Tiga Makna Memperbarui Niat

Memasuki Tahun Ajaran 2025–2026, K.H. Zahid Purna Wibawa, S.T., Mudir al-Ma’had Pondok Pesantren Daar el-Qolam 3 Kampus Dza ‘Izza, mengajak seluruh keluarga besar Daar el-Qolam 3 untuk memperbarui niat. Seruan ini disampaikan dalam momen pelantikan pengurus baru yang berlangsung pada Sabtu (5/7/2025) di Ballroom Asy-Syahid.

“Di awal tahun ini, mari kita semua memperbaiki niat kita, tajdidun-niyat, memurnikan kembali niat kita dalam melakukan amalan. Amalan yang kita lakukan adalah mendidik santri-santri kita, mendidik anak-anak kita,” ujar Kiai Zahid.

Tajdidun-niyat menjadi hal yang sangat penting untuk terus dijaga. Pertama, karena tajdidun-niyat menjaga keikhlasan hati. “Dengan tajdidun-niyat berarti kita menjaga keikhlasan hati. Ikhlas mencurahkan jiwa dan raga kita dalam mendidik santri-santri, ibadah kepada Allah Ta’ala,” tuturnya.

Kedua, tajdidun-niyat bermakna memperbaiki kualitas amal ibadah. “Dengan tajdidun-niyat, kita memperbaiki kualitas ibadah kita,” ucap Kiai Zahid. Aktivitas mengajar, mendidik, serta seluruh kegiatan bersama santri adalah bentuk ibadah. Memperbarui niat berarti berupaya meningkatkan mutu dari amal ibadah tersebut.

Ketiga, memperbarui niat menjadi upaya untuk menghindari gugurnya amal yang telah dikerjakan. “Dengan tajdidun-niyat kita menghindari pembatalan amal,” kata Kiai Zahid. Ada yang telah mengabdikan diri selama bertahun-tahun, namun nilai amalnya bisa lenyap jika niat ikhlasnya berubah di tengah jalan. Bahkan ada yang baru memulai niatnya belakangan. Oleh karena itu, memperbarui niat secara berkala akan menjaga agar setiap amal yang telah dilakukan tetap bernilai ibadah karena Allah. “Karena tadi, fungsi tajdidun-niyat adalah menjaga keikhlasan,” tegas beliau.

Menjaga keikhlasan bukan perkara mudah. Banyak ujian dan rintangan yang dihadapi. Oleh sebab itu, niat harus terus diperbarui. “Maka tajdidun-niyat berarti menjaga keikhlasan, memperbaiki amal ibadah kita, dan menghindari pembatalan amal kita,” jelas Kiai Zahid. Amat disayangkan apabila segala ikhtiar yang telah dilakukan tidak bermakna ibadah di sisi Allah Swt.

Memperbarui niat juga menjadi cara bagi para guru untuk memelihara keikhlasan dan meningkatkan mutu amal, termasuk dalam belajar. “Meningkatkan kualitas diri kita dengan belajar juga ibadah, mendidik anak-anak santri kita adalah ibadah. Maka guru berhenti belajar, berhenti mengajar,” terang Kiai Zahid.

Guru juga harus menjaga akhlaknya. Sebab guru tidak sekadar mengajar, tetapi juga menjadi teladan. “Karena guru di sini adalah seorang mursyid,” kata beliau. Kiai Zahid pun kembali mengingatkan tiga peran penting seorang pendidik: sebagai guru, mursyid, dan murid. Ketiganya mencerminkan sosok pendidik, pembimbing ruhani, sekaligus pembelajar sepanjang hayat.