuwah dengan orang tua santri melalui PTC dan aksi nyata seperti zakat, kurban, community service, bahkan donasi ke Palestina. “Semua ini bukan sekadar slogan, tapi terintegrasi dalam kurikulum dan aksi nyata,” tegasnya.
Waspadai Hambatan Ukhuwah Islamiyah
Ustazah Ina mengungkapkan Hambatan terbesar dalam membangun ukhuwah Islamiyah saat ini. Menurutnya ada beberapa faktor terkait hal ini. “Misalnya, masih adanya fanatisme golongan, cara pandang beragama yang cukup ekstrem dari beberapa kalangan masyarakat sehingga hal ini bisa menimbulkan ketidakharmonisan dan perpecahan dalam masyarakat,” ujarnya.
Kemudian, kata Ustazah Ina, ada semacam nasionalisme buta yang melebihi, bahkan mengalahkan loyalitas kepada agama. Ini juga bisa menimbulkan kontroversi dan perdebatan sosial sehingga menimbulkan friksi dan perpecahan di masyarakat juga.
Selanjutnya, menurut Ustazah Ina, faktor rendahnya kesadaran menjalankan ajaran agama yang benar sehingga mereka akhirnya apatis dan kurang empati terhadap masyarakat sekitarnya sehingga tidak mempunyai ukhuwah Islamiyah yang besar. “Ini bisa jadi karena rendahnya pengetahuan mereka, terkait ajaran yang benar seperti apa,” katanya.
“Kemudian, di tengah zaman yang semakin materialistis dan hedonisme, akhirnya membuat sifat cinta dunia dan menjadi menjadi orang yang individualis,” ungkapnya. Ini juga menjadi faktor penghambat ukhuwah Islamiyah.
Selanjutnya, kata Ustazah Ina, pengaruh politik yang kotor dan hilangnya keadilan di tengah masyarakat, membuat orang menjadi apatis dan aprioriori terhadap apapun, terhadap lingkungan sekitar, sisi sosial kemasyarakan. Ini semua dapat menjadi hambatan bagi terwujudnya ukhuwah Islamiyah.